PM Kamboja Hun Sen menutup media independen terakhir di negaranya./AFP
PM Kamboja Hun Sen menutup media independen terakhir di negaranya./AFP

Pemerintahan Hun Sen Tutup Media Independen Terakhir Kamboja, Apa Penyebabnya?

Marcheilla Ariesta • 14 Februari 2023 12:46
Phnom Penh: Pemerintah Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, menutup media independen terakhir yang beroperasi di negara itu. Voice of Democracy (VOD) dianggap sebagai suara jutaan rakyat Kamboja.
 
Anggota Parlemen Asia Tenggara mengutuk keras penutupan media tersebut. Mereka menyerukan agar Pemerintah Kamboja menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan pers, terutama jelang pemilihan umum pada Juli 2023 mendatang.
 
Menurut laporan media, minggu lalu VOD menerbitkan sebuah cerita yang menyatakan bahwa putra Hun Sen, Hun Manet, telah menandatangani perjanjian atas nama ayahnya untuk memberikan bantuan gempa ke Turki, mengutip pernyataan dari juru bicara pemerintah Phay Siphan.

Hun Sen menuduh bahwa cerita itu salah dan melukai "martabat dan reputasi" pemerintah Kamboja. Pasalnya, Hun Manet, wakil komandan militer negara itu, tidak memiliki wewenang untuk menyetujui bantuan asing.
 
VOD telah meminta maaf atas kesalahan tersebut, tetapi Perdana Menteri memerintahkan Kementerian Penerangan untuk membatalkan lisensi VOD.
 
"Menutup outlet media independen karena satu 'kesalahan' dianggap sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kebebasan pers. Ini tidak dapat diterima dalam keadaan apa pun, terlebih lagi ketika pemilihan akan diadakan dalam waktu beberapa bulan," kata Mercy Barends, Ketua ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.
 
"Menindak outlet media seperti VOD pada kesempatan pertama tidak hanya berfungsi untuk membungkamnya, tetapi juga siapa pun yang mungkin mempertimbangkan untuk menulis sesuatu yang kritis terhadap pemerintah," sambungnya.
 
Ia mempertanyakan akan pemilu yang bebas dan adil jika media berada di bawah 'iklim ketakutan dan swasensor'.
 
Penutupan VOD adalah yang terbaru dari serangkaian langkah panjang yang diambil pemerintah Kamboja dalam beberapa tahun terakhir untuk meredam kritik terhadap pemerintah. Pada 2017 dan 2018, dua surat kabar independen, The Cambodian Daily dan The Phnom Penh Post, masing-masing ditutup dan dibeli, setelah terkena tagihan pajak yang sangat tinggi.
 
Pemerintah juga telah menggunakan pasal-pasal dalam KUHP, serta peraturan Covid-19, untuk menuntut wartawan dan pengguna media sosial yang mempertanyakan atau mengkritik kebijakan pemerintah.
 
Selain pers, rezim Hun Sen juga telah menindak lawan politiknya, dengan secara sewenang-wenang membubarkan partai oposisi utama, Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), pada tahun 2017 dan baru-baru ini dengan mengancam tindakan hukum dan kekerasan fisik terhadap sisa-sisa partai oposisi negara.
 
"Pelanggaran mencolok dari prinsip-prinsip demokrasi dan hak-hak sipil Hun Sen tidak dapat dibiarkan begitu saja. ASEAN, dan masyarakat global pada umumnya, harus mengecam taktik otoriter tersebut dan menuntut agar pemerintah Kamboja menjunjung tinggi kebebasan pers dan kebebasan berekspresi guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pemilu yang bebas dan adil," tegas Barends.
 
"Sampai pemerintah mengizinkan jurnalisme independen berkembang di negara itu, membebaskan semua tahanan politik, dan mengizinkan partai oposisi untuk mengekspresikan pandangan politik mereka tanpa takut akan pembalasan, pemilihan apa pun yang diadakan di Kamboja hanya akan menjadi lelucon," pungkasnya.
 
Baca juga: Tak Terima Reputasi Putranya Tercemar, PM Kamboja Tutup Media Independen Terakhir
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan