Yangon: Studio tato mengalami lonjakan permintaan dengan Aung San Suu Kyi menjadi subjek. Ini menjadi simbol perlawanan warga yang dukung Suu Kyi dan menolak kudeta militer di Myanmar.
Tak pelak, studio tata pun meraup keuntungan mereka untuk mendukung pengunjuk rasa. Artis tato pun mengungkapkan pelanggan yang meningkat.
Baca: Pengacara Bersiap untuk yang Terburuk Bagi Aung San Suu Kyi.
Dalam tiga minggu terakhir, artis tato bernama Ye, 37, telah menorehkan lebih banyak gambar Aung San Suu Kyi daripada selama 19 tahun menato.
“Kami mencintai dan menghormatinya karena dia telah berkorban begitu banyak untuk kami,” katanya, seperti dikutip The Guardian, Kamis 25 Februari 2021.
Ye menunjukkan foto karya seni terbarunya berupa gambar pemimpin Myanmar yang digulingkan. Tato itu lengkap dengan bunga melati, di punggung dengan wajah Suu Kyi yang terlihat seperti aslinya.
Jika penggemar peraih Nobel ragu tentang mendapatkan tato untuk menghormatinya sebelum kudeta militer pada 1 Februari, mereka tidak lagi. Studio di seluruh negeri telah melaporkan lonjakan permintaan tato Aung San Suu Kyi dan beberapa menggunakan keuntungan mereka untuk mendukung gerakan protes.
Aung San Suu Kyi, 75 tahun, masih dalam tahanan, menghadapi tuduhan mengimpor walkie talkie secara ilegal dan melanggar undang-undang bencana alam Myanmar. Dia menghadapi hukuman tiga tahun penjara, dengan sidang pengadilan yang dilaporkan ditetapkan pada 1 Maret.
Sementara dia tetap dicintai di Myanmar, reputasi internasionalnya ternoda ketika dia pergi ke pengadilan internasional di Den Haag untuk membela tentara dari klaim bahwa mereka telah melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya.
Beberapa mengatakan dia berkutat dengan para jenderal untuk melestarikan demokrasi yang masih muda - dalam arti itu, inilah kejatuhannya. Yang lain mencapnya sebagai pembela militer yang gagasan kesetaraannya gagal untuk minoritas yang teraniaya.
Baca: G7 Kutuk Kekerasan Militer yang Tewaskan Pedemo Myanmar.
Apapun yang terjadi pada pemimpinnya, dia akan meninggalkan warisan yang kompleks. Tetapi di ibu kota Yangon -,tempat unjuk rasa pro-demokrasi massal dalam beberapa hari terakhir,- gambarannya lebih jelas.
“Saya bahkan tidak memiliki tato orangtua saya,” kata Hlaing, 32, yang menggambarkan kudeta itu lebih menyakitkan daripada enam jam yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penghormatannya kepada Aung San Suu Kyi.
“Saya merasa dirugikan dan tertindas, saya harus membuat tato ini,” tegas Hlaing.
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan