Setidaknya 44 pengunjuk rasa tewas pada Minggu ketika pasukan keamanan menindak demonstrasi pro-demokrasi. Menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), ini menjadikan korban tewas sejak kudeta mencapai lebih dari 120 orang.
Baca: 39 Pengunjuk Rasa Tewas dalam Sehari di Tangan Pasukan Myanmar.
Myanmar gempar sejak kudeta tersebut. Protes harian menuntut pemulihan demokrasi terus merebak, meskipun junta semakin kuat berupaya untuk memadamkan perbedaan pendapat.
“Sidang pengadilan untuk Aung San Suu Kyi -,yang menghabiskan lebih dari 15 tahun dalam tahanan rumah selama pemerintahan militer sebelumnya,- dijadwalkan pukul 10.00 pagi di ibu kota Myanmar, Naypyidaw. Tetapi ditunda hingga 24 Maret,” kata pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw kepada AFP.
"Tidak ada persidangan karena tidak ada internet dan persidangan dilakukan melalui konferensi video. Kami tidak bisa melakukan video," tegasnya.
Militer Myanmar telah membatasi internet setiap malam selama beberapa minggu. Mereka biasanya memulihkan layanan di pagi hari, tetapi layanan pemantauan Netblocks mengatakan jaringan data seluler tetap terputus pada Senin.
Suu Kyi menghadapi setidaknya empat dakwaan: Memiliki walkie-talkie tanpa izin, melanggar pembatasan virus korona, melanggar undang-undang telekomunikasi, dan berniat menyebabkan keresahan publik.
Otoritas militer juga menuduhnya menerima pembayaran ilegal sebesar USD 600.000 atau sekitar Rp8 miliar tunai serta sejumlah besar emas. Tuduhan ini menurut pengacaranya ‘tidak berdasar’.
Khin Maung Zaw sebelumnya mengeluh bahwa dia tidak diizinkan untuk bertemu dengan Suu Kyi, yang telah ditahan sejak kudeta. Pada Senin polisi telah menunjuk dua pengacara junior di timnya untuk mendapatkan surat kuasa.
"Polisi tidak memiliki hak untuk memutuskan siapa yang mewakili para terdakwa," ujarnya, seraya menambahkan bahwa keseluruhan situasinya ‘aneh’ - dari kurangnya Wi-Fi di pengadilan hingga penunjukan pengacara junior.
Baca: Puluhan Pedemo Myanmar Tewas usai Pembakaran Pabrik-Pabrik Tiongkok.
Sidang Aung San Suu Kyi yang ditunda terjadi sehari setelah bentrokan kekerasan antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa, dan pembakaran beberapa pabrik milik Tiongkok di distrik penghasil tekstil pusat komersial Yangon. Banyak pengunjuk rasa percaya Beijing mendukung kudeta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News