Kabar kematian 22 pengunjuk rasa disampaikan grup Assistance Association for Political Prisoners (AAPP). Di lokasi lain di hari yang sama, lanjut AAPP, setidaknya 16 demonstran juga tewas di tangan pasukan keamanan.
Dilansir dari laman India Today pada Senin, 15 Maret 2021, unuk rasa pada Minggu kemarin menjadi hari paling berdarah sejak terjadinya kudeta militer Myanmar pada 1 Februari. Kudeta kala itu diawali dengan penahanan sejumlah tokoh penting, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Kedutaan Besar Tiongkok di Myanmar mengatakan bahwa banyak stafnya yang terluka dan terperangkap dalam pembakaran pabrik tersebut. Beijing pun menyerukan Myanmar untuk bertindak tegas dalam melindungi properti dan warga Negeri Tirai Bambu.
Pembakaran pabrik dilakukan sekelompok orang tak dikenal, di tengah pandangan umum bahwa Tiongkok mendukung kekuasaan junta militer di Myanmar.
Saat asap hitam mengepul dari kawasan industri Hlaingthaya, pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah kerumunan demonstran.
"Situasinya sangat buruk. Orang-orang ditembak di depan mata saya. Peristiwa ini akan selalu saya ingat," kata seorang jurnalis foto di lokasi kejadian.
Darurat militer telah diterapkan di Hlaingthaya dan distrik lainnya di Yangon, kota terbesar di Myanmar.
Baca: 18 Pedemo Myanmar Tewas, Darurat Militer Diterapkan di Wilayah Yangon
Saluran televisi Myawadday yang dikuasai junta militer Myanmar mengatakan bahwa pasukan keamanan bertindak usai empat pabrik garmen dan satu pabrik pupuk dibakar massa. Junta militer mengatakan sekitar 2.000 orang menghalangi kedatangan sejumlah mobil pemadam ke lokasi kejadian.
Angka kematian terbaru dalam aksi unjuk rasa pada hari Minggu kemarin menjadikan totalnya mencapai 126, berdasarkan catatan AAPP. Grup tersebut juga mengatakan lebih dari 2.150 orang telah ditangkap pada Sabtu kemarin, dan sekitar 300 di antaranya sudah dibebaskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News