Ressa, salah satu pendiri situs berita Rappler, dan jurnalis Rusia Dmitry Muratov dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian pada Jumat atas upaya mereka untuk "menjaga kebebasan berekspresi".
Sejak Duterte mengambil alih kekuasaan pada 2016, Ressa dan Rappler telah menghadapi serangkaian tuntutan pidana dan investigasi. Tuntutan pidana itu dianggap sebagai pelecehan negara atas media, termasuk pemberitaan tentang perang narkoba yang mematikan oleh pemerintah.
Baca: Dua Jurnalis Pengkritik Keras Pemerintah Menang Nobel Perdamaian 2021.
Duterte menyebut Rappler sebagai ‘outlet berita palsu’, dan Ressa telah menjadi sasaran pesan-pesan kasar secara online.
"Ini adalah kemenangan bagi seorang Filipina dan kami sangat senang untuk itu," kata Juru Bicara Duterte, Harry Roque, dalam briefing reguler, seperti dikutip AFP, Senin 11 Oktober 2021.
"Kebebasan pers hidup dan buktinya adalah penghargaan Hadiah Nobel untuk Maria Ressa," ujar Roque, dalam komentar publik pertama istana kepresidenan tentang penghargaan tersebut.
Kelompok pers dan aktivis hak asasi Filipina memuji penghargaan Ressa sebagai "kemenangan" di negara yang termasuk salah satu negara paling berbahaya di dunia bagi jurnalis.
Ressa, 58, mengatakan kepada AFP dalam sebuah wawancara Sabtu bahwa dia masih berjuang melawan tujuh kasus pengadilan. Ini termasuk banding atas tuduhan pencemaran nama baik di dunia maya, yang membuatnya menghadapi hukuman enam tahun penjara.
Sebanyak dua kasus fitnah dunia maya lainnya diberhentikan awal tahun ini.
Ressa, yang juga warga negara AS, berharap hadiah itu akan membantu melindungi dirinya dan jurnalis lain di Filipina dari serangan fisik dan ancaman online.
"'Kami melawan mereka ini tidak pernah dibuat oleh para jurnalis, itu adalah ciptaan orang-orang yang berkuasa yang ingin menggunakan tipe kepemimpinan yang memecah belah masyarakat," kata Ressa.
"Saya harap ini memungkinkan jurnalis melakukan pekerjaan kami dengan baik tanpa rasa takut,” ungkapnya.
Roque membantah pemerintah telah menciptakan "efek mengerikan" bagi media, dengan mengatakan siapa pun yang mengklaim bahwa "tidak boleh menjadi jurnalis".
Dia juga menolak anggapan bahwa Hadiah Nobel Ressa adalah "tamparan" bagi pemerintah, bersikeras "tidak ada yang pernah disensor di Filipina".
"Maria Ressa masih harus membersihkan namanya di depan pengadilan kita," ujar Roque, menyebutnya "penjahat yang dihukum".
"Kami menyerahkannya kepada pengadilan kami untuk memutuskan nasibnya,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News