Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. (AFP)
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. (AFP)

Dunia Krisis Bahan Pangan, Zelensky Sebut Gara-Gara Rusia

Marcheilla Ariesta • 27 Mei 2022 18:10
Jakarta: Ukraina mengeklaim diri sebagai salah satu eksportir bahan makanan terbesar di dunia. Namun, karena invasi dari Rusia sejak Februari lalu, ekspor bahan makanan jadi terhambat.
 
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyampaikannya dalam bincang bersama Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) secara virtual, Jumat, 27 Mei 2022.
 
Sebelum invasi, kata Zelensky, negaranya dapat mengekspor 10 juta ton biji-bijian. Mereka juga menjadi eksportir gandum, minyak sayur dan jagung yang cukup besar di dunia.

Namun, invasi menyebabkan akses ekspor mereka terganggu. Bahkan, ia mengklaim gudang makanan mereka dibombardir oleh senjata Rusia.
 
Ukraina, kata Zelensky, tidak dapat mengirim produk mereka ke pasar internasional. "Akibatnya sudah terasa bahwa harga biji-bijian sereal juga bahan makanan lainnya melonjak tajam," kata dia.
 
Zelensky menuturkan berdasarkan perkiraan PBB, sekitar 40 hingga 50 juta orang akan menghadapi kelaparan tahun ini. Menurut dia, kondisi perang di negaranya juga membahayakan masyarakat dunia.
 
"Perang yang dilakukan Rusia ini mempengaruhi seluruh dunia," serunya.
 
Menurut Zelensky, Moskow memblokade pelabuhan yang menjadi akses pengiriman bahan makanan dari Ukraina ke negara lain. Bahkan, perang Rusia juga menghancurkan gudang makanan, toko, hingga rumah makan di Ukraina.
 
Pekan lalu PBB memperingatkan, invasi Rusia di Ukraina dapat menyebabkan krisis pangan global. Hal tersebut bisa berlangsung selama bertahun-tahun.
 
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, perang memperburuk krisis pangan di negara-negara miskin karena harus menaikan harga. Menurutnya, beberapa negara bahkan bisa menghadapi kelaparan jangka panjang jika tingkat ekspor Ukraina tidak kembali seperti sebelum invasi.
 
"Harga pangan global hampir 30 persen lebih tinggi dibanding waktu yang sama tahun lalu," kata Guterres.
 
"Konflik, pandemi dan perubahan iklim mengancam puluhan juta orang di tepi jurang kerawanan pangan, diikuti kekurangan gizi hingga kelaparan massal," sambungnya.
 
Menurutnya, tingkat kelaparan global berada pada titik tertinggi baru. Hanya dalam dua tahun, tutur Guterres, jumlah orang yang rawan pangan meningkat dua kali lipat dari 135 juta sebelum pandemi, menjadi 276 juta saat ini.
 
PBB mencatat, lebih dari setengah juta orang dilaporkan hidup dalam kondisi kelaparan. Angka tersebut meningkat lebih dari 500 persen sejak 2016.
 
"Jika kita tidak memberi makan orang, kita malah memberi makan konflik," pungkasnya.
 
Baca:  Zelensky Curhat, Bertetangga dengan Rusia Berisiko Terkena Senjata Pemusnah Massal
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan