Untuk pertama kalinya sejak militer Myanmar berkuasa, ASEAN mengesampingkan junta. Keputusan ini diambil para menteri luar negeri ASEAN dalam pertemuan darurat tadi malam.
Dilansir dari Malay Mail, Sabtu, 16 Oktober 2021, keputusan tersebut menandai pergeseran blok tersebut dari kebijakan keterlibatan dan non-intervensi.
Pertemuan ini diadakan untuk mengatasi kegagalan junta Myanmar mematuhi lima poin yang ditetapkan bersama dengan ASEAN pada April lalu. Poin tersebut bertujuan untuk mengakhiri kekerasan, mengizinkan akses kemanusiaan dan memulai dialog dengan pemimpin sipil sebelumnya.
"Karena tidak ada kemajuan yang cukup, serta kekhawatiran atas komitmen Myanmar, khususnya dalam membangun dialog konstruktif di antara semua pihak terkait, beberapa negara anggota ASEAN merekomendasikan agar memberi ruang kepada Myanmar untuk memulihkan urusan dalam negerinya dan kembali normal," kata Brunei dalam pernyataan mereka.
Pernyataan itu tidak menyebut pemimpin junta Min Aung Hlaing atau menyebut tokoh non-politik yang akan diundang menggantikannya.
Utusan Khusus ASEAN
Brunei mengatakan beberapa negara anggota telah menerima permintaan dari Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar - yang dibentuk oleh penentang junta - untuk menghadiri KTT tersebut."Para menteri luar negeri dalam pertemuan kemarin menekankan pentingnya memberikan utusan ASEAN untuk Myanmar, Erywan Pehin Yusof, akses ke semua pihak terkait," lanjut Brunei.
Kunjungan utusan khusus ASEAN yang telah lama direncanakan ke Myanmar tertunda dalam beberapa pekan terakhir. Padahal, Erywan bersikeras untuk bisa bertemu dengan semua pihak, termasuk pemimpin sipil yang telah digulingkan, Aung San Suu Kyi.
Juru bicara militer Myanmar Zaw Min Tun mengatakan, Erywan tidak diizinkan bertemu dengan Suu Kyi karena pemimpin sipil itu tengah didakwa melakukan kejahatan.
Baca: Militer Myanmar Tak Izinkan Utusan Khusus ASEAN Temui Aung San Suu Kyi
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News