Donald Trump akan bertemu intelijen terkait dugaan peretasan Rusia (Foto: AFP).
Donald Trump akan bertemu intelijen terkait dugaan peretasan Rusia (Foto: AFP).

Bahas Dugaan Peretasan Rusia, Trump Sepakat Bertemu Intelijen

Arpan Rahman • 30 Desember 2016 15:25
medcom.id, Washington: Presiden Barack Obama, pada Kamis 29 Desember, memerintahkan pengusiran 35 diplomat Rusia yang dicurigai sebagai mata-mata. Selain itu dia menjatuhkan sanksi pada dua badan intelijen Rusia. 
 
Kedua langkah tersebut menjadi tanggapan atas keterlibatan Rusia dalam aksi meretas beberapa kelompok politik Amerika Serikat (AS) dalam pemilihan presiden 2016.
 
 
Langkah-langkah yang diambil selama hari-hari terakhir kepresidenan Obama, menandai titik rendah baru pasca-Perang Dingin dalam hubungan AS-Rusia. Di samping itu menyebabkan sebuah titik panas potensial antara Presiden terpilih Donald Trump dengan kalangan Partai Republik di Kongres soal bagaimana menangani Moskow .
 
Obama, seorang Demokrat, telah menjanjikan konsekuensi setelah para pejabat intelijen AS menyalahkan Rusia atas peretasan yang ditujukan untuk mempengaruhi pemilu 2016. Para pejabat menunjuk langsung Rusia dan Presiden Vladimir Putin secara pribadi mengarahkan upaya dan terutama menargetkan Partai Demokrat, yang menekan Obama untuk memberi tanggapan.
 
"Tindakan ini menyusul peringatan pribadi dan publik yang berulang kali bahwa kita punya persoalan dengan Rusia dan pemerintah, dan perlu respons yang tepat karena upaya untuk membahayakan kepentingan AS adalah melanggar norma-norma internasional yang berlaku," kata Obama dalam sebuah pernyataan dari Hawaii, di mana ia sedang berlibur.
 
"Semua orang Amerika harus khawatir dengan tindakan Rusia," katanya seperti dikutip Fortune dari laporan Reuters, Jumat (30/12/2016).
 
Tidak jelas apakah Trump, yang telah berulang kali memuji Putin dan menominasikan tokoh yang dipandang berlaku ramah terhadap Moskow di posisi penting pemerintahannya, akan berusaha membalikkan kembali langkah-langkah itu setelah dirinya dilantik pada 20 Januari.
 
Trump sudah menepis tuduhan dari CIA dan badan intelijen lainnya bahwa Rusia berada di balik serangan siber. Dia mengatakan, pada Kamis, akan segera bertemu dengan para pejabat intelijen.
 
"Sudah waktunya negara kita beralih ke hal-hal yang lebih besar dan lebih baik," kata Trump dalam sebuah pernyataan.
 
"Namun demikian, demi kepentingan negara kita dan orang-orang penting, saya akan bertemu dengan para pemimpin dari komunitas intelijen pekan depan guna memperbarui fakta-fakta mengenai situasi ini," katanya, tanpa menyebutkan Rusia.
 
Kremlin, yang mengecam sanksi AS sebagai pelanggaran hukum dan berjanji melakukan pembalasan "setimpal", mempertanyakan apakah Trump menyetujui sanksi baru itu. Moskow membantah tuduhan peretasan.
 
 
Badan-badan intelijen AS mengatakan, Rusia berada di balik peretasan dalam organisasi Partai Demokrat dan beroperasi menjelang pemilihan presiden 8 November. Para pejabat intelijen AS mengatakan, serangan siber Rusia ditujukan untuk membantu Trump mengalahkan calon Demokrat, Hillary Clinton.
 
Para anggota parlemen asal partai Republik dan Demokrat, yang telah menyuarakan keprihatinan tentang tindakan Rusia, menyusun dinding oposisi potensial bila Trump berusaha membatalkan tindakan Obama.
 
Ketua DPR AS Paul Ryan, sosok terkemuka Partai Republik di Kongres, mengatakan Rusia "telah secara konsisten berusaha untuk melemahkan" kepentingan AS dan menyebut sanksi Obama telat.
 
Senator Republik John McCain dan Lindsey Graham mengatakan, mereka bermaksud memimpin upaya di Kongres demi "menjatuhkan sanksi yang lebih keras atas Rusia."
 
Kepala Staf Gedung Putih mendatang, Reince Priebus, kepada Fox News mengatakan bahwa dirinya tidak membenarkan pemerintah asing meretas lembaga-lembaga AS.
 
"Itu salah dan sesuatu yang tidak kita sepakati," tutur Priebus. 
 
"Namun, akan lebih baik jika kita bisa sampai ke tempat di mana komunitas intelijen secara serempak dapat memberitahu kita apa yang telah terjadi dan bagaimana penyelidikannya serta apa yang telah menyebabkan hal ini sehingga kita bisa merespons," sambungnya.
 
Tanggapan tim Trump bisa melahirkan perselisihan bipartisan di awal masa pemerintahan baru.
 
"Hal ini akan menjadi sumber utama ketegangan pasca-pelantikan," kata Eric Lorber, pakar senior di Jaringan Integritas Finansial (FIN), yang mengisyaratkan keyakinan atas sanksi tersebut.
 
 

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan