Guaido menetapkan 23 Februari -- satu bulan usai dirinya mendeklarasikan diri sebagai presiden interim -- sebagai tanggal untuk menentang Maduro terkait bantuan kemanusiaan. Ia bertekad menyalurkan semua bantuan kemanusiaan, yang terdiri dari makanan, obat-obatan, peralatan kebersihan dan suplemen kesehatan.
Selama ini, bantuan yang datang dari Amerika Serikat menumpuk di Kolombia. Guaido mengatakan nantinya akan ada titik pengumpulan bantuan lainnya di Brasil dan juga Curacao, sebuah pulau milik Belanda.
"Tugas utama kami adalah mengumpulkan satu juta relawan hingga tanggal 23 Februari," ujar Guaido dalam sebuah pesan kepada 600 ribu pendukungnya, seperti dikutip dari laman AFP, Minggu 17 Februari 2019.
Dia mengatakan nantinya para relawan akan berkumpul di lokasi tertentu, atau berpartisipasi di media sosial. Namun dia belum mengungkapkan bagaimana rencana menghadapi militer Venezuela yang memblokade akses perbatasan.
Maduro, yang membantah adanya krisis kemanusiaan di Venezuela, menilai langkah Guaido sebagai "pertunjukan politik" untuk menutup-nutupi invasi AS.
Krisis ekonomi di Venezuela telah membuat sekitar 2,3 juta warga melarikan diri ke negara lain. Mereka yang tetap di Venezuela harus menghadapi hiperinflasi berujung minimnya pasokan makanan, obat-obatan serta kebutuhan lainnya.
Berdasarkan permintaan Guaido, sejumlah grup relawan berkumpul di beberapa lokasi di Venezuela untuk mengatur penyaluran bantuan pada 23 Februari.
Sebelumnya, Maduro menuduh AS "mencuri" miliaran dolar dari Venezuela dan hanya menawarkan "remah-remah" sebagai gantinya via bantuan kemanusiaan. Pernyataan dilontarkan usai AS menjatuhkan sanksi ekonomi kepada lima pejabat yang dekat dengan Maduro.
Bantuan kemanusiaan dari AS menumpuk di Kolombia yang merupakan negara tetangga Venezuela. Pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido bertekad menentang Maduro yang menolak masuk bantuan tersebut.
"Itu semua jebakan. Mereka menaruh makanan busuk dan terkontaminasi," kata Maduro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News