medcom.id, New York: Pekan lalu, Perdana Menteri Vanuatu dan Perdana Menteri Kepulauan Soloman mengkritik kondisi di Provinsi Papua dan Papua di Sidang Majelis Umum PBB.
Pemerintah Indonesia melalui Perwakilan Tetap RI di PBB, memberikan jawaban atas tuduhan tersebut. Uniknya jawaban atas kedua kepala negara itu disampaikan oleh diplomat muda Indonesia pada 25 September 2017 waktu New York.
PM Vanuatu, Charlot Salwai, menegaskan bahwa masyarakat Papua Barat harus diizinkan menentukan nasib mereka sendiri, dan membebaskan diri dari "kolonialisme."
Sementara Pemimpin Solomon, Manasseh Sogavare, mengatakan bahwa moto dari tujuan perkembangan berkesinambungan PBB adalah "tidak ada satu orang pun yang boleh ditinggalkan." Ia menilai moto itu akan menjadi seperti janji kosong jika PBB tidak menangani masalah di Papua Barat.
Tuduhan serupa juga disampaikan oleh wakil dari Tuvalu dan Saint Vincent and Granadine.
"Sudah terlalu sering bahwa hoaks dan tuduhan salah yang beredar oleh individu dan dimotivasi berdasarkan ekonomi, oleh beberapa agenda separatis Papua dan pendukungnya," tegas diplomat muda itu di forum Sidang Majelis Umum PBB, 25 September, seperti dikutip dari Webtv.UN.org, Rabu 27 September 2017.
"Berulangkali tuduhan dibuat-buat yang salah diarahkan kepada kami. Negara-negara ini sayangnya tertutup matanya. Mereka tidak mengerti atau lebih tepat, menolak untuk mengerti," jelasnya.
Selama ini, menurut perwakilan Indonesia itu, Provinsi Papua dan Papua Barat berkembang sangat masif. Selama tiga tahun terakhir, setidaknya hampir 4.325 kilometer sudah dibangun serta 30 pelabuhan laut dan tujuh bandara dibangun.
Tidak hanya itu, sekitar 2,8 juta warga Papua saat ini mendapatkan layanan kesehatan gratis. Sedangkan 360 ribu warga papua juga menikmati sekolah gratis.
Pertumbuhan ekonomi di Papua juga meningkat hingga 9,21 persen. "Semuanya menjadikan Papua dan Papua Barat sebagai wilayah yang pertumbuhannya sangat pesat di Indonesia," pungkas wakil RI itu.
"Papua dan Papua Barat adalah bagian integral dan bagian dari kedaulatan Indonesia. Kedua provinsi ini akan tetap menjadi bagian dari Indonesia," tuturnya.
Kepada negara-negara yang melontarkan tuduhan yang tak berdasar, dinilai telah tertipu oleh individu yang memiliki agenda seperatis. Individu ini selalu mengeksploitasi isu hak asasi manusia (HAM).
Indonesia mempertanyakan, jika masalah HAM yang menjadi perhatian, mengapa negara-negara tersebut tidak membawanya ke forum yang tepat. Seperti contoh, Indonesia baru saja menyampaikan Pelaporan Penilaian Periodik Ketiga di Dewan HAM PBB.
"Jika Indonesia memiliki sesuatu yang disembunyikan mengenai isu HAM, dalam era keterbukaan dan teknologi ini tentunya semua tuduhan mengenai pelanggaran HAM akan muncul," jelasnya.
"Kami tak habis pikir, mengenai negara-negara semacam ini terus mendukung aktivitas separatisme di negara lain. Apakah hal ini menjadi satu cara untuk bersembunyi dari masalah domestik mereka? Apakah catatan HAM mereka sudah lebih dari Indonesia?" imbuhnya.
Jelas sekali apa yang dilakukan oleh negara-negara yang berada di Melanesia itu merupakan bentuk upaya untuk mengoyak integritas teritorial dari sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Pihak Indonesia menegaskan, sudah sepatutnya tuduhan-tuduhan semacam ini tidak pantas dilanjutkan.
"Indonesia menolak semua tuduhan yang dibuat oleh negara-negara ini dan para separatis yang berdiri di belakang mereka," ucap delegasi Indonesia.
"Sebagai penutup saya ingin menyampaikan peribahasa Indonesia: 'Menepuk air didulang terpercik muka sendiri'," sebutnya, sambil menyebutkan terjemahannya dalam bahasa Inggris, 'if you slap the water in a bucket then be careful that the water will splash all over your own face'.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News