Pete Hegseth, Menhan AS dibawah Donald Trumpz. (Allison Robbert / AFP)
Pete Hegseth, Menhan AS dibawah Donald Trumpz. (Allison Robbert / AFP)

Profil Pete Hegseth: Menteri Pertahanan AS yang Baru di Bawah Trump

Riza Aslam Khaeron • 25 Januari 2025 14:25
Jakarta: Pada Jumat, 24 Januari 2025, Pete Hegseth secara resmi dikonfirmasi sebagai Menteri Pertahanan Amerika Serikat setelah melalui proses pemungutan suara yang sangat ketat di Senat.
 
Dalam pemungutan suara ini, Hegseth memperoleh 51 suara setuju dan 50 suara menolak, dengan Wakil Presiden JD Vance memberikan suara penentu. Pengangkatannya menuai berbagai tanggapan, mulai dari dukungan hingga kritik tajam.
 

Latar Belakang dan Karier

Pete Hegseth lahir pada 6 Juni 1980 di Forest Lake, Minnesota. Sebelum menjabat sebagai Menteri Pertahanan, ia adalah seorang komentator politik di Fox News dan seorang veteran Angkatan Darat AS yang pernah bertugas di Irak dan Afghanistan.
 
Hegseth juga pernah menjabat sebagai CEO Concerned Veterans for America, sebuah organisasi yang dikenal dengan pandangan konservatifnya.

Selama bekerja di Fox News, Hegseth sering mengkritik kebijakan keberagaman dan inklusi di militer.
 
Dia juga vokal menentang perempuan bertugas dalam peran tempur. Dalam sidang konfirmasi, Hegseth menyatakan, “Pandangan saya sebelumnya tentang perempuan di medan tempur didasari oleh kekhawatiran terhadap standar militer, bukan ketidakmampuan mereka.”
 

Kontroversi Selama Proses Konfirmasi

Proses konfirmasi Hegseth tidak berjalan mulus. Beberapa senator dari Partai Demokrat dan bahkan beberapa dari Partai Republik mengkritik rekam jejaknya, termasuk tuduhan pelanggaran seksual pada tahun 2017 yang telah diselesaikan melalui pembayaran sebesar $50.000.
 
“Saya bukan orang yang sempurna, tetapi saya percaya pada penebusan,” ujar Hegseth saat membahas tuduhan tersebut di depan Komite Angkatan Bersenjata Senat.
 
Senator Lisa Murkowski dari Alaska, yang menolak nominasi Hegseth, menyatakan, “Perilaku seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai dan disiplin yang diharapkan dari anggota militer kita. Mereka membutuhkan pemimpin yang menjunjung standar yang sama tinggi.”
 
Selain itu, Hegseth juga mendapat kritik tajam karena tidak dapat menjawab pertanyaan dasar tentang ASEAN selama sidang konfirmasi.
 
Senator Tammy Duckworth, seorang veteran militer berdarah Thailand, menegur Hegseth atas kurangnya pengetahuan tentang aliansi internasional.
 
“Saya sarankan Anda mempelajari lebih banyak sebelum negosiasi semacam ini,” kata Duckworth dengan nada tajam.
 

Posisi Politik dan Kebijakan

Hegseth dikenal sebagai pendukung kuat kebijakan luar negeri yang pro-Israel. Ia sering kali memuji langkah-langkah pemerintahan Trump dalam memperkuat hubungan dengan Israel, termasuk pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota.
 
“Israel adalah sekutu terpenting kita di Timur Tengah,” ujarnya dalam wawancara dengan Fox News pada 2024.
 
Dalam isu agresi Rusia terhadap Ukraina, Hegseth memiliki pandangan yang cenderung pragmatis. Ia menekankan pentingnya fokus pada keamanan nasional AS dan bukan hanya keterlibatan militer di Eropa.
 
“Kita harus memastikan bahwa anggaran pertahanan kita digunakan untuk melindungi rakyat Amerika terlebih dahulu,” katanya saat sidang konfirmasi.
 
Terkait Islam, Hegseth memiliki pandangan yang kontroversial dan sering kali dikaitkan dengan retorika Islamofobia.
 
Dalam bukunya American Crusade, ia menulis bahwa “Islam bukanlah agama perdamaian, melainkan ideologi politik yang menggunakan agama untuk memperluas kekuasaannya.”
 
Sebagai seorang nasionalis Kristen, Hegseth secara terang-terangan menyatakan keyakinannya bahwa nilai-nilai Kristen harus menjadi fondasi kebijakan nasional AS.
 
Ia percaya bahwa Amerika adalah negara yang didirikan atas prinsip-prinsip Kristen dan mengatakan, “Identitas Kristen Amerika adalah inti dari kekuatan kita, dan kita harus menjaganya dari ancaman sekularisme dan nilai-nilai liberal yang menggerus moral bangsa.” 
 
Terkait NATO, Hegseth bersikap skeptis terhadap efektivitas aliansi tersebut. Ia sering mengkritik ketergantungan negara-negara Eropa terhadap kontribusi militer AS.
 
“NATO membutuhkan reformasi, atau kita akan terus membayar mahal untuk keamanan mereka sementara kontribusi mereka sendiri minim,” ujarnya dalam sidang konfirmasi.
 
Ia juga mendukung kebijakan Trump untuk menekan negara-negara anggota NATO agar meningkatkan anggaran pertahanan mereka.
 
Hegseth juga skeptis terhadap PBB, menganggap organisasi tersebut terlalu birokratis dan tidak efektif.
 
“Sebuah organisasi globalis penuh yang secara agresif memajukan agenda anti-Amerika, anti-Israel, dan anti-kebebasan. Ada satu set aturan untuk Amerika Serikat dan Israel, serta aturan lain untuk semua orang,” katanya dalam buku American Crusade.
 

Tanggapan dan Harapan ke Depan

Meskipun penuh kontroversi, Hegseth mendapatkan dukungan penuh dari Presiden Donald Trump. Trump menyatakan, “Pete adalah orang yang tepat untuk memimpin Departemen Pertahanan, dan saya yakin dia akan membawa perubahan positif.”
 
Sebagai Menteri Pertahanan, Hegseth menghadapi tantangan besar, termasuk menjaga stabilitas di kawasan Indo-Pasifik, mengelola hubungan strategis dengan NATO, dan menangani berbagai ancaman global.
 
Dengan latar belakang militernya, Hegseth diharapkan dapat memperkuat pertahanan AS meskipun skeptisisme publik terhadap rekam jejaknya terus menjadi sorotan.
 
Baca Juga:
Di WEF, Trump Tawarkan Lagi Kanada Menjadi Negara Bagian AS

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WAN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan