Pernyataan Mattis dikeluarkan satu hari setelah pemerintahan Presiden Donald Trump menjatuhkan serangkaian sanksi baru terhadap Iran yang belum lama ini melakukan uji coba misil balistik.
"Kita semua telah melihat aksi serta perilaku (Iran), dari Lebanon dan Suriah hingga ke Bahrain serta ke Yaman, dan itu perlu direspons sewaktu-waktu," ungkap Mattis dalam kunjungannya ke Jepang, seperti dikutip BBC, Sabtu (4/2/2017).
Namun Mattis menegaskan meski Iran dinilainya seperti itu, ia tidak melihat ada urgensi meningkatkan jumlah pasukan Negeri Paman Sam di Timur Tengah.
"Saya rasa untuk saat ini masih belum perlu," tutur Mattis.

Menhan AS James Mattis. (Foto: AFP)
Serangkaian sanksi baru AS terhadap Iran ditujukan kepada 13 orang dari 12 perusahaan. Itu merupakan respons dari uji coba misil yang dilakukan Iran pada Minggu pekan lalu.
Trump via Twitter menyebut Iran telah bermain-main dengan api semasa pemerintahan Barack Obama, dan bertekad tidak akan membiarkan itu di bawah kepemimpinannya.
Iran membantah uji coba misil balistik telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB atau perjanjian nuklir Iran pada 2015.
Merespons sanksi AS, Iran mengumumkan larangan terhadap terhadap sejumlah individu dan perusahaan AS yang "terlibat dalam menciptakan dan mendukung grup teroris ekstremis atau membantu membunuh serta mendesak orang-orang tak berdaya.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menegaskan negaranya tetap kokoh di bawah ancaman AS.
"Kami tidak akan pernah memulai perang, tapi kami akan bergantung pada kemampuan pertahanan kami," tulis Zarif di Twitter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News