Hillary Clinton pernah memastikan dirinya sebagai calon pasangan dalam pemilihan umum. Presiden terpilih Donald Trump sempat disebut-sebut akan memberikannya jabatan Menteri Luar Negeri. Dia adalah pria serius, jauh dari gambaran seorang pakar yang hanya duduk di balik meja.
Stavridis turut mengomentari ketegangan antar negaranya dengan Korea Utara. Ia meyakini kemungkinan meletusnya perang nuklir antara AS dengan Korut relatif kecil, berkisar di angka sepuluh persen. Sementara 20 sampai 30 persen lainnya adalah kemungkinan konflik konvensional yang tidak melibatkan nuklir.
"Saya pikir kemungkinannya lebih ke senjata artileri di Semenanjung Korea," katanya, dalam sebuah panel Perry World Housee di University of Pennsylvania, belum lama ini.
Jika perang konvensional terjadi, Stavridis memaparkan perkiraannya mengenai jumlah korban jiwa. Korut memiliki setidaknya 11.000 senjata artileri yang terarah ke Seoul, ibu kota dari Korea Selatan (Korsel) yang dihuni 25 juta jiwa. Stavridis meyakini Korut pasti menggunakan persenjataan itu selama konflik. Sementara dari kubu AS, ia memperkirakan yang akan dilakukan adalah operasi pengeboman.
"Sulit bagi saya untuk melihat jumlah korban kurang dari 500.000 sampai 1 juta orang. Saya rasa ini adalah perkiraan konservatif," katanya seperti disitat Vox, Jumat 29 September 2017.
Baca: AS Ingin Diplomasi Jadi Solusi Bagi Hubungan dengan Korut
Manusia Roket
Ia mengingatkan, angka perkiraannya itu diambil dengan asumsi Korut tidak menggunakan senjata nuklir, yang kini sudah bisa menjangkau Seoul dan sebagian besar Jepang.
Berbicara dalam acara yang sama, Michele Flournoy, yang sebelumnya menjabat sebagai orang nomor 3 di Pentagon (Kementerian Pertahanan AS) dalam pemerintahan Obama, mengatakan bahwa retorika Trump yang keras terhadap Pyongyang -- termasuk mencemooh pemimpin Korut Kim Jong Un sebagai "Manusia Roket Kecil" -- menciptakan risiko perang yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
"Kekhawatiran saya adalah bahwa semua retorika yang memanas ini benar-benar mengubah keadaan," katanya.
Stavridis dan Flournoy melihat Kim sebagai pemimpin fundamental yang rasional, tujuan utamanya demi menjamin kelangsungan rezimnya dan kontrol pribadinya atas Korut.
Senjata nuklir, menurut Flournoy, adalah "Kartu As yang bisa dia mainkan jika ada konflik, agar Kim bisa mengatakan, 'Berhenti, Anda tidak akan bisa menggulingkan saya tanpa berisiko memicu perang nuklir.'"
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News