Bendera Amerika Serikat dan Kuba. (AFP)
Bendera Amerika Serikat dan Kuba. (AFP)

Donald Trump Kembalikan Status Kuba Sebagai Negara Terorisme

Riza Aslam Khaeron • 21 Januari 2025 12:58
Washington D.C.: Pada Senin, 20 Januari 2025, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menandatangani perintah eksekutif yang mengembalikan status Kuba sebagai negara sponsor terorisme.
 
Langkah ini membatalkan keputusan Mantan Presiden AS Joe Biden pada minggu sebelumnya, yang sempat mencabut status tersebut sebagai bagian dari kesepakatan yang dimediasi oleh Vatikan untuk membebaskan tahanan politik di Kuba.
 
Menurut laporan dari CBS Miami, Trump menyatakan bahwa keputusan ini adalah langkah untuk "melindungi keamanan nasional Amerika dan menekan rezim Kuba agar menghentikan dukungannya terhadap aktor-aktor teroris."

Ia menambahkan bahwa "Amerika Serikat tidak akan mentoleransi rezim yang secara aktif mendukung terorisme internasional."
 

Kenapa Kuba Sebelumnya Dianggap Negara Terorisme?

Kuba pertama kali ditetapkan sebagai negara sponsor terorisme pada tahun 1982 karena perannya dalam menyediakan dukungan kepada kelompok-kelompok gerilya dan individu yang terlibat dalam terorisme.
 
Menurut laporan Departemen Luar Negeri AS, Kuba memberikan pelatihan, perlindungan, dan dukungan finansial kepada kelompok seperti ELN (Ejército de Liberación Nacional) dan FARC dari Kolombia.
 
Bahkan hingga tahun 2019, Kuba menolak permintaan Kolombia untuk mengekstradisi pemimpin ELN yang diduga terlibat dalam serangan bom di akademi polisi Bogotá yang menewaskan 22 orang.
 
Selain itu, rezim Kuba juga melindungi pelaku kejahatan terorisme domestik di AS, seperti Joanne Chesimard alias Assata Shakur, yang termasuk dalam daftar teroris paling dicari oleh FBI.
 
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa Kuba terus mempertahankan hubungan erat dengan negara-negara yang dianggap sponsor terorisme, seperti Iran dan Korea Utara.
 
Semua ini menjadi dasar penetapan Kuba sebagai negara sponsor terorisme selama beberapa dekade, meskipun status ini sempat dicabut pada tahun 2015 sebelum dikembalikan oleh Donald Trump pada tahun 2021 dan dicabut oleh Joe Biden awal tahun 2025.
 

Dampak Langsung pada Kebijakan AS-Kuba

Penetapan status ini memberikan konsekuensi signifikan bagi ekonomi Kuba. Dengan status tersebut, Kuba akan menghadapi larangan tambahan pada perdagangan dan investasi, serta pembatasan lebih lanjut dalam akses ke sistem keuangan internasional.
 
Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Rodríguez, menyebut langkah ini sebagai "alat politik koersif" yang dirancang untuk menghukum rakyat Kuba.
 
Rodríguez menegaskan bahwa Kuba tidak terlibat dalam kegiatan terorisme internasional dan langkah ini bertujuan untuk mengisolasi negara itu secara diplomatik dan ekonomi.
 

Tahanan Politik dan Kritik Terhadap Trump

Beberapa tahanan politik yang sempat dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan Vatikan, seperti Reyna Yacnara Barreto Batista, kini menghadapi ketidakpastian hukum.
 
"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini," ujar Barreto Batista, salah satu aktivis yang sebelumnya menjalani hukuman empat tahun atas tuduhan gangguan publik.
 
Langkah ini juga menuai kritik dari komunitas internasional, termasuk PBB, yang menyebut keputusan Trump sebagai "langkah mundur dalam hubungan internasional." Banyak negara menilai bahwa status ini lebih bernuansa politik daripada berbasis bukti.
 
Sekretaris Negara AS, Marco Rubio, mendukung penuh keputusan ini. "Rezim Kuba terus mendukung rezim otoriter lainnya dan memperburuk situasi hak asasi manusia di kawasan ini," ujarnya.
 
Rubio, yang merupakan senator asal Florida, telah lama menjadi pendukung kebijakan keras terhadap Kuba.
 
Baca Juga:
Trump Cabut Sanksi untuk Pemukim Israel di Palestina
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WAN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan