Serangan terjadi pada Minggu 20 Januari, di sebuah pangkalan milik MINUSMA -- misi PBB di Mali -- di Aguelhok. MINUSMA mengaku berhasil mengendalikan situasi usai membunuh sejumlah penyerang.
"Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) menyerukan kepada otoritas Mali serta sejumlah kelompok bersenjata yang telah menandatangani perjanjian damai untuk mengidentifikasi pelaku penyerangan, sehingga mereka dapat diseret ke jalur hukum secepat mungkin," ungkap pernyataan dari kantor Guterres di New York, Amerika Serikat, seperti dinukil dari laman UPI, Senin 21 Januari 2019.
Guterres juga mengatakan serangan terhadap penjaga perdamaian PBB dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang. Sikap serupa juga telah disampaikan beberapa anggota Dewan Keamanan PBB mengenai serangan di Mali.
Menurut Perwakilan Khusus PBB untuk Mali, Mahamat Saleh Annadif, "serangan pengecut ini mengilustrasikan tekad teroris untuk menebar kekacauan."
"Dengan tetap berkoordinasi dengan sejumlah mitra, MINUSMA akan bertindak proaktif dan tidak akan membiarkan aksi barbar ini berlanjut," tegas Annadif.
Dalam laporan media BBC, Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) -- grup terafiliasi al-Qaeda di Afrika utara -- mengklaim bertanggung jawab atas serangan terbaru di Mali.
MINUSMA adalah salah satu misi penjaga perdamaian paling berbahaya dalam sejarah PBB. Sebanyak 155 penjaga perdamaian di Mali tewas dalam berbagai serangan, sejak MINUMA dibentuk pada April 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News