Sepanjang hidupnya, ia berupaya menciptakan perdamaian antara Israel dan Palestina, meskipun menghadapi kritik keras, termasuk tuduhan antisemitisme. Berikut adalah rincian jasa dan dukungan Carter terhadap Palestina:
Camp David dan Kesepakatan Perdamaian Israel-Mesir
Sebagai Presiden AS ke-39, Carter memediasi Kesepakatan Camp David tahun 1978 yang menghasilkan perdamaian antara Mesir dan Israel.Perjanjian ini berhasil mengakhiri ancaman militer besar terhadap Israel dari Mesir, tetapi juga membuka jalan bagi pembahasan hak-hak Palestina.
Dalam perundingan ini, Carter menekankan pentingnya pengakuan hak-hak sah rakyat Palestina sebagai bagian dari solusi perdamaian jangka panjang.
“Hak-hak sah Palestina harus diakui untuk menciptakan perdamaian abadi di Timur Tengah,” ujarnya.
Namun, visi Carter mengenai Palestina sebagai bagian dari solusi perdamaian sering kali menghadapi resistensi dari pihak pro-Israel di AS.
Pernyataan seperti “hak-hak Palestina yang sah” bahkan sempat memicu boikot dari beberapa komunitas Yahudi di AS.
Buku Kontroversial: Palestine: Peace Not Apartheid
Pada tahun 2006, Carter menerbitkan buku berjudul Palestine: Peace Not Apartheid. Dalam buku ini, ia secara terang-terangan mengkritik kebijakan Israel terhadap Palestina, menggambarkannya sebagai bentuk apartheid.Buku ini memicu kontroversi besar, dengan banyak tuduhan antisemitisme diarahkan kepadanya. “Istilah ‘apartheid’ sangat akurat. Di wilayah Palestina, mereka sepenuhnya terpisah, bahkan lebih buruk daripada di Afrika Selatan,” jelas Carter dalam sebuah wawancara.
Meskipun menghadapi kritik, Carter menegaskan bahwa buku ini ditulis untuk memperingatkan Israel agar tidak jatuh ke dalam sistem penindasan permanen terhadap rakyat Palestina.
“Perdamaian hanya akan tercapai jika pemerintah Israel mematuhi hukum internasional dan mengakhiri sistem penindasan,” tulis Carter dalam bukunya.
Upaya Pengakuan Negara Palestina
Pada November 2016, menjelang akhir masa jabatan Presiden Barack Obama, Carter mendesak pemerintah AS untuk mengakui negara Palestina secara resmi.Ia menulis, “Pengakuan AS, keanggotaan di PBB, dan resolusi Dewan Keamanan yang berbasis pada hukum internasional akan menjadi dasar diplomasi masa depan.”
Meskipun usulan ini tidak terlaksana, langkah ini menunjukkan dedikasi Carter terhadap penyelesaian konflik berdasarkan keadilan.
Dialog dengan Hamas dan Fatah
Melalui Carter Center yang didirikannya, Carter memfasilitasi dialog antara faksi-faksi Palestina, termasuk Hamas dan Fatah.Ia percaya bahwa solusi damai membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk yang dianggap kontroversial. Carter juga berupaya menyembuhkan perpecahan antara Hamas dan Fatah, meskipun upaya ini tidak sepenuhnya berhasil.
Warisan Carter bagi Palestina
Jimmy Carter adalah pemimpin yang tidak takut untuk mengambil risiko demi menciptakan perdamaian. Dalam wawancara dan tulisannya, ia konsisten menekankan bahwa perdamaian hanya bisa tercapai jika semua pihak mematuhi hukum internasional.Ia menulis, “Perdamaian akan tercapai hanya ketika pemerintah Israel bersedia mematuhi hukum internasional dan mengakhiri sistem penindasan serta kekerasan yang terus berlangsung.”
Warisan Carter dalam mendukung Palestina adalah cerminan dari keberanian, integritas, dan dedikasinya untuk keadilan global.
Meskipun sering kali disalahpahami dan dikritik, ia tetap menjadi simbol perjuangan untuk perdamaian yang adil di Timur Tengah.
Baca Juga:
Profil Jimmy Carter, Mantan Presiden AS Tutup Usia di Umur 100 Tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News