Pengakuan ini disampaikan di pengadilan federal Amerika Serikat pada Rabu, 8 Januari 2025. Kasus ini menyoroti jaringan kriminal internasional yang menghubungkan perdagangan narkotika, senjata, dan material nuklir.
"Seperti yang diakuinya di pengadilan federal hari ini, Takeshi Ebisawa dengan berani memperdagangkan bahan nuklir, termasuk plutonium berkualitas senjata, dari Myanmar," kata jaksa Edward Kim.
Selain bahan nuklir, Ebisawa juga mengupayakan pengiriman heroin dan metamfetamin ke Amerika Serikat sebagai bagian dari kesepakatan senjata berat, termasuk rudal darat-ke-udara, untuk mendukung kelompok pemberontak di Myanmar.
Dalam operasi penjebakan, otoritas Thailand bekerja sama dengan agen rahasia AS untuk menyita dua bahan berwarna kuning yang dikenal sebagai "yellowcake."
"Laboratorium (AS) menentukan bahwa isotop plutonium yang ditemukan dalam sampel nuklir tersebut adalah berkualitas senjata," ungkap Departemen Kehakiman AS.
Salah satu rekan Ebisawa bahkan mengklaim memiliki lebih dari 2.000 kilogram thorium-232 dan 100 kilogram uranium dalam bentuk senyawa U3O8, yang biasa ditemukan dalam konsentrat uranium.
Ebisawa membanggakan aksesnya ke sejumlah besar bahan nuklir kepada seorang agen rahasia. Ia bahkan memberikan foto-foto material tersebut dengan alat pendeteksi radiasi Geiger untuk membuktikan keasliannya.
Menurut dakwaan, hasil penjualan bahan nuklir ini direncanakan untuk membiayai pembelian senjata bagi kelompok pemberontak di Myanmar.
Jaksa menggambarkan Ebisawa sebagai "pemimpin sindikat kejahatan terorganisir Yakuza, jaringan kriminal transnasional asal Jepang yang sangat terorganisir, dengan kegiatan termasuk perdagangan narkotika dan senjata dalam skala besar."
Jika terbukti bersalah, Ebisawa menghadapi hukuman hingga 20 tahun penjara atas tuduhan perdagangan internasional bahan nuklir. Vonis akhir akan ditentukan oleh hakim dalam sidang mendatang.
Baca Juga:
Bos Yakuza Jepang Didakwa AS Atas Perdagangan Senjata Nuklir
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News