"Dia bukan hanya simbol kebebasan pribadi tetapi juga karyanya dia bisa lahir di zaman ketika revolusi berlangsung. Di tahun 40-an sudah membuat karya yang individualistis," ungkap Happy saat ditemui awak media usai pementasan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (11/11/2017)
Ia menambahkan, puisi-puisi karya Chairil memiliki korelasi dan kontekstual yang sama saat dibaca berulang kali. Melalui pementasan ini, ia ingin kembali menghidupkan sastra melalui karya-karya Chairil.
Happy memang tidak mengangkat biografi Chairil untuk dipentaskan karena dirasa terlalu panjang dan tidak cukup jika hanya dikemas dalam waltu dua jam.

Happy Salma dan pemeran Perempuan Perempuan Chairil (Foto: Metrotvnews/Cecylia)
Ide cerita ini sendiri terinspirasi dari buku Hapsah Aspahani yang kaya akan informasi soal Chairil dan keempat perempuan yang mengisi kehidupan sang penyair.
"Kalau biografi rasanya terlalu panjang untuk dipentaskan di panggung. Beruntung saya dengan Agus Noor menemukan buku Hapsah Aspahani di mana dia banyak riset yang kita tidak harus dari nol lagi. Dari situ saya melihat pintu gerbang soal pengaruh perempuan- perempuan di sekitar dia yang menciptakan daya kesusasteraan seorang Chairil sebagai penyair," tukasnya.
Pentas teater ini berlangsung selama dua hari, 11 dan 12 November 2017 pukul 20.00 WIB di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Cerita dari sang penyair legendaris tersebut terinspirasi dari buku karya Hasan Aspahani berjudul Chairil. Happy Salma selaku produser dan Agus Noor sebagai sutradara kemudian membawanya ke dalam pentas teater dan dikemas dalam durasi waktu 2 jam. Acara ini didukung oleh Titimangsa Foundation dan Bakti Budaya Djarum Foundation.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News