Ariel Noah di IMUST 2025 ((Foto: Medcom/Ratu)
Ariel Noah di IMUST 2025 ((Foto: Medcom/Ratu)

Ariel Noah dan Piyu Padi Sepakat yang Bayar Royalti Bukan Penyanyi

Elang Riki Yanuar • 22 November 2025 21:31
Jakarta: Musisi sekaligus anggota Vibrasi Suara Indonesia (VISI) Ariel NOAH meluruskan perkara pembayaran lisensi musik yang sering disalahpahami sebagai “royalti” oleh masyarakat.
 
Ia menegaskan bahwa pihak penyelenggara yang harus membayar lisensi tersebut sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025. 
 
Ariel dan panelis lain seperti Adi Adrian, Piyu Padi, Ferry Dermawan juga setuju bahwa perlu diadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang hak lisensi musik kepada pencipta lagu.

Pada acara Indonesia Music Summit (IMUST), Taman Ismail Marzuki, Jakarta, mereka berkumpul untuk membahas tentang lisensi pertunjukan musik. Ariel yang mewakili VISI menegaskan pembayaran terkait izin pemakaian lagu.
 
“Kalau performing rights, yang kita pelajari dan berlaku di seluruh dunia, yang bayar memang bukan yang nyanyinya. Yang bayar itu orang yang punya kepentingan sama acaranya,” tuturnya.
 
Piyu, Gitaris Padi sekaligus perwakilan pencipta lagu di AKSI, juga menegaskan kewajiban bayar lisensi lewat aturan hukum yang berlaku. Ia pun menyebutkan bahwa setiap penyelenggara wajib membayar 2% dari total penjualan tiket atau 2% dari biaya produksi, jika bukan acara komersial. 
 
“Siapa yang bertanggung jawab untuk memberikan hak kepada para pencipta lagu itu memang ada aturannya. Permenkumham Nomor 27 tahun 2025 sudah clear, ya, Mas Ariel. Bahwa yang bertanggung jawab untuk bayar royalti adalah penyelenggara,” tegas Piyu.
Ketua AKSI ini juga menilai bahwa pembayaran hak cipta jangan dijadikan beban, melainkan sebagai bentuk apresiasi serta pengakuan karya kepada pencipta lagu. Hal ini juga penting dalam menghargai lisensi dari lagu tersebut.
 
Ferry Dermawan selaku pihak penyelenggara dari acara Joyland Sessions mengaku bahwa ia tidak pernah keberatan membayar 2% untuk penggunaan lisensi musik. Promotor Plainsong Live tersebut menegaskan bahwa edukasi tentang isu ini kepada para masyarakat dan penyelenggara acara di seluruh Indonesia penting. 
 
“Tapi sebagai promotor musik saya setuju dan enggak keberatan sama sekali dengan undang-undang yang berlaku 2% dari penjualan tiket,” katanya.
 
Dari sudut pandang audiens, musisi senior Candra Darusman turut memberikan pandangannya tentang diskursus ini. Menurutnya, perihal bayar-membayar sudah dijawab dari aturan yang disebut oleh Piyu. Ia pun bersimpati kepada promotor yang selalu menambal kekurangan biaya acara.
 
“Peraturan Nomor 27 Tahun 2025 itu sepertinya sudah memberikan benang merahnya dari apa yang mereka sebutkan tadi. Apa itu benang merahnya? Yaitu bahwa yang bertanggung jawab untuk membayar lisensi atau royalti adalah penyelenggara. Yang kedua adalah memang betul bahwa kita tidak bisa membebankan seluruhnya di depan kepada promotor. Itu tidak fair,” ucapnya.
 
Permasalahan yang ditangkap oleh musisi berusia 68 tahun itu adalah bagaimana pihak penyelenggara cenderung tidak mau membayar lisensi musik. Hal ini berujung pada para pencipta lagu yang merasa kurang dihargai sementara musisi-musisi semakin kaya.
Ariel NOAH pun mendorong edukasi penggunaan lisensi musik kepada masyarakat lewat sosialisasi. Ia mengaku bagaimana permasalahan ini bermula dari sosialisasi yang tidak merata kepada masyarakat sehingga mereka tidak bisa membedakan royalti dan lisensi. 
 
“Sosialisasi seribu kali tapi kalau yang tahu cuman lima orang berarti enggak tepat, kan… Jadi memang sosialisasi itu penting banget dan itu yang akar pertama ya,” tutur Ariel.
 
Di kesempatan ini juga, vokalis itu menjabarkan bahwa yang sedang dipermasalahkan adalah lisensi, bukan royalti, sehingga ia dan beberapa kawan musisi sering meluruskannya dengan istilah performing rights. Performing rights merupakan hak eksklusif yang dimiliki para pencipta lagu serta penerbit untuk mendapatkan kompensasi atas musik yang ditampilkan. 
 
Dari sisi penyelenggara, Ferry Dermawan juga mendorong para penyelenggara, baik acara berskala masif atau intim, untuk membayar persenan kecil untuk lisensi musik di pertunjukan mereka. Sama seperti Ariel, ia juga mendorong adanya kesadaran publik untuk menghargai para pencipta lagu.
“Tapi, mungkin permasalahan utama buat saya dan teman-teman promotor, tuh, ada di edukasi sama kesadaran publik. Ketika edukasinya sudah lebih luas dan pemahaman publik terhadap esensi pertunjukan musik ini (berkembang), mungkin (pembayaran lisensi) bukan sesuatu yang berat,” ungkapnya.
 
(Nyimas Ratu Intan Harleysha)
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ELG)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan