Penampilan Pepe Pepe Baine dari Sanggar Siradjuddin dalam IMEX 2023 (Foto: dok. IMEX)
Penampilan Pepe Pepe Baine dari Sanggar Siradjuddin dalam IMEX 2023 (Foto: dok. IMEX)

Mengenal Tarian Api Berusia Ratusan Tahun dari Sulawesi Selatan, Terinspirasi Nabi Ibrahim

Agustinus Shindu Alpito • 23 September 2023 08:18
Ubud: Indonesian Music Expo (IMEX) digelar untuk keempat kalinya, pada 21-24 September 2023, di Puri Lukisan Ubud, Bali. Sebanyak 12 penampil dari Sumatra, Jakarta, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, menjadi representasi keberagaman musik berbasis seni tradisi di Indonesia. 
 
IMEX sendiri merupakan festival musik yang mengedepankan musik berakar seni tradisi dan budaya atau lebih populer disebut dengan istilah world music. Tak hanya menyajikan penampilan musik, festival ini juga mempertemukan para stakeholder dalam ekosistem komunitas world music global. Para penonton dapat berdiskusi langsung dengan para artis melalui forum, dan juga bertemu dengan pelaku industri world music.
 
Pada gelaran tahun ini, salah satu penampil yang membawa narasi sejarah menarik adalah Pepe Pepe Baine dari Gowa, Sulawesi Selatan. 

Mengenal Tarian Api Berusia Ratusan Tahun dari Sulawesi Selatan, Terinspirasi Nabi Ibrahim
(Para penari tanpa ada rasa takut bermain dengan lidah api. Foto: dok. IMEX)
 

Pepe Pepe Baine merupakan seni tari api yang dilakukan oleh perempuan. Dipersembahkan oleh Sanggar Siradjuddin, Pepe Pepe Baine adalah pengembangan dari tradisi Pepe Pepeka Ri Makka yang sudah berkembang sejak abad ke-15. Pepe Pepeka Ri Makka juga merupakan seni tari api, tetapi dilakukan oleh para laki-laki. Sanggar Siradjuddin kemudian melakukan eksplorasi dengan melibatkan para perempuan sebagai penari api sejak 1999 dengan nama pertunjukan Pepe Pepe Baine.
 
"Pepe" dalam bahasa Makassar berarti "api," sedangkan "pepe pepe" artinya bermain api. "Baine" artinya perempuan. Awalnya, tarian api ini digunakan sebagai medium dakwah oleh Syekh Yusuf Al Makassari. Para penari yang lebih dulu berdoa dengan membaca Al-Quran membuktikan bahwa iman mereka telah menyelamatkan mereka meski tubuh dibakar.
 
Pertunjukan tari ini memang ekstrem. Sekelompok penari akan membawa obor yang diayun-ayunkan dalam koreografi yang energik. Mereka meliuk-liuk dan sesekali mengarahkan lidah-lidah api pada tubuh. Pertunjukan semakin menarik kala penari mengajak penonton untuk menjadi "korban" jilatan api obor. Uniknya, para penari dan penonton yang menjajal lidah api diarahkan ke tubuh itu tidak merasa panas. Keselamatan dari jilatan api itu menjadi simbol kedekatan pada Tuhan, dan yakin pada perlindungan yang diberikan Tuhan. Filosofi ini menjadi satu pedoman hidup tersendiri bagi masyarakat Gowa.
 
"Tarian ini menceritakan manusia kebal dari api yang terinspirasi dari kisah Nabi Ibrahim, dibakar dan tidak mempan oleh api. Jadi, sebelum perform mereka berdoa dengan bacaan-bacaan dari Al-Quran. Jadi, ini bukan ilmu hitam," kata Awart dari Sanggar Siradjuddin kepada Medcom.id.
 
Mengenal Tarian Api Berusia Ratusan Tahun dari Sulawesi Selatan, Terinspirasi Nabi Ibrahim
(Pemusik mengiringi penari api dengan memainkan instrumen-instrumen tradisional. Foto: IMEX)
 
Musik pengiring Pepe Pepe Baine sendiri terdiri dari beberapa instrumen tradisional, yaitu ganrang (gendang), dengkang (gong), pui' pui' (alat tiup khas Makassar terbuat dari kayu dengan daun lontar sebagai sumber bunyi), kannong-kannong, gambusu' (gambus), dan rebana. Kemudian vokal menjadi pelengkap utama yang melantunkan nasihat tentang kebajikan.
 
Syekh Yusuf al-Makassari
 
Tarian Pepe Pepe Baine dan Pepe Pepeka Ri Makka masih lestari di Gowa. Namun, tarian ini turut meninggalkan kisah memilukan mengingat nasib Syekh Yusuf yang diperlakukan semena-mena oleh penjajah Belanda.
 
Syekh Yusuf meninggal di Afrika Selatan, pada 22 Mei 1699. Sang panutan diasingkan karena melawan kolonialisme Belanda di Sulawesi. Meski diasingkan ke tempat yang berbeda secara bahasa, kultur, budaya, dan segala macamnya, Syekh Yusuf tetap menjadi panutan masyarakat Afrika. Bahkan sosoknya dikultuskan di sana.
 
Awalnya, Syekh Yusuf dimakamkan di Afrika, di sebuah tempat yang diberi nama Macassar, Cape Town, Afrika Selatan. Nama ini adalah bukti nyata bagaimana Syekh Yusuf sangat dihormati di sana. Kemudian pada tahun 1705 jasad Syekh Yusuf dipulangkan ke Gowa, Sulawesi Selatan, untuk dikebumikan di sana.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan