Endah Widiastuti (kanan) dan Rhesa Aditya (kiri) (Foto: Instagram @endahnrhesa, kredit @kwetiausayur @naladay.cc)
Endah Widiastuti (kanan) dan Rhesa Aditya (kiri) (Foto: Instagram @endahnrhesa, kredit @kwetiausayur @naladay.cc)

Endah N Rhesa: Naskah Akademik RUU Permusikan Harus Dibuat Ulang

Purba Wirastama • 07 Februari 2019 17:49
Jakarta: Endah Widiastuti, penyanyi dan pencipta lagu dalam duo Endah N Rhesa, menilai bahwa RUU Permusikan sudah cacat sejak naskah akademik. Dalam kasus ini, naskah akademik adalah kajian tertulis Badan Keahlian DPR yang menjadi landasan dasar penyusunan RUU.
 
"Saya sudah membaca naskah akademisnya. Sama seperti kata Rara Sekar, saya melihat bahwa naskah ini tidak mencakup kata 'permusikan' yang ada dalam judul RUU," kata Endah dalam diskusi di Cilandak, Rabu, 6 Februari 2019.
 
"Sara rasa ini tidak mencakup seluruhnya, kalau mau dibilang permusikan yang kita harapkan mencakup barat sampai timur, seperti kesejahteraan atau penghasilan. Naskah ini tidak mencakup itu semua," lanjutnya.

Atas pertimbangan itu, Endah sepakat dengan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTL RUUP). Mereka meminta DPR mencabut RUU ini dari program prioritas 2019 dan memperhatikan RUU lain yang lebih mendesak. 
 
Sebetulnya, nyaris seluruh praktisi musik yang bersuara menolak materi draf RUU Permusikan, terutama pasal yang mengekang kebebasan ekspresi dan mewajibkan sertifikasi. Namun sejumlah praktisi yakin upaya revisi bisa dilakukan.
 
Menurut Endah, upaya revisi akan percuma dan memboroskan uang negara jika naskah akademiknya tidak diganti.Bersama rekan-rekan KNTL RUUP, Endah ikut menyisir draf RUU Permusikan dan mendapati bahwa 50 dari total 54 pasal bermasalah. Empat pasal baik-baik saja, tetapi itu adalah aturan normatif soal undang-undangnya sendiri.
 
"Percuma (revisi), naskah akademiknya saja buruk," katanya. 
 
Dia menyarankan proses undang-undang ini dimulai dari awal, mulai dari penyerapan aspirasi dari seluruh perwakilan praktisi musik seluruh Indonesia, penentuan judul utama UU, hingga penyusunan naskah akademik atau "kitab sucinya" rancangan UU. Dengan begitu, perumusan UU bisa lebih tepat sasaran.
 
"Kalau misalnya ini dilanjutkan dengan – aduh maaf, saya sebenarnya tidak mau meragukan orang lain – dengan kompetensi orang yang menyusun rancangan undang-undang dan naskah akademik ini, apa ya kita percaya dan menyerahkan hidup kita kepada mereka?" ungkap Endah. 
 
"Kenapa ini harus ditolak? Ini harus dibuang dulu semua. Naskah akademik harus dibuat ulang," imbuhnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan