Namun tahun ini, perhatian tidak hanya tertuju pada merek-merek global yang sudah puluhan tahun menjadi pemain utama audio kelas dunia. Di antara puluhan ruang demo mewah, satu merek lokal justru mencuri perhatian: Traumakustik, brand loudspeaker buatan tangan asal Gading Serpong, Tangerang.
Bagi Indra Irawan Ramlan, pendiri sekaligus desainer Traumakustik, partisipasi di JIAVS bukan sekadar promosi produk. Ini soal kebanggaan. Dalam demo kali ini Traumakustik menghadirkan speaker premium yang dibanderol Rp360 juta. Tak perlu ditanya lagi soal bagaimana kualitasnya, speaker ini benar-benar menghadirkan suara dengan sangat detail dan separasi yang sempurna.
“Traumakustik ini loudspeaker high-end buatan Indonesia, mengandung 95% bahan yang dibuat di Indonesia,” ujar Indra dengan nada tegas. “Jadi saya bisa bilang benar-benar made in Indonesia. Makanya dengan bangga saya menempel bendera Indonesia di belakang loudspeaker saya.”
Ia menyadari, langkahnya tidak mudah. Dunia high-end audio selama ini didominasi merek global dengan sejarah panjang dan modal besar. Namun bagi Indra, hal itu justru menjadi tantangan sekaligus motivasi.
“Banyak pemainnya, dan itu justru bikin menantang. Bukan pesaing ya, tapi jadi pemacu semangat. Karena ini sesuatu yang membanggakan dan menarik untuk dibuktikan.”
Tak Ada Kompromi untuk Kualitas

(Speaker karya Traumakustik. Foto: Instagram @iheac.id)
Traumakustik berdiri di tengah dua arus besar industri audio: teknologi digital yang kian cepat, dan nostalgia terhadap suara analog yang hangat. Indra memilih berdiri di tengah. Menggabungkan riset akustik dengan sentuhan tangan manusia.
“Kalau bicara produk luar dengan nama besar, pasti harganya tinggi sekali,” katanya.
“Sementara kami, industri kecil yang memakai produk lokal, bisa menawarkan harga yang kompetitif tanpa mengorbankan kualitas.”
Menurut Indra, banyak komponen audio buatan Indonesia memiliki mutu yang sangat tinggi. Ia mencontohkan pabrikan seperti SB Acoustics di Surabaya yang memproduksi driver untuk merek-merek internasional.
“Komponen yang dibuat di Indonesia pun punya kualitas tinggi,” ujarnya. “Hasil akhir loudspeaker buatan sini juga patut diacungi jempol. Secara kualitas jangan diragukan.”
Baca Juga :
Musisi Asal Jaktim Tipu Klien Rp120 Juta: Diminta Bikin 60 Lagu Manual, Eh Ternyata Pakai AI
Ekosistem yang Mulai Terhubung
JIAVS 2025 menjadi wadah penting bagi pelaku lokal seperti Traumakustik untuk terhubung dengan audiophile, distributor, dan komunitas internasional. Menurut data IHEAC, pameran tahun ini menghadirkan lebih dari 70 exhibitor dari dalam dan luar negeri, termasuk merek yang berasal dari Jepang, Korea, Jerman, dan Amerika.
Namun di tengah gemerlap nama besar itu, ruang demo Traumakustik justru ramai didatangi pengunjung.
Sebagai brand artisan, Traumakustik mengandalkan riset jangka panjang. Setiap desain diuji melalui ratusan jam pendengaran langsung, bukan sekadar simulasi digital. Produk utamanya, Traumakustik Siwa, disebut Indra sebagai hasil eksperimen tiga tahun penuh. Memadukan driver buatan lokal, kabinet kayu Indonesia, dan penyesuaian ruang akustik yang presisi.
“Kami berangkat dari semangat eksperimentasi. Setiap detail harus kami dengarkan sendiri,” kata Indra. “Saya ingin speaker yang bukan hanya jernih, tapi punya karakter, punya jiwa.”
Tantangan: Branding dan Akses Pasar
Meski kualitasnya diakui banyak pengunjung, Indra menyadari bahwa jalan menuju pengakuan global masih panjang.
“Ini kerja besar, orang banyak, harus kerja bersama. Gak bisa satu-dua orang,” katanya.
“Harus ada peran komunitas, penggiat, produsen, dan juga pemerintah.”
Ia menilai, masih banyak brand lokal yang kesulitan ikut pameran besar karena biayanya tinggi. Padahal, kehadiran di ajang seperti JIAVS sangat penting untuk membangun reputasi dan memperluas pasar.
“Untuk bisa dikenalkan butuh branding, support, biaya, dan banyak hal. Kalau mau pameran di luar negeri seperti Singapura, Shanghai, atau Munich, effort-nya besar sekali,” ujarnya.
Bagi Indra, partisipasi di JIAVS bukan akhir, melainkan langkah awal menuju pengakuan yang lebih luas.
“Kami ingin dikenal, bukan karena murah, tapi karena kualitasnya,” katanya. “Kalau bisa, Indonesia jangan cuma jadi pasar, tapi juga produsen dan penentu tren.”
Ia berharap ada kolaborasi lebih erat antara komunitas, industri, dan pemerintah agar merek-merek lokal punya kesempatan tampil di pameran mancanegara.
“Kita punya banyak potensi, tapi perlu wadah dan dukungan. Kalau bisa ke depan, Indonesia jadi salah satu pusat audio di Asia.”
Baca Juga :
Lisa Mariana Jadi Tersangka Kasus Video Porno
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id