Potongan siniar Bisikan Rhoma (Foto: YouTube Rhoma Irama Official)
Potongan siniar Bisikan Rhoma (Foto: YouTube Rhoma Irama Official)

Rhoma Irama dan Piyu "Padi" Adu Argumen soal Royalti

Agustinus Shindu Alpito • 25 Juni 2025 10:50
Jakarta: Perdebatan soal hak cipta dan royalti kembali mencuat ke publik. Kali ini, melibatkan Raja Dangdut Rhoma Irama dan Piyu atau Satriyo Yudi Wahono, mantan gitaris band Padi yang kini menjabat sebagai Ketua Umum AKSI (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia).
 
Dalam podcast Bisikan Rhoma di kanal YouTube Rhoma Irama Official, keduanya terlibat diskusi sengit mengenai siapa yang seharusnya meminta izin saat membawakan lagu ciptaan orang lain.
 
Perdebatan mereka berpusat pada tafsir Pasal 23 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menyebut bahwa seseorang boleh menyanyikan lagu dalam pertunjukan tanpa izin dari pencipta, asalkan membayar royalti melalui lembaga resmi.
 
Baca juga: Melihat Hak Cipta dalam Konteks Musik Hari Ini

Awal perdebatan muncul saat Rhoma Irama menyinggung soal kewajiban izin menyanyikan lagu. Piyu merespons dengan mengutip pandangan ahli hukum yang mengatakan bahwa penggunaan lagu secara komersial tetap memerlukan prosedur legal tertentu.

"Berarti tadi kita ngomongin tentang melakukan pertunjukan," kata Piyu, menekankan tafsir hukum yang ia dapat.
 
Namun, Rhoma langsung menyanggah pernyataan tersebut.
 
"Anda salah tafsir ini," ujar Rhoma tegas.
 
Menurut Piyu, aturan tersebut tetap harus dipahami dalam konteks yang tepat. Ia menekankan bahwa pemahaman itu berasal dari para ahli hukum.
 
“Karena ini pemahaman yang saya dapat dari ahli-ahli hukum,” jelas Piyu.
 
Rhoma tak tinggal diam. Ia menyatakan bahwa dirinya juga paham hukum, dan menjelaskan bahwa pasal tersebut membedakan antara hak penyanyi untuk tampil dan kewajiban membayar royalti.
 
“Saya juga ahli hukum. Yang tadi kita baca itu, di bagian atas menyebut hak penyanyi untuk tidak direproduksi. Tapi di bagian bawah, penyanyi boleh menyanyikan lagu tanpa izin pencipta asal bayar ke LMKN. Itu beda,” jelas Rhoma.
 
Ia menegaskan bahwa frasa “setiap orang” dalam undang-undang juga mencakup penyanyi.
 
“Saya mau tanya, setiap orang itu penyanyi bukan orang? Orang kan? Berarti boleh dong,” kata Rhoma dengan nada tajam.
 
Piyu berupaya memperjelas definisi "orang" dalam konteks hukum. Namun, Rhoma tetap pada pendiriannya bahwa penyanyi termasuk dalam kategori “setiap orang.”
 
Baca juga: Memahami Pencipta Lagu dan Dari Mana Mereka Mendapatkan Uang

“Setiap orang dapat menggunakan ciptaan secara komersial dalam pertunjukan tanpa meminta izin kepada pencipta, dengan syarat membayar melalui lembaga yang ditunjuk,” kutip Piyu dari isi pasal.
 
Diskusi antara keduanya mencerminkan perbedaan sudut pandang soal penafsiran hukum dalam praktik industri musik.
 
Perdebatan ini terjadi di tengah sorotan yang lebih luas terhadap isu hak cipta di industri musik Indonesia. Belum lama ini, Agnez Mo dinyatakan bersalah atas pelanggaran hak cipta karena menyanyikan lagu “Bilang Saja” tanpa izin. Ia didenda Rp1,5 miliar oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Lagu tersebut diciptakan oleh Ari Bias.
 
Tak hanya itu, sebanyak 29 musisi Indonesia seperti Ariel NOAH, Raisa, Titi DJ, Judika, hingga Vina Panduwinata ikut menggugat Undang-Undang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi. Lewat gerakan Vibrasi Suara Indonesia (VISI), mereka menuntut kejelasan hukum atas hak penyanyi dalam menerima royalti dari performing rights atau hak pertunjukan.
 
Empat poin utama dalam gugatan mereka meliputi:
 
1. Apakah penyanyi harus meminta izin langsung kepada pencipta lagu?
 
2. Siapa yang berkewajiban membayar royalti performing rights?
 
3. Apakah boleh ada pihak lain yang memungut royalti selain LMKN?
 
4. Apakah pelanggaran pembayaran royalti masuk ranah pidana atau perdata?
 


 
(Nithania Septianingsih)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan