Imlek 2016

Menelusuri Makna Arsitektur Tiongkok (3)

Sobih AW Adnan • 18 Februari 2016 13:48
medcom.id, Cirebon: Pecinan yang tersebar di hampir semua kota dari Sabang sampai Merauke memiliki kesamaan geografis sejak awal kemunculan hingga perkembangannya. Paling mencolok ialah tidak jauh dari pantai atau pelabuhan dan pusat pemerintahan.
 
“Wilayah pesisir pantai merupakan akses utama transportasi pada masanya. Sementara kedekatan dengan pusat pemerintahan seperti keraton atau kerajaan adalah untuk mempermudah pemasaran produk-produk yang ditawarkan,” ujar pemerhati arsitektur dan kebudayaan Tionghoa, Jeremy Huang kepada Metrotvnews.com.
 
Di dalam perkembangannya, komunitas Tionghoa yang dikenal ulet mahir menata bangunan dan berniaga. Pada akhirnya ini menarik minat penguasa setempat untuk turut menorehkan kemampuannya dalam mendukung pembangunan pemerintah setempat. 
 
Tak jarang, beberapa kreasi dengan corak Tiongkok ditemukan dalam aset-aset keraton. “Terutama di Cirebon, banyak  kreasi bangunan yang merupakan paduan dari unsur Jawa, Islam dan Tiongkok,” sambung Jeremy.
 
Menelusuri Makna Arsitektur Tiongkok (3)
 
Selain turut memberikan pengaruh melalui kreasi arsitektur dan ornamen kerajaan setempat, komunitas Tionghoa di masa lampau juga gemar bertukar cinderamata sebagai simbol niat menjalin hubungan baik. Kerajinan yang paling sering dijadikan oleh-oleh berupa piring porselen, guci, maupun seni keramik lainnya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
 
“Seperti pada kisah rombongan Cheng Ho yang mendapati masalah keretakan bagian kapal ketika melintasi perairan Cirebon. Porselen yang merupakan hadiah untuk Syekh Nur Jati itu ada juga yang dijadikan sebagai bahan barter guna mencukupi kebutuhan hidup para awak kapal,” papar Jeremy.
 
Pada akhirnya, meskipun terkesan semacam kota di dalam kota, kampung pecinan mampu mendekatkan para penduduknya untuk berbaur dengan masyarakat setempat. Termasuk, keterkaitan dalam proses politik yang berlanjut hingga era kolonial.

“Banyak orang Tionghoa yang diberi gelar bangsawan oleh raja-raja di Jawa dan dinikahkan dengan putri kraton. Sebaliknya banyak juga putri Tionghoa yang dijadikan istri atau selir oleh raja-raja Jawa,” tulis Benny G. Setiono,  dalam Tionghoa dalam Pusaran Politik.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan