Namun ada sesuatu yang menarik, yang merupakan bagian dari prosesi Jumenengan, yakni Tari Bedhoyo Ketawang.
Tari ini merupakan tarian sakral yang ditampilkan dalam situasi-situasi khusus dan resmi, seperti Jumenengan (hari peringatan ulangtahun tahta raja).
“Kalau dari segi nilai, tari itu menggambarkan tentang kearifan hidup, manusia lahir, menjalani kehidupan kemudian nanti kembali kepada Tuhan. Kalau dari dimensi budaya dia tidak bisa dipisahkan dari keberadaan Keraton Mataram karena leluhur bersepakat selama masih menjadi keraton ya tari itu harus dipagelarkan setahun sekali, ada atau tidak ada raja,” kata KPH Edhi Wirabumi di Sasana Sewaka.
Bedhoyo Ketawang merupakan tarian yang ditarikan oleh Sembilan orang penari. Hanya gadis yang masih suci dan dalam keadaan tidak haid yang bisa menarikan tarian ini tersebut. Saat Tingalan Jumenengan Dalem Paku Buwono XIII, tari ini dipentaskan di Sasana Sewaka dihadapan kerabat Keraton Surakarta.
Bedhoyo Ketawang sangat erat nilai historisnya dengan jaman kerajaan Mataram Islam, Bahkan menurut KPH Edhi Wirabumi, tarian ini sudah ada semenjak Panembahan Senopati, sebelum era Sultan Agung. Tarian ini mengandung nilai pelajaran hidup yang tinggi dari syair tembang pengiringnya dan menjadi pertunjukan yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id