Film karya Tonny Trimarsanto itu dimulai dengan adegan dua orang transgender yang sedang berbelanja di sebuah pasar tradisional. Mereka membeli kebutuhan makan sehari-hari seperti bumbu dan ikan.
Namun, seperti biasa, saat mereka berjalan banyak orang yang mengganggu mereka.
"Kenalan dong," "Oi, Banci!," ataupun "Dasar orang aneh!" adalah beberapa cibiran yang didapat kedua transgender itu dari orang-orang yang ada di pasar.
Mereka hanya lurus berjalan tanpa peduli seolah sudah biasa mendengar cibiran tersebut.
Film kemudian masuk ke dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hidup bersama-sama dalam sebuah salon kecantikan yang menjadi tempat tinggal, tempat berkumpul, sekaligus tempat mencari uang.
Layaknya sebuah asrama, mereka di sana hidup bersama-sama. Tak jarang pelanggan pun datang baik pria maupun perempuan. Namun, sesekali salon mereka juga diperiksa dan didatangi oleh polisi syariah.
Film dokumenter ini memperlihatkan bagaimana kehidupan para transgender yang ada di Kabupaten Bireut, Aceh. Bagaimana mereka berhubungan sehari-hari dengan tetangga, dengan pelanggan salon, dengan sesama transgender, dan bahkan dengan keluarga mereka.
Tidak sedikit di antara mereka yang dimarahi oleh keluarganya, dipukul oleh kakaknya. Yang juga menarik adalah bagaimana keluarga mereka bisa menerima keadaan mereka.
Kaum LGBT masih sering diberi label sebagai kriminal, meresahkan masyarakat, bahkan disamakan dengan pelacur. Persepsi generalisasi tersebut membuat banyak daerah membuat peraturan yang cenderung diskrimanatif.
Film dokumenter ini ditutup dengan percakapan para kelompok transgender yang tinggal bersama di salon kecantikan yang membicarakan tentang peraturan syariah Qanun Jinayah. Sebuah peraturan yang mendapat banyak kritik aktivis HAM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id