Saat berbincang dengan Metrotvnews.com di sebuah hotel di Jakarta, Rabu (16/7/2014), Lola sebenarnya tak setuju jika tema filmnya disebut berat. "Ini enggak berat kok. Temanya ada di kehidupan kita sehari-hari," katanya.
Dia mencontohkan, kasus korupsi, dan skandal seks sudah awam didengar dan dilihat di televisi, atau dibahas di jejaring sosial. "Saya hanya menangkap ide yang bertebaran di sekeliling kita," imbuhnya.
Lola sempat menunjukkan cuplikan film yang dibintangi Ray Sahetapy, Lukman Sardy, Teuku Rifnu Wikana, dan Gary Iskak tersebut. Jika dilihat sekilas, tokoh yang dihadirkan memang merepresentasikan tiga kelompok berbeda, yakni penguasa, pemuka agama, dan rakyat kecil.
Menariknya, Lola mengajak kita untuk mencermati skandal dan kasus itu bukan dari kacamata "ningrat", melainkan melalui tukang pijat yang diperankan oleh Teuku Rifnu. Semua tokoh jahat yang muncul di film tersebut ternyata punya satu kesamaan, yakni berlangganan di tukang pijat yang sama.
Pola cerita seperti ini mengingatkan pada film '7 Hati 7 Cinta 7 Wanita', di mana dalam satu titik semua tokoh pernah bersinggungan dengan Dokter Kartini yang diperankan secara apik oleh Jajang C Noer.
Dalam 'Negeri Tanpa Telinga', pola cerita tersebut jadi lebih menarik. Ibarat kejadian bom atom Hiroshima tahun 1945 dalam laporan jurnalistik legendaris John Hersey yang menghadirkan sudut pandang lima korban, yang semuanya adalah orang biasa.
Untuk menyukseskan film tersebut, Lola dan timnya berencana menggelar tur keliling kampus dan pusat-pusat kebudayaan di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News