Sutradara Paul Agusta, mengungkapkan bahwa meskipun berlatar budaya Tionghoa inti ceritanya tetap universal, dan juga bisa dimengerti oleh setiap penonton dengan mudah.
"Film ini menceritakan kisah cinta sepasang kekasih, yang kebetulan berasal dari keluarga Tionghoa. Namun, konflik yang mereka hadapi cukup relevan bagi siapa saja,” kata Paul dalam keterangan resmi yang diterima Medcom.id.
“Ada sisi emosional yang cukup kuat dalam film ini, tentang bagaimana kepercayaan leluhur bisa berbenturan dengan keinginan pribadi seseorang, ini membuat dilema yang bukan hanya tentang kengerian tetapi juga hal yang menyentuh hati," sambung Paul.
| baca juga: Film Pernikahan Arwah Sajikan Horor yang Kental Budaya Tionghoa |
Pemilihan tema ini bertujuan untuk memperkenalkan budaya Tionghoa kepada penonton, sekaligus memberikan pilihan tontonan yang lebih beragam, terutama dalam genre horor.
Lokasi syuting juga menjadi salah satu bagian penting dalam membangun atmosfer film ini. Hampir seluruh proses syuting dilakukan di Lasem, Jawa Tengah, sebuah kota yang dikenal dengan arsitektur dan, tradisi Tionghoa yang sangat kental.
Perlita Desiani, selaku produser Pernikahan Arwah (The Butterfly House) dan founder Relate Films menjelaskan Lasem dipilih sebagai lokasi utama karena keindahan serta keasliannya dalam merepresentasikan budaya Tionghoa di Indonesia.
“Kami ingin membawa nuansa yang autentik, sehingga suasana dalam film terasa lebih hidup dan mendukung cerita yang kami bangun. Selain itu, kami juga ingin mengangkat keunikan Lasem sebagai salah satu warisan budaya yang kaya akan sejarah,” ucap Perlita.
Film ini bukan hanya sekedar film horor biasa, didalamnya terkandung pesan-pesan seperti kesetiaan dan perjuangan cinta, hingga penghormatan terhadap tradisi keluarga.
Dibintangi oleh Morgan Oey, Zulfa Maharani, Jourdy Pranata, Brigitta Cynthia, dan Verdi Solaiman. Para pemainnya sangat antusias menyambut perilisan film ini, mereka yakin penonton akan relevan dengan film Pernikahan Arwah.
"Ada banyak orang yang mengalami situasi seperti Salim, karakter saya dalam film ini yang harus memilih antara keluarga atau pasangan," ungkap Morgan Oey.
Sementara itu, Zulfa Maharani menambahkan bahwa film ini juga menyoroti tentang makna cinta sejati.
"Bagaimanapun, cinta itu satu, jika terpisahkan oleh sesuatu, selalu ada cara untuk kembali. Film ini juga tentang perjuangan dalam sebuah hubungan," tutur Zulfa.
Selain Indonesia, Pernikahan Arwah (The Butterfly House) juga akan diputar di tujuh negara Asia lainnya, yaitu Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Myanmar, Laos, dan Brunei Darussalam.
Sinopsis Pernikahan Arwah
Pernikahan Arwah berkisah tentang sepasang calon suami istri, Salim dan Tasya, yang memutuskan untuk memindahkan proses foto pre wedding mereka ke rumah keluarga Salim setelah bibi Salim, satu-satunya keluarga sedarah Salim meninggal dunia.
Selain harus mengurus pemakaman bibinya, Salim ternyata harus melanjutkan ritual keluarganya untuk membakar dupa setiap hari di sebuah altar yang misterius atau nyawanya akan terancam.
Kehadiran mereka dan tim foto pre-wedding di rumah itu membuat arwah leluhur Salim yang meninggal di masa pendudukan Jepang muncul dan meneror mereka. Tasya tergerak untuk menguak misteri masa lalu dari keluarga Salim untuk bisa menenangkan arwah tersebut, sekaligus membebaskan calon suaminya dari kewajibannya agar mereka bisa pergi dari rumah itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id