Seribu Bayang Purnama merupakan karya terbaru dari sutradara Yahdi Jamhur yang terinspirasi dari kisah nyata keluarga petani. Film ini dibintangi oleh Marthino Lio, Givina Lukita Dewi, Agustinus Gusti Nugroho atau Nugie, Whani Darmawan, dan Aksara Dena.
baca juga:
|
Sinopsis Film Seribu Bayang Purnama
Putro Purnomo (Marthino Lio), seorang pemuda idealis yang kembali ke desa kelahirannya dengan sebuah misi mulia. Berbekal ilmu dan keyakinan, Putro bertekad memperkenalkan metode pertanian alami kepada para petani.Tujuannya sederhana namun revolusioner, yaitu membantu para petani mengurangi ketergantungan pada pupuk dan pestisida kimia yang mahal, sehingga dapat menekan biaya produksi sekaligus meningkatkan kualitas dan kuantitas panen secara berkelanjutan.
Namun, niat baik Putro tidak berjalan mulus. Ia segera berhadapan dengan penolakan keras dari keluarga rival lamanya, yang memiliki pengaruh kuat di desa dan merasa terancam dengan gagasan pertanian alami Putro. Konflik semakin memanas ketika rivalnya secara terbuka menantang Putro dalam sebuah kompetisi pertanian bergengsi, yang akan menjadi ajang pembuktian metode siapa yang paling unggul.
Di tengah sengitnya persaingan dan intrik desa, perjuangan Putro menjadi jauh lebih kompleks saat hatinya terpaut pada Ratih, putri dari keluarga rivalnya sendiri. Cinta yang tumbuh antara Putro dan Ratih menciptakan gejolak batin dan dilema moral yang mendalam.
Akankah Putro berhasil mewujudkan visinya dan memenangkan hati Ratih, ataukah bayang-bayang masa lalu dan konflik tak berujung akan menelan segalanya?
Sobat Medcom bisa menemukan jawabannya di bioskop karena film Seribu Bayang Purnama akan tayang mulai 3 Juli 2025. Namun sebelum itu, mari simak ulasannya di bawah ini.
Review Film Seribu Bayang Purnama
Konflik Pertanian: Alami vs. Pabrik
Film ini secara jelas menyoroti kontras antara petani yang memilih menggunakan pestisida pabrik dan mereka yang beralih ke metode alami. Konflik ini diperkuat melalui karakter Putro Purnomo yang gigih memperkenalkan pertanian alami, berhadapan dengan keluarga rival yang sebagian besar lebih memilih dengan pertanian hasil pabrik.
Realitas tersebut direpresentasikan dengan baik melalui interaksi antara karakter Dodit, sebagai pengguna pupuk dan pestisida buatan pabrik, dengan Putro yang membuatnya secara alami.
Keindahan Visual dan Tema Lingkungan
Seribu Bayang Purnama terlihat unggul dalam pengambilan gambar yang indah dan menyoroti keindahan alam pedesaan. Visual yang asri dan alami ini memberikan sensasi "segar" saat menonton.
Keindahan sinematografi yang ditampilkan juga secara tidak langsung menyadarkan penonton tentang pentingnya menjaga alam sekitar.
Selain itu, ada beberapa dialog secara tersirat mengajarkan para penonton untuk menghargai usaha para petani.
Dinamika Keluarga dan Sosial
Film ini juga menyoroti hubungan keluarga yang kompleks, khususnya antara seorang anak yang kembali ke desa untuk membantu ayahnya. Terlihat bagaimana pada awalnya hubungan anak dan ayah ini renggang karena Putro memilih kerja di perkotaan dibandingkan mengurus lahan keluarga.
Ada juga konflik keluarga yang timbul setelah Ratih mulai sejalan dengan gaya Putro dalam menggunakan pupuk dan pestisida alami. Bedanya pandangan dengan keluarganya pun menjadi konflik yang tak bisa terhindarkan. Apalagi ditambah dengan kedekatan Putro dan Ratih.
Unsur Humor dan Romansa
Film ini tidak hanya berfokus pada drama. Ada unsur humor yang cukup ngena dan bikin ketawa, membuat pengalaman menonton lebih menyenangkan. Selain itu, romansa antara Putro dan Ratih menjadi salah satu bumbu utama yang memperkaya cerita dan menambah daya tarik emosional.
Para penonton disarankan untuk tidak langsung keluar dari studio bioskop setelah film berakhir. Pasalnya, ada post-credit scene yang menampilkan behind the scene atau percakapan antara Ratih dan Putro yang menarik untuk disaksikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News