Ilustrasi: Kakbah dan Kota Mekah/ AFP Photo/Karim Shahib
Ilustrasi: Kakbah dan Kota Mekah/ AFP Photo/Karim Shahib

Sisi Lain Sejarah Kakbah dan Kota Makkah

Haji Haji 2019
Sobih AW Adnan • 09 Juli 2019 12:18
Jakarta: Makkah Al Mukarramah, kota kunci dalam sejarah perkembangan Islam di dunia.
 
Di kota ini, Masjidil Haram begitu megah berdiri. Ada pula bangunan suci berbentuk kubus bernama kakbah, poros kiblat dan tempat umat Islam menunaikan rukun kelima.
 
Sebagai kota kelahirannya, Rasulullah Muhammad Saw amat mencintai Makkah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Hibban, Nabi bersabda;

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


"Alangkah baiknya engkau (Makkah) sebagai sebuah negeri. Dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu."
 
Baca: Mengenang Haji Jalur Laut
 
Makkah, bukan kota baru. Ia memiliki sejarah cukup panjang yang menyimpan banyak cerita dari masa ke masa.
 
Bermula dari lembah tandus
 
Mulanya sekadar tempat singgah bagi para pejalan yang melintasi Jazirah Arab. Makkah, tidak berpenghuni. Tak adanya sumber air yang layak, membuat orang-orang enggan berada lebih lama di lembah tandus itu.
 
Dalam Mecca the Blessed, Medina the Radiant: The Holiest Cities of Islam (2013), Seyyed Hossein Nasr menyebut bangsa Arab sudah gemar mengarungi gurun sejak 1000 SM.
 
"Mereka berjalan menggunakan unta sambil membangun kawasan hunian seperti Aram dan Ebirin di utara Jazirah," tulis Nasr.
 
Setelah sekian lama cuma jadi tempat mampir, baru kemudian seorang perempuan bernama Siti Hajar menjadi penghuni pertama Kota Mekkah. Tentu, setelah ia dan putranya yang masih kecil, Ismail berhasil menemukan sumber air bernama zamzam.
 
Siti Hajar merupakan istri Nabi Ibrahim As. Usai keberhasilannya menemukan zamzam, barulah Makkah memiliki daya tarik. Air, dalam budaya masyarakat gurun waktu itu dianggap jauh lebih menggiurkan dibanding berlian yang tergeletak di atas pasir.
 
Guru Besar Sejarah Islam di 'Ain Shams University, Kairo, Mesir, Ali Husni Al Kharbuthli, dalam Tarikh Ka'bah (2004) menuliskan, suku pertama yang bersikeras turut tinggal di tanah Makkah bernama kabilah Jurhum.
 
"Kabilah Jurhum yang sering melewati lembah itu datang dan meminta izin kepada Hajar untuk tinggal bersama. Siti Hajar pun mengizinkan," tulis Ali.
 
Makkah, makin hidup dengan kedatangan keluarga dari suku yang cukup tua itu. Setelah Nabi Ismail tumbuh dewasa dan Ibrahim pulang dari Palestina, keduanya mendapatkan perintah dari Allah Swt untuk mendirikan kakbah di atas pondasi yang sudah ditentukan.
 
Makkah pun makin diminati. Suku-suku lain datang menyusul inisiatif Jurhum.
 
Penyucian kakbah
 
Beberapa puluh dekade kemudian, Makkah kian ramai namun diiringi risiko kesucian kakbah jadi terancam.
 
Bangunan yang semula dipersembahkan untuk ibadah para hunafa, yakni penganut ajaran tauhid warisan Nabi Ibrahim, mulai dikotori dengan penyertaan berhala di dalam dan di luar bangunan suci itu.
 
Hossein Nasr mengatakan, peristiwa ini yang pada akhirnya membuat penganut kepercayaan Nabi Ibrahim, termasuk umat Yahudi saat itu enggan mengunjungi kakbah lagi.
 
"Meski tidak ada perubahan bangunan secara fisik," tulis Nasr masih dalam buku yang sama.
 
Kakbah yang "ternoda", menjadikan bangsa Khuzuah berkepentingan untuk kembali membersihkannya dari keberadaan berhala. Suku keturunan Nabi Ismail itu mengusir dan memerangi suku-suku pembawa berhala, termasuk kabilah Jurhum.
 
"Sekitar abad ke-5 Masehi, hadir pula suku bangsa Ismailiyah lainnya, yakni Quraisy. Suku yang melahirkan Nabi Muhammad Saw," tulis Nasr.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(SBH)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif