YOUR FASHION
Asal Usul Pakaian Adat Betawi dan Ragam Jenisnya yang Menarik untuk Diketahui
Yuni Yuli Yanti
Jumat 20 Juni 2025 / 08:00
Jakarta: Sejarah pakaian adat Betawi berawal dari abad ke-15, saat masyarakat Batavia mulai mengenal pakaian tradisional. Pada masa kolonial Belanda, pakaian adat ini berkembang sebagai bagian dari politik pecah-belah, di mana Belanda mencoba menciptakan jarak antara pegawai pribumi dengan masyarakat umum.
Contohnya, para pejabat mandor diberikan pakaian dinas khusus berupa baju lengan panjang dengan kerah, celana panjang, dan penutup kepala seperti liskol (sejenis blangkon).
Seiring waktu, pakaian dinas tersebut diadaptasi menjadi pakaian adat yang dikenal sebagai Abang Jakarta.
Kehadiran berbagai bangsa dari beragam etnis di Batavia, termasuk etnis Tionghoa, Arab, dan Melayu, juga turut memperkaya budaya dan pakaian adat Betawi. Hal ini terlihat dari motif, model, ornamen, dan corak pakaian adat Betawi yang beragam.
Misalnya, masyarakat Betawi mulai mengenakan kebaya, yang memiliki kemiripan dengan busana orang Jawa dan Sunda pada abad ke-19.
Tak sampai di situ, melansir dari Knitto, pakaian sadariah yang dikenakan oleh laki-laki Betawi juga mendapatkan pengaruh dari busana tradisional Sunda. Bahkan, pakaian pengantin sunat Betawi pun banyak terinspirasi oleh gaya pakaian Arab dan Tionghoa.
Berikut jenis-jenis baju adat Betawi yang umum dikenakan masyarakat di beberapa acara, termasuk saat HUT Jakarta!
Untuk bawahannya, Kebaya Encim kerap dipadukan dengan kain bermotif seperti tumpal pucuk rebung, atau pagi sore (bunga floral). Kebaya ini merupakan hasil akulturasi tiga budaya, yakni Tionghoa, Jawa, dan Arab.
Warna-warna gelap seperti hitam biasanya mendominasi, karena melambangkan kewibawaan dan kehormatan. Sebagai pelengkap, pria Betawi biasanya mengenakan sepatu pantofel, peci, dan aksesori bros rantai benggol yang disematkan pada jas bagian dada.
Mengutip dari laman Gramedia Blog, baju Sadaria biasanya dipadankan dengan dua pilihan celana. Yakni, celana bahan yang panjang berwarna gelap atau celana panjang komprang dengan motif batik.
Sebagai pelengkap, para pria Betawi menggunakan kopiah (peci) berwarna hitam polos sebagai penutup kepala. Kemudian, terdapat kain sarung yang dilipat (cukin) digantungkan di leher yang biasanya dipegang dengan kedua tangan saat sesi foto. Tujuan pemakaian cukin untuk dijadikan sarung atau sajadah saat melakukan ibadah salat, senjata atau alat untuk melawan penjahat yang ditemui.
Terdiri dari satu setel yakni atasan tikim dan celana pangsi berwarna merah biru, atau hitam, pakaian adat Betawi pria ini mulanya kerap dipakai oleh jawara atau pendekar.
Tikim memiliki model leher bulat dengan lengan panjang, serta ukurannya lebih longgar dibanding tubuh pemakainya. Ini bertujuan untuk memberikan kebebasan bergerak. Sementara, celana pangsi yang juga longgar dengan ikat pinggang lebar. Dalam tradisi, para pendekar sering kali mengenakan kaos putih polos di dalam baju tikim dan membawa kain sarung yang dililitkan di leher.
Meskipun pakaian ini dulunya dikenakan oleh pendekar, kini baju tikim dan celana pangsi juga digunakan dalam berbagai acara seni dan budaya, seperti pertunjukkan Palang Pintu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)
Contohnya, para pejabat mandor diberikan pakaian dinas khusus berupa baju lengan panjang dengan kerah, celana panjang, dan penutup kepala seperti liskol (sejenis blangkon).
Seiring waktu, pakaian dinas tersebut diadaptasi menjadi pakaian adat yang dikenal sebagai Abang Jakarta.
Kehadiran berbagai bangsa dari beragam etnis di Batavia, termasuk etnis Tionghoa, Arab, dan Melayu, juga turut memperkaya budaya dan pakaian adat Betawi. Hal ini terlihat dari motif, model, ornamen, dan corak pakaian adat Betawi yang beragam.
Misalnya, masyarakat Betawi mulai mengenakan kebaya, yang memiliki kemiripan dengan busana orang Jawa dan Sunda pada abad ke-19.
Tak sampai di situ, melansir dari Knitto, pakaian sadariah yang dikenakan oleh laki-laki Betawi juga mendapatkan pengaruh dari busana tradisional Sunda. Bahkan, pakaian pengantin sunat Betawi pun banyak terinspirasi oleh gaya pakaian Arab dan Tionghoa.
Ragam baju adat Betawi pria dan wanita
Bisa dikatakan, baju adat Betawi adalah cerminan perpaduan berbagai kebudayaan, termasuk Jawa, Sunda, Islam, Tionghoa, dan Melayu, yang membentuk identitas khas masyarakat Betawi hingga kini.Berikut jenis-jenis baju adat Betawi yang umum dikenakan masyarakat di beberapa acara, termasuk saat HUT Jakarta!
1. Kebaya Encim
Merupakan salah satu pakaian adat Betawi wanita yang sering dikenakan pada perayaan HUT Jakarta. Kebaya Encim dirancang dari kombinasi bahan brokat buatan Eropa, lalu ditutup dengan bordiran yang variasinya berbeda-beda. Ukuran kebayanya pun agak pendek dan meruncing di bagian depannya. Sementara, pada bagian lengan kebaya dibuat melebar.Untuk bawahannya, Kebaya Encim kerap dipadukan dengan kain bermotif seperti tumpal pucuk rebung, atau pagi sore (bunga floral). Kebaya ini merupakan hasil akulturasi tiga budaya, yakni Tionghoa, Jawa, dan Arab.
2. Baju Demang
Merupakan baju adat pria Betawi yang sering digunakan oleh para bangsawan atau tokoh masyarakat pada masa lalu. Pakaian ini terkesan lebih formal, karena dilengkapi dengan potongan jas yang umumnya dipadukan dengan kain batik yang dililitkan di pinggang, serta penutup kepala berupa blangkon atau liskol.Warna-warna gelap seperti hitam biasanya mendominasi, karena melambangkan kewibawaan dan kehormatan. Sebagai pelengkap, pria Betawi biasanya mengenakan sepatu pantofel, peci, dan aksesori bros rantai benggol yang disematkan pada jas bagian dada.
3. Baju Sadaria
Merupakan baju koko yang berkerah Shanghai (kerah tertutup) setinggi 3-4 cm. Umumnya, pakaian ini berwarna putih dan berlengan panjang. Jika dilihat dari sejarah, baju sadaria banyak terinspirasi oleh budaya China yang para lelakinya kerap mengenakan baju koko.Mengutip dari laman Gramedia Blog, baju Sadaria biasanya dipadankan dengan dua pilihan celana. Yakni, celana bahan yang panjang berwarna gelap atau celana panjang komprang dengan motif batik.
Sebagai pelengkap, para pria Betawi menggunakan kopiah (peci) berwarna hitam polos sebagai penutup kepala. Kemudian, terdapat kain sarung yang dilipat (cukin) digantungkan di leher yang biasanya dipegang dengan kedua tangan saat sesi foto. Tujuan pemakaian cukin untuk dijadikan sarung atau sajadah saat melakukan ibadah salat, senjata atau alat untuk melawan penjahat yang ditemui.
4. Baju Pangsi
Seperti baju sadariah, baju ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Tiongkok.Terdiri dari satu setel yakni atasan tikim dan celana pangsi berwarna merah biru, atau hitam, pakaian adat Betawi pria ini mulanya kerap dipakai oleh jawara atau pendekar.
Tikim memiliki model leher bulat dengan lengan panjang, serta ukurannya lebih longgar dibanding tubuh pemakainya. Ini bertujuan untuk memberikan kebebasan bergerak. Sementara, celana pangsi yang juga longgar dengan ikat pinggang lebar. Dalam tradisi, para pendekar sering kali mengenakan kaos putih polos di dalam baju tikim dan membawa kain sarung yang dililitkan di leher.
Meskipun pakaian ini dulunya dikenakan oleh pendekar, kini baju tikim dan celana pangsi juga digunakan dalam berbagai acara seni dan budaya, seperti pertunjukkan Palang Pintu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)