WISATA
Ini 3 Program Pendampingan Pengelolaan Sampah di Destinasi Wisata Indonesia
Medcom
Jumat 26 Mei 2023 / 10:13
Jakarta: Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Timbulan sampah pada 2020 saja telah mencapai 67,8 juta ton per tahun, dan diperkirakan akan meningkat 5% setiap tahunnya. Parahnya, 15% dari jumlah tersebut merupakan sampah plastik.
Menanggapi tantangan ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan sejumlah inisiatif menuju Indonesia Bebas Sampah 2025. Namun masih diperlukan aksi nyata dari semua pihak dalam rantai nilai sampah untuk turut mengurangi volume sampah.
Untuk itu, Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), organisasi non-profit yang didirikan oleh grup GoTo, mendukung inisiatif dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf RI) dalam pengelolaan sampah di destinasi wisata Tanah Air.
Dukungan ini diberikan melalui inisiatif Catalyst Changemaker Ecosystem (CCE) gelombang kedua. Dukungan ini berupaya membantu menyelesaikan permasalahan sampah melalui penerapan ekonomi sirkular di Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba.
Monica Oudang, Chairperson Yayasan Anak Bangsa Bisa menyatakan bahwa, YABB mengambil peran dan aksi untuk mendukung program pendampingan pengelolaan sampah di destinasi wisata Indonesia.
"Lewat CCE, kami berkomitmen untuk membantu agenda Pemerintah Indonesia dalam mencapai 30% pengurangan dan 70% penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, serta penanganan timbulan sampah lautan pada 2025," ungkap Monica.
Melalui kolaborasi dengan para pembuat dampak, YABB bakal menerapkan solusi inovatif berbasis ekosistem untuk mempercepat transisi ekonomi sirkular menuju Indonesia bebas sampah. Monica menambahkan, YABB mengidentifikasi sebuah pelajaran penting, yaitu solusi temporer dan upaya yang berjalan sendiri-sendiri tidak akan cukup untuk menghasilkan perubahan jangka panjang.

Penandatanganan MoU antara YABB dan Kemenparekraf. Dok. Ist
"Untuk itu, kami terus berupaya untuk merancang inisiatif yang mendukung agenda pemerintah melalui tiga kegiatan utama CCE, yaitu Link Up (bersatu), Sync Up (melebur), dan Scale Up (berkembang)," terang Monica.
Pada kesempatan ini, YABB akan bekerja sama dengan Kemenparekraf RI dalam lingkup pertukaran data dan informasi. Nantinya, dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan sampah di tiga daerah wisata.
Selain itu, bersama dengan kelompok changemakers (pembawa perubahan) yang terpilih, YABB akan mengimplementasikan solusi inovatif melalui proyek percontohan di Bali, Labuan Bajo dan Danau Toba. Pada pelaksanaannya, YABB akan berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait seperti Badan Otorita Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup Daerah, Dinas Pariwisata Daerah, Dinas Pekerjaan Umum Daerah, Penyedia Jasa Pengelolaan Sampah, dan Pengelola Destinasi Wisata Bahari.
Fransiskus Xaverius Teguh, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf mengapresiasi upaya YABB atas dukungannya terhadap program pengelolaan semua jenis sampah di destinasi wisata,
"Kami semua sadar bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luasan lautan sebesar 70% dari wilayahnya, namun hingga saat ini Indonesia masih berada dalam krisis sampah," ujar Fransiskus.
"Kemenparekraf sadar bahwa pantai dan lautan merupakan aset terbesar bagi pariwisata Indonesia yang dapat mengundang banyak wisatawan serta mendongkrak nilai devisa pada sektor pariwisata. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat harus berpartisipasi secara aktif dalam pelestariannya," terangnya.
YABB berharap dukungan ini dapat memantik dan mempererat kolaborasi berbagai pihak dalam penyelesaian sampah di Indonesia. Penyelesaian sampah di Indonesia masih butuh ditingkatkan sehingga dapat memberikan dampak berkelanjutan dengan skala yang lebih besar, dan dalam waktu cepat.
"Untuk itu, kami mengajak seluruh pembuat dampak mulai dari pelaku bisnis, organisasi non-profit, akademisi, pemerintah, dan seluruh masyarakat untuk #BergerakBerdampakBersama dalam menciptakan masa depan yang lestari melalui pengelolaan dan pengurangan sampah di Indonesia," tutup Monica.
(FIR)
Menanggapi tantangan ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan sejumlah inisiatif menuju Indonesia Bebas Sampah 2025. Namun masih diperlukan aksi nyata dari semua pihak dalam rantai nilai sampah untuk turut mengurangi volume sampah.
Untuk itu, Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), organisasi non-profit yang didirikan oleh grup GoTo, mendukung inisiatif dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf RI) dalam pengelolaan sampah di destinasi wisata Tanah Air.
Dukungan ini diberikan melalui inisiatif Catalyst Changemaker Ecosystem (CCE) gelombang kedua. Dukungan ini berupaya membantu menyelesaikan permasalahan sampah melalui penerapan ekonomi sirkular di Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba.
Monica Oudang, Chairperson Yayasan Anak Bangsa Bisa menyatakan bahwa, YABB mengambil peran dan aksi untuk mendukung program pendampingan pengelolaan sampah di destinasi wisata Indonesia.
"Lewat CCE, kami berkomitmen untuk membantu agenda Pemerintah Indonesia dalam mencapai 30% pengurangan dan 70% penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, serta penanganan timbulan sampah lautan pada 2025," ungkap Monica.
Melalui kolaborasi dengan para pembuat dampak, YABB bakal menerapkan solusi inovatif berbasis ekosistem untuk mempercepat transisi ekonomi sirkular menuju Indonesia bebas sampah. Monica menambahkan, YABB mengidentifikasi sebuah pelajaran penting, yaitu solusi temporer dan upaya yang berjalan sendiri-sendiri tidak akan cukup untuk menghasilkan perubahan jangka panjang.

Penandatanganan MoU antara YABB dan Kemenparekraf. Dok. Ist
"Untuk itu, kami terus berupaya untuk merancang inisiatif yang mendukung agenda pemerintah melalui tiga kegiatan utama CCE, yaitu Link Up (bersatu), Sync Up (melebur), dan Scale Up (berkembang)," terang Monica.
Pada kesempatan ini, YABB akan bekerja sama dengan Kemenparekraf RI dalam lingkup pertukaran data dan informasi. Nantinya, dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan sampah di tiga daerah wisata.
Selain itu, bersama dengan kelompok changemakers (pembawa perubahan) yang terpilih, YABB akan mengimplementasikan solusi inovatif melalui proyek percontohan di Bali, Labuan Bajo dan Danau Toba. Pada pelaksanaannya, YABB akan berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait seperti Badan Otorita Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup Daerah, Dinas Pariwisata Daerah, Dinas Pekerjaan Umum Daerah, Penyedia Jasa Pengelolaan Sampah, dan Pengelola Destinasi Wisata Bahari.
Fransiskus Xaverius Teguh, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf mengapresiasi upaya YABB atas dukungannya terhadap program pengelolaan semua jenis sampah di destinasi wisata,
"Kami semua sadar bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luasan lautan sebesar 70% dari wilayahnya, namun hingga saat ini Indonesia masih berada dalam krisis sampah," ujar Fransiskus.
"Kemenparekraf sadar bahwa pantai dan lautan merupakan aset terbesar bagi pariwisata Indonesia yang dapat mengundang banyak wisatawan serta mendongkrak nilai devisa pada sektor pariwisata. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat harus berpartisipasi secara aktif dalam pelestariannya," terangnya.
YABB berharap dukungan ini dapat memantik dan mempererat kolaborasi berbagai pihak dalam penyelesaian sampah di Indonesia. Penyelesaian sampah di Indonesia masih butuh ditingkatkan sehingga dapat memberikan dampak berkelanjutan dengan skala yang lebih besar, dan dalam waktu cepat.
"Untuk itu, kami mengajak seluruh pembuat dampak mulai dari pelaku bisnis, organisasi non-profit, akademisi, pemerintah, dan seluruh masyarakat untuk #BergerakBerdampakBersama dalam menciptakan masa depan yang lestari melalui pengelolaan dan pengurangan sampah di Indonesia," tutup Monica.
(FIR)