WISATA
Menelusuri Labirin Sejarah di Taman Sari yang Memikat Wisatawan Dunia
A. Firdaus
Rabu 27 Agustus 2025 / 09:57
Yogyakarta: Di balik tembok tebal yang berdiri kokoh di sudut barat daya Keraton Yogyakarta, Taman Sari menyimpan kisah yang jauh lebih dalam dari sekadar destinasi wisata populer. Kompleks seluas 10,5 hektare ini bukan hanya saksi bisu masa kejayaan Kesultanan Yogyakarta, tetapi juga potret hidup masyarakat yang bertahan di tengah arus modernisasi.
Ketika itu udara terasa hangat, Talcha Sultanik Hanalaneng, Operational Coordinator Tourism Department of Kraton Jogja mengajak saya dan rombongan media trip dari Traveloka berjalan berkeliling komplek.
Taman Sari Keraton merupakan bangunan bersejarah yang dulunya digunakan sebagai taman kerajaan. Destinasi ini dikenal dengan arsitektur khas perpaduan Jawa, Portugis, dan Belanda,
dengan dua lorong bawah tanah yakni urung-urung (lorong) Timur dan Urung-urung Sumur Gumuling. Taman Sari kini menjadi salah satu spot wisata heritage yang paling ikonik di Yogyakarta.
Usai melewati Gapuro Hageng, yang berfungsi tempat prajurit berjaga, terdapat bangunan Gedong Sekawan yang berada di sebelah timur Umbul Binangun, yaitu berupa halaman berbentuk segi delapan dengan empat buah bangunan yang sama.
Bangunan tersebut dinamakan Gedong Sekawan. Masing-masing bangunan memiliki ukuran 5,50 m x 6,50 m dan tinggi keseluruhan 5 m. Gedong Sekawan, merupakan tempat istirahat Sultan dan keluarganya.
Di Komplek Taman Sari terdapat bangunan yang khas yakni bagian kolam. Tempat tersebut dinamakan Pasiraman Umbul Binangun. Di Komplek Pasiraman Umbul Binangun terdapat tiga kolam yaitu: Umbul Pamuncar, Umbul Panguras dan Umbul Kawitan yang digunakan untuk tempat mandi sultan dan keluarga.

Ini merupakan Umbul Pamuncar dan Umbul Kawitan yang berdampingan. Dok. A. Firdaus/Medcom
"Bagian ini dulu hanya untuk sang raja,” ujarnya sambil menunjuk bangunan yang tampak sederhana dari luar, namun menyimpan cerita istimewa di dalamnya.
Di sinilah dahulu raja dan keluarga kerajaan melakukan ritual berendam, dilanjutkan dengan kegiatan menyerupai sauna, tradisi yang belum dikenal masyarakat umum pada zamannya.

Di antara Umbul Pamuncar dan Umbul Kawitan, terdapat tempat sauna raja dan keluarga kerajaan. Dok. A. Firdaus/Medcom
Sumur Gumuling menjadi salah satu bagian unik yang ada di Taman Sari. Bangunan ini merupakan masjid bawah tanah.
Sekilas tak terlihat bangunan tersebut merupakan masjid lantaran desainnya yang unik. Namun di tempat ini terdapat mihrab yang digunakan sebagai tempat imam memimpin shalat.
Baca juga: Menapaki Warisan Nusantara Bersama Traveloka, dari Keraton Yogyakarta hingga Borobudur
Pada bagian dalam bangunan masjid, juga terdapat sumur dikelilingi lima tangga yang melambangkan jumlah rukun Islam. Persis di bawah tangga yang saling bertemu di tengah terdapat kolam air dari sumur gumuling.
Pulo Kenanga masih dalam area Taman Sari. Lokasi ini tak jauh dari Pasar Ngasem. Pulo Kenanga mirip puing-puing bangunan kuno di luar negri. Tak ayal. lokasinya yang artistik kerap menjadi spot untuk pengambilan foto prewedding.

Ciri khas bangunan yang kuno, Pulo Kenanga menjadi spot favorit para calon pengantin untuk melakukan pengambilan foto prewedding. Dok. A. Firdaus/Medcom
Gedong Pulo Kenanga berfungsi sebagai tempat peristirahatan dan beberapa kegiatan seni, dan untuk melihat panorama sekitar kompleks pasanggrahan Tamansari dan sekitar keraton.
Sayangnya, tidak semua sudut Taman Sari bisa dieksplor bebas. Beberapa area terlewat karena keterbatasan waktu atau kebijakan akses. Meski begitu, setiap langkah di sini adalah perjalanan menembus lorong sejarah.
Tembok Taman Sari, setebal 1 hingga 1,5 meter, berdiri tanpa lapisan cat. Bahan utamanya adalah bligon, campuran batu bata dan batu gamping yang diulek halus.
“Kalau bagian luar, nggak boleh dicat,” jelas Talcha. "Dulu nggak pakai cat, dan itu harus dipertahankan.

Berhiaskan relief burung dan bunga yang merupakan candra sengkala Lajering Kembang Sinesep Peksi, Gedhong Gapura Hageng atau Gapura Agung dahulu merupakan pintu gerbang utama Tamansari. Dok. A. Firdaus/Medcom
Perawatan dilakukan sederhana: dibersihkan dengan air bertekanan tinggi tanpa mengubah struktur aslinya.
Renovasi memang sesekali dilakukan, terutama pada bagian yang mengalami kerusakan mendesak. Namun, sebagian besar bangunan tetap dipertahankan keasliannya. Bagi pihak pengelola, menjaga nilai historis sama pentingnya dengan menjaga struktur fisik.
Tak hanya wisatawan lokal, Taman Sari juga memikat pengunjung dari berbagai belahan dunia. Saat musim panas, wisatawan mancanegara bisa mencapai 60–70 persen dari total pengunjung. Belanda menjadi salah satu negara penyumbang turis terbanyak, diikuti Italia yang biasanya datang pada bulan Agustus ini.

Juni hingga September menjadi momen Taman Sari disesaki para turis asing. Mayoritas dari Belanda yang ingin melihat keaslian Taman Kerajaan yang megah di masanya. Dok. A. Firdaus/Medcom
Alasan mereka datang? Keaslian. "Menurut mereka, nilai-nilai di sini masih authentic," kata Talcha. "Nuansanya berbeda, suasananya khas.”
Bagi sebagian wisatawan, Taman Sari adalah pengalaman budaya yang tak bisa digantikan destinasi lain seperti Bali.
Salah satu isu yang dihadapi pengelola adalah pemukiman warga yang kian mendekat ke area kompleks. Dari sisi keamanan, bangunan yang terlalu dekat bisa mengancam kelestarian situs. Meski demikian, pengelolaan dilakukan dengan pendekatan komunitas, bekerja sama dengan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) setempat.
Pasca pandemi, jumlah pengunjung perlahan pulih. Pada Imlek tahun lalu, tercatat hampir 7.000 pengunjung dalam satu hari, rekor tertinggi sejak Covid-19. Sebelumnya, rekor tertinggi tercatat saat Lebaran 2019 dengan hampir 10.000 pengunjung dalam sehari.

Situs Taman Sari yang memiliki luas bangunan sekitar 10.5 hektare tak luntur ditelan zaman, lantaran memiliki daya tarik berupa nilai sejarah dan bangunan di mana Sultan dan keluarganya 'Family Time'. Dok. A. Firdaus/Medcom
Puncak kunjungan biasanya terjadi pertengahan Juni hingga September, ketika turis mancanegara berlibur musim panas. Dalam periode ini, jumlah pengunjung harian bisa mencapai 8.000 orang.
Salah satu faktor yang mendorong jumlah pengunjung ini adalah kemitraan dengan Traveloka. Kemitraan ke berbagai destinasi wisata bersejarah tersebut memudahkan pembelian tiket melalui platform Traveloka membuat pengunjung dapat menikmati kunjungan tanpa harus mengantre, sehingga pengalaman ke Kagungan Dalem Taman Sari Keraton maupun Kagungan Dalem Kedhaton menjadi lebih mudah dan nyaman.

Lonjakan pengunjung ke Taman Sari tak lepas dari kehadiran Traveloka demi memudahkan pengunjung datang tanpa antre untuk melihat bangunan bersejarah. Dok. A. Firdaus/Medcom
"Kemitraan ini menjadi langkah positif untuk mendekatkan kembali masyarakat, terutama generasi muda, pada nilai-nilai sejarah dan budaya yang dimiliki Yogyakarta. Situs-situs seperti Kagungan Dalem Museum atau museum milik Kraton Yogyakarta seperti unit Kedhaton, unit Wahanarat maupun Taman Sari, hingga Benteng Vredeburg bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga ruang untuk menyelami kekayaan sejarah,” ujar Gusti Kanjeng Ratu Bendara.
Bagi banyak orang, Taman Sari bukan sekadar destinasi foto. Ini adalah tempat di mana masa lalu bernapas di setiap lengkungan pintu, di mana cerita raja dan rakyat bertemu dalam satu alur waktu.
Sebagaimana dikatakan sang pemandu sambil tersenyum, “Kalau nenek moyang kita dulu bisa membangun ini tanpa teknologi modern, masa kita nggak bisa menjaganya?”
Di Taman Sari, sejarah bukan sekadar dihafal, ia dirasakan, dilihat, dan disentuh. Setiap kunjungan adalah janji untuk kembali, karena selalu ada cerita baru yang menunggu di balik dinding bligon yang kokoh menjaga rahasianya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Ketika itu udara terasa hangat, Talcha Sultanik Hanalaneng, Operational Coordinator Tourism Department of Kraton Jogja mengajak saya dan rombongan media trip dari Traveloka berjalan berkeliling komplek.
Taman Sari Keraton merupakan bangunan bersejarah yang dulunya digunakan sebagai taman kerajaan. Destinasi ini dikenal dengan arsitektur khas perpaduan Jawa, Portugis, dan Belanda,
dengan dua lorong bawah tanah yakni urung-urung (lorong) Timur dan Urung-urung Sumur Gumuling. Taman Sari kini menjadi salah satu spot wisata heritage yang paling ikonik di Yogyakarta.
Menyusuri situs-situs unik
Usai melewati Gapuro Hageng, yang berfungsi tempat prajurit berjaga, terdapat bangunan Gedong Sekawan yang berada di sebelah timur Umbul Binangun, yaitu berupa halaman berbentuk segi delapan dengan empat buah bangunan yang sama.
Bangunan tersebut dinamakan Gedong Sekawan. Masing-masing bangunan memiliki ukuran 5,50 m x 6,50 m dan tinggi keseluruhan 5 m. Gedong Sekawan, merupakan tempat istirahat Sultan dan keluarganya.
Di Komplek Taman Sari terdapat bangunan yang khas yakni bagian kolam. Tempat tersebut dinamakan Pasiraman Umbul Binangun. Di Komplek Pasiraman Umbul Binangun terdapat tiga kolam yaitu: Umbul Pamuncar, Umbul Panguras dan Umbul Kawitan yang digunakan untuk tempat mandi sultan dan keluarga.

Ini merupakan Umbul Pamuncar dan Umbul Kawitan yang berdampingan. Dok. A. Firdaus/Medcom
"Bagian ini dulu hanya untuk sang raja,” ujarnya sambil menunjuk bangunan yang tampak sederhana dari luar, namun menyimpan cerita istimewa di dalamnya.
Di sinilah dahulu raja dan keluarga kerajaan melakukan ritual berendam, dilanjutkan dengan kegiatan menyerupai sauna, tradisi yang belum dikenal masyarakat umum pada zamannya.

Di antara Umbul Pamuncar dan Umbul Kawitan, terdapat tempat sauna raja dan keluarga kerajaan. Dok. A. Firdaus/Medcom
Sumur Gumuling menjadi salah satu bagian unik yang ada di Taman Sari. Bangunan ini merupakan masjid bawah tanah.
Sekilas tak terlihat bangunan tersebut merupakan masjid lantaran desainnya yang unik. Namun di tempat ini terdapat mihrab yang digunakan sebagai tempat imam memimpin shalat.
Baca juga: Menapaki Warisan Nusantara Bersama Traveloka, dari Keraton Yogyakarta hingga Borobudur
Pada bagian dalam bangunan masjid, juga terdapat sumur dikelilingi lima tangga yang melambangkan jumlah rukun Islam. Persis di bawah tangga yang saling bertemu di tengah terdapat kolam air dari sumur gumuling.
Pulo Kenanga masih dalam area Taman Sari. Lokasi ini tak jauh dari Pasar Ngasem. Pulo Kenanga mirip puing-puing bangunan kuno di luar negri. Tak ayal. lokasinya yang artistik kerap menjadi spot untuk pengambilan foto prewedding.

Ciri khas bangunan yang kuno, Pulo Kenanga menjadi spot favorit para calon pengantin untuk melakukan pengambilan foto prewedding. Dok. A. Firdaus/Medcom
Gedong Pulo Kenanga berfungsi sebagai tempat peristirahatan dan beberapa kegiatan seni, dan untuk melihat panorama sekitar kompleks pasanggrahan Tamansari dan sekitar keraton.
Sayangnya, tidak semua sudut Taman Sari bisa dieksplor bebas. Beberapa area terlewat karena keterbatasan waktu atau kebijakan akses. Meski begitu, setiap langkah di sini adalah perjalanan menembus lorong sejarah.
Arsitektur yang bertahan tanpa cat
Tembok Taman Sari, setebal 1 hingga 1,5 meter, berdiri tanpa lapisan cat. Bahan utamanya adalah bligon, campuran batu bata dan batu gamping yang diulek halus.
“Kalau bagian luar, nggak boleh dicat,” jelas Talcha. "Dulu nggak pakai cat, dan itu harus dipertahankan.

Berhiaskan relief burung dan bunga yang merupakan candra sengkala Lajering Kembang Sinesep Peksi, Gedhong Gapura Hageng atau Gapura Agung dahulu merupakan pintu gerbang utama Tamansari. Dok. A. Firdaus/Medcom
Perawatan dilakukan sederhana: dibersihkan dengan air bertekanan tinggi tanpa mengubah struktur aslinya.
Renovasi memang sesekali dilakukan, terutama pada bagian yang mengalami kerusakan mendesak. Namun, sebagian besar bangunan tetap dipertahankan keasliannya. Bagi pihak pengelola, menjaga nilai historis sama pentingnya dengan menjaga struktur fisik.
Destinasi favorit wisatawan mancanegara
Tak hanya wisatawan lokal, Taman Sari juga memikat pengunjung dari berbagai belahan dunia. Saat musim panas, wisatawan mancanegara bisa mencapai 60–70 persen dari total pengunjung. Belanda menjadi salah satu negara penyumbang turis terbanyak, diikuti Italia yang biasanya datang pada bulan Agustus ini.

Juni hingga September menjadi momen Taman Sari disesaki para turis asing. Mayoritas dari Belanda yang ingin melihat keaslian Taman Kerajaan yang megah di masanya. Dok. A. Firdaus/Medcom
Alasan mereka datang? Keaslian. "Menurut mereka, nilai-nilai di sini masih authentic," kata Talcha. "Nuansanya berbeda, suasananya khas.”
Bagi sebagian wisatawan, Taman Sari adalah pengalaman budaya yang tak bisa digantikan destinasi lain seperti Bali.
Tantangan di tengah pemukiman
Salah satu isu yang dihadapi pengelola adalah pemukiman warga yang kian mendekat ke area kompleks. Dari sisi keamanan, bangunan yang terlalu dekat bisa mengancam kelestarian situs. Meski demikian, pengelolaan dilakukan dengan pendekatan komunitas, bekerja sama dengan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) setempat.
Lonjakan kunjungan dan rekor baru
Pasca pandemi, jumlah pengunjung perlahan pulih. Pada Imlek tahun lalu, tercatat hampir 7.000 pengunjung dalam satu hari, rekor tertinggi sejak Covid-19. Sebelumnya, rekor tertinggi tercatat saat Lebaran 2019 dengan hampir 10.000 pengunjung dalam sehari.

Situs Taman Sari yang memiliki luas bangunan sekitar 10.5 hektare tak luntur ditelan zaman, lantaran memiliki daya tarik berupa nilai sejarah dan bangunan di mana Sultan dan keluarganya 'Family Time'. Dok. A. Firdaus/Medcom
Puncak kunjungan biasanya terjadi pertengahan Juni hingga September, ketika turis mancanegara berlibur musim panas. Dalam periode ini, jumlah pengunjung harian bisa mencapai 8.000 orang.
Salah satu faktor yang mendorong jumlah pengunjung ini adalah kemitraan dengan Traveloka. Kemitraan ke berbagai destinasi wisata bersejarah tersebut memudahkan pembelian tiket melalui platform Traveloka membuat pengunjung dapat menikmati kunjungan tanpa harus mengantre, sehingga pengalaman ke Kagungan Dalem Taman Sari Keraton maupun Kagungan Dalem Kedhaton menjadi lebih mudah dan nyaman.

Lonjakan pengunjung ke Taman Sari tak lepas dari kehadiran Traveloka demi memudahkan pengunjung datang tanpa antre untuk melihat bangunan bersejarah. Dok. A. Firdaus/Medcom
"Kemitraan ini menjadi langkah positif untuk mendekatkan kembali masyarakat, terutama generasi muda, pada nilai-nilai sejarah dan budaya yang dimiliki Yogyakarta. Situs-situs seperti Kagungan Dalem Museum atau museum milik Kraton Yogyakarta seperti unit Kedhaton, unit Wahanarat maupun Taman Sari, hingga Benteng Vredeburg bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga ruang untuk menyelami kekayaan sejarah,” ujar Gusti Kanjeng Ratu Bendara.
Autentik, hangat, dan selalu memikat
Bagi banyak orang, Taman Sari bukan sekadar destinasi foto. Ini adalah tempat di mana masa lalu bernapas di setiap lengkungan pintu, di mana cerita raja dan rakyat bertemu dalam satu alur waktu.
Sebagaimana dikatakan sang pemandu sambil tersenyum, “Kalau nenek moyang kita dulu bisa membangun ini tanpa teknologi modern, masa kita nggak bisa menjaganya?”
Di Taman Sari, sejarah bukan sekadar dihafal, ia dirasakan, dilihat, dan disentuh. Setiap kunjungan adalah janji untuk kembali, karena selalu ada cerita baru yang menunggu di balik dinding bligon yang kokoh menjaga rahasianya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)