Jakarta: Steak dry aged belakangan ini semakin diminati di Indonesia. Dry aged sendiri dikenal sebagai proses 'pembusukan' daging dengan bakteri untuk membuatnya menjadi lebih empuk.
Tren itulah yang coba disajikan Al Gusto JHL Solitaire. Director of Culinary di Al Gusto JHL Solitaire Hotel, Chef Nalendra mengatakan, produk daging yang dilakukan metode dry aging ini menggunakan daging impor dari berbagai negara pilihan.
"Seperti dari Australia, US, Jepang, dan Sumatran Cattle. Tipe daging yang akan digunakan adalah Wagyu Marble 7, Tajima A4, Grass Fed Australian, dan Sumatran Brahman Cross," kata Chef Nalendra.
Menurut Nalendra, metode dry aging membuat rasa daging lebih kuat dengan aroma yang khas. Sehingga ketika disajikan ke piring konsumen, akan menghadirkan cita rasa daging steak yang berbeda dengan yang biasa. Ada sensasi seperti rasa yang sudah difregmentasi, tapi rasanya lebih nikmat ketika sudah dibalut dengan saos signature.
.jpg)
Dia lalu menyajikan langsung di depan konsumen. Dia memperlihatkan lemari penyimpanan daging kepada pengunjung. Mereka bisa memilih daging yang sudah di dry aged selama berapa hari, untuk kemudian diolah dengan berbagai bumbu dan saos pilihan.
Banyak hal yang harus diperhatikan ketika menyajikan daging dry aged. Termasuk memantau perkembangan dan temperatur suhunya setiap hari.
Suhu yang ideal di antara 1C-3C, dengan tingkat kelembaban di antara 75 sampai 80 persen. Kemudian akan dimarinasi mulai dari 14 hari sampai maksimum di 240 hari.
"Ideal daging yang kami buat di kisaran 14, 30, 45, dan 60 hari. Jadi memang produknya terbatas, yang mau menikmatinya harus reservasi di hari-hari yang telah kita tentukan," ucapnya.
Prosesnya yang rumit sehingga membuat sajian daging ini lebih mahal dibandingkan sajian menu steak pada umumnya. Harga yang disajikan mulai dari Rp550 ribu hingga Rp1,6 juta, tergantung jenis daging dan juga lama proses dry aged.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ELG)
Tren itulah yang coba disajikan Al Gusto JHL Solitaire. Director of Culinary di Al Gusto JHL Solitaire Hotel, Chef Nalendra mengatakan, produk daging yang dilakukan metode dry aging ini menggunakan daging impor dari berbagai negara pilihan.
"Seperti dari Australia, US, Jepang, dan Sumatran Cattle. Tipe daging yang akan digunakan adalah Wagyu Marble 7, Tajima A4, Grass Fed Australian, dan Sumatran Brahman Cross," kata Chef Nalendra.
Menurut Nalendra, metode dry aging membuat rasa daging lebih kuat dengan aroma yang khas. Sehingga ketika disajikan ke piring konsumen, akan menghadirkan cita rasa daging steak yang berbeda dengan yang biasa. Ada sensasi seperti rasa yang sudah difregmentasi, tapi rasanya lebih nikmat ketika sudah dibalut dengan saos signature.
.jpg)
Dia lalu menyajikan langsung di depan konsumen. Dia memperlihatkan lemari penyimpanan daging kepada pengunjung. Mereka bisa memilih daging yang sudah di dry aged selama berapa hari, untuk kemudian diolah dengan berbagai bumbu dan saos pilihan.
Banyak hal yang harus diperhatikan ketika menyajikan daging dry aged. Termasuk memantau perkembangan dan temperatur suhunya setiap hari.
Suhu yang ideal di antara 1C-3C, dengan tingkat kelembaban di antara 75 sampai 80 persen. Kemudian akan dimarinasi mulai dari 14 hari sampai maksimum di 240 hari.
"Ideal daging yang kami buat di kisaran 14, 30, 45, dan 60 hari. Jadi memang produknya terbatas, yang mau menikmatinya harus reservasi di hari-hari yang telah kita tentukan," ucapnya.
Prosesnya yang rumit sehingga membuat sajian daging ini lebih mahal dibandingkan sajian menu steak pada umumnya. Harga yang disajikan mulai dari Rp550 ribu hingga Rp1,6 juta, tergantung jenis daging dan juga lama proses dry aged.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)