FITNESS & HEALTH
Kemenkes: Sebanyak 1,2 Juta Bayi Baru Lahir Telah Jalani Skrining Hipotiroid Kongenital
Medcom
Senin 22 Januari 2024 / 21:05
Jakarta: Pemerintah terus menggencarkan kegiatan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Hingga akhir tahun 2023, sebanyak 1,2 juta bayi telah diperiksa.
Atas capaian ini, Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) terpilih sebagai salah satu negara yang diwawancarai oleh Commission for Social Development. Sebuah badan penasihat yang bertanggung jawab atas pilar pembangunan sosial pembangunan global. Hasil wawancara akan disampaikan di sesi ke-62 (CSocD62) pada 5 sampai 14 Februari 2024 di UN Head Quarter, New York.
“Terima kasih kepada semua stakeholder yang telah terlibat, mulai dari puskesmas, Prof. Aman Pulungan, rumah sakit, dokter spesialis anak dan IDAI, karena jumlahnya terus meningkat,” kata Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin, Minggu, 21 Januari 2024 di Jakarta.
Menkes menjelaskan bahwa jumlah tersebut didapat dari cakupan pemeriksaan mingguan yang terus meningkat. Pemeriksaan mingguan awalnya menjangkau 1000 anak, kemudian naik menjadi puluhan ribu dan konsisten pada angka 60 ribu bayi per minggu selama 3 bulan terakhir.
Apabila dijumlahkan selama setahun, sebanyak 1,2 bayi baru lahir tercatat sudah mendapatkan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK).
“Kita mulai dari 1000 sampai 2000 anak per minggu, kemudian naik lagi dan dalam 3 bulan terakhir sudah konsisten di angka 60 ribu. Kalau dijumlahkan angkanya sudah 1,2 juta mendekati 1,3 juta bayi yang diperiksa,” terang Menkes.
“Kalau kita bisa konsisten di angka 60 ribu bayi saja, dalam waktu 1 tahun sudah 3 juta anak sudah kita periksa,” imbuh Menkes.
Ke depan, Menkes Budi mendorong agar pemeriksaan hormon tiroid untuk mencegah kelainan bawaan dan kematian pada bayi baru lahir tersebut terus digalakkan. Menkes menargetkan jumlah bayi yang diperiksa setiap minggunya konsisten meningkat.
“Saya harapkan dengan kecepatan yang sudah di angka 60 ribu, tahun ini bisa ditingkatkan lagi,” harap Menkes.

(SHK merupakan uji saring yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang baru lahir. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengelompokkan bayi yang mengalami gangguan hormon tiroid sehingga bayi bisa mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tidak berdampak serius pada tumbuh kembangnya. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Untuk mewujudkannya, Menkes Budi mengungkapkan Kementerian Kesehatan telah menyusun sejumlah strategi cakupan nasional skrining kesehatan pada bayi baru lahir semakin banyak.
Strategi pertama, memperluas fasilitas laboratorium kesehatan masyarakat, berkolaborasi dengan pemerintah daerah, dan merampingkan transportasi sampel penyaringan agar lebih cepat dan lebih efisien.
Kedua, membangun dan memperkuat sistem kesehatan primer di setiap wilayah. Caranya dengan melengkapi fasyankes dengan infrastruktur kesehatan yang modern, meningkatkan layanan ibu dan bayi di fasilitas kesehatan publik dan swasta, serta memastikan perawatan komprehensif di pada ibu dan bayi baru lahir.
Ketiga, meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya skrining kesehatan pada bayi baru lahir. Hal ini dilakukan dengan menggencarkan kampanye kesehatan yang melibatkan komunitas dan individu.
“Kalau mau bayinya sehat, usianya panjang, dan anaknya pintar, begitu bayi baru lahir mintalah skrining kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, gratis,” kata Menkes Budi.
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) merupakan uji saring yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang baru lahir.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengelompokkan bayi yang mengalami gangguan hormon tiroid sehingga bayi bisa mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tidak berdampak serius pada tumbuh kembangnya.
Pemeriksaan hormon tiroid pada anak dilakukan dengan pengambilan 2-3 tetes sampel darah yang diambil dari tumit bayi yang berusia 48 sampai 72 jam oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Apabila lebih dari usia tersebut, dikhawatirkan akan terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sifatnya permanen. Karenanya, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sejak dini sangatlah penting untuk mencegah kelainan bahkan kematian pada bayi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Atas capaian ini, Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) terpilih sebagai salah satu negara yang diwawancarai oleh Commission for Social Development. Sebuah badan penasihat yang bertanggung jawab atas pilar pembangunan sosial pembangunan global. Hasil wawancara akan disampaikan di sesi ke-62 (CSocD62) pada 5 sampai 14 Februari 2024 di UN Head Quarter, New York.
“Terima kasih kepada semua stakeholder yang telah terlibat, mulai dari puskesmas, Prof. Aman Pulungan, rumah sakit, dokter spesialis anak dan IDAI, karena jumlahnya terus meningkat,” kata Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin, Minggu, 21 Januari 2024 di Jakarta.
Menkes menjelaskan bahwa jumlah tersebut didapat dari cakupan pemeriksaan mingguan yang terus meningkat. Pemeriksaan mingguan awalnya menjangkau 1000 anak, kemudian naik menjadi puluhan ribu dan konsisten pada angka 60 ribu bayi per minggu selama 3 bulan terakhir.
Apabila dijumlahkan selama setahun, sebanyak 1,2 bayi baru lahir tercatat sudah mendapatkan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK).
“Kita mulai dari 1000 sampai 2000 anak per minggu, kemudian naik lagi dan dalam 3 bulan terakhir sudah konsisten di angka 60 ribu. Kalau dijumlahkan angkanya sudah 1,2 juta mendekati 1,3 juta bayi yang diperiksa,” terang Menkes.
“Kalau kita bisa konsisten di angka 60 ribu bayi saja, dalam waktu 1 tahun sudah 3 juta anak sudah kita periksa,” imbuh Menkes.
Ke depan, Menkes Budi mendorong agar pemeriksaan hormon tiroid untuk mencegah kelainan bawaan dan kematian pada bayi baru lahir tersebut terus digalakkan. Menkes menargetkan jumlah bayi yang diperiksa setiap minggunya konsisten meningkat.
“Saya harapkan dengan kecepatan yang sudah di angka 60 ribu, tahun ini bisa ditingkatkan lagi,” harap Menkes.

(SHK merupakan uji saring yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang baru lahir. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengelompokkan bayi yang mengalami gangguan hormon tiroid sehingga bayi bisa mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tidak berdampak serius pada tumbuh kembangnya. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Untuk mewujudkannya, Menkes Budi mengungkapkan Kementerian Kesehatan telah menyusun sejumlah strategi cakupan nasional skrining kesehatan pada bayi baru lahir semakin banyak.
Strategi pertama, memperluas fasilitas laboratorium kesehatan masyarakat, berkolaborasi dengan pemerintah daerah, dan merampingkan transportasi sampel penyaringan agar lebih cepat dan lebih efisien.
Kedua, membangun dan memperkuat sistem kesehatan primer di setiap wilayah. Caranya dengan melengkapi fasyankes dengan infrastruktur kesehatan yang modern, meningkatkan layanan ibu dan bayi di fasilitas kesehatan publik dan swasta, serta memastikan perawatan komprehensif di pada ibu dan bayi baru lahir.
Ketiga, meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya skrining kesehatan pada bayi baru lahir. Hal ini dilakukan dengan menggencarkan kampanye kesehatan yang melibatkan komunitas dan individu.
“Kalau mau bayinya sehat, usianya panjang, dan anaknya pintar, begitu bayi baru lahir mintalah skrining kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, gratis,” kata Menkes Budi.
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) merupakan uji saring yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang baru lahir.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengelompokkan bayi yang mengalami gangguan hormon tiroid sehingga bayi bisa mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tidak berdampak serius pada tumbuh kembangnya.
Pemeriksaan hormon tiroid pada anak dilakukan dengan pengambilan 2-3 tetes sampel darah yang diambil dari tumit bayi yang berusia 48 sampai 72 jam oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Apabila lebih dari usia tersebut, dikhawatirkan akan terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sifatnya permanen. Karenanya, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sejak dini sangatlah penting untuk mencegah kelainan bahkan kematian pada bayi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)