FITNESS & HEALTH

Perluas Akses Skrining Tiroid, Kemenkes Gelar Program Tes TSH ke 7 Wilayah Ini

A. Firdaus
Kamis 05 Juni 2025 / 18:11
Jakarta: Data mengungkapkan, gangguan tiroid di Asia Pasifik memiliki prevalensi tinggi dengan sekitar 11% populasi dewasa menderita hipotiroidisme, dibandingkan angka global yang hanya 2-4%. Data ini menegaskan pentingnya deteksi dini dan edukasi berkelanjutan bagi masyarakat.

Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. menyatakan, gangguan tiroid kerap tidak terdeteksi hingga menimbulkan dampak yang serius. Oleh karena itu, deteksi dini menjadi langkah krusial untuk mencegah komplikasi dan memastikan penanganan yang tepat sejak dini. 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) memperluas akses skrining gangguan tiroid sebagai langkah strategis meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Upaya Kemenkes ini didukung oleh PT Merck Tbk (Merck).

Melalui program ini, sebanyak 80 ribu tes Thyroid Stimulating Hormone (TSH) akan didistribusikan ke puskesmas di tujuh wilayah dengan prevalensi gangguan tiroid tinggi, yakni Deli Serdang, Jakarta, Malang, Makassar, Medan, Cirebon, dan Surabaya.

Baca juga: Sebanyak 70% Kanker Serviks Ditemukan Terlambat, Ini Pentingnya Deteksi Dini

"Kementerian Kesehatan mengapresiasi dukungan Merck dalam penyediaan alat pemeriksaan TSH di berbagai Puskesmas di Indonesia. Inisiatif ini merupakan bentuk nyata kolaborasi lintas sektor untuk memperluas akses layanan kesehatan di tingkat primer," ucap Wamenkes Prof. Dante dalam keterangan pers.

Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin menambahkan bahwa tes tiroid sederhana dalam Program Deteksi Dini Gangguan Tiroid ini bisa menjadi game changer untuk menolong jutaan pasien yang belum terdiagnosis. 

"Kami memiliki semangat untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dalam meningkatkan kesadaran dan deteksi dini bagi masyarakat Indonesia. Dukungan ini juga sejalan dengan Manifesto Tiroid Merck, sebuah ajakan pemeriksaan gangguan tiroid skala besar untuk mendiagnosis lebih dari 50 juta orang yang hidup dengan hipotiroidisme pada tahun 2030," kata Evie.

Program ini juga mendapat dukungan dari komunitas pasien tiroid Indonesia, Pita Tosca. Ketua dan pendirinya, Astriani Dwi Aryaningtyas mengatakan, sebagai pejuang tiroid, memiliki gejala klinis dan faktor risiko gangguan tiroid itu dapat menurunkan kualitas hidup individu. 

"Gangguan tiroid yang tergolong sebagai penyakit tidak menular, terkadang memiliki gejala klinis yang tidak nampak, namun berdampak signifikan (invisible illness)," ungkap Astriani.

Seperti yang diketahui, kelenjar tiroid berukuran kecil, kendati demikian manfaatnya sangat besar untuk metabolisme tubuh membuat kami sebagai pasien tiroid merasa sudah waktunya Pemerintah dan banyak pihak pemerhati gangguan tiroid memiliki gerakan untuk mendukung adanya peningkatan kualitas hidup pejuang tiroid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH