FITNESS & HEALTH
Benarkah BPA dalam Air Kemasan Galon Berbahaya bagi Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
Yuni Yuli Yanti
Rabu 11 September 2024 / 07:00
Jakarta: Belakangan ini, pemberitaan tengah diramaikan dengan isu tentang dampak buruk kandungan Bisfenol-A (BPA) dalam air minum kemasan galon Polikarbonat (PC).
Isu yang berkembang menyebutkan bahwa BPA sangat berdampak buruk bagi kesehatan. Mulai dari menyebabkan infertilitas, pubertas dini pada anak perempuan hingga gangguan metabolisme tubuh seperti kanker, obesitas dan diabetes.
Menyikapi isu tersebut, Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA - Guru Besar dalam bidang ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan, Teknologi Pangan IPB, sekaligus ahli polimer mengatakan BPA adalah bahan baku pembuatan jenis plastik polikarbonat dan epoksi.
Produk mengandung BPA antara lain kaleng, galon air, botol minum dan tempat makan. BPA berfungsi sebagai pembatas antara makanan dan bahan kaleng atau plastiknya supaya tidak terkontaminasi.
"BPA diproses dengan bahan lain untuk menjadi polikarbonat. Kalau sudah jadi polikarbonat, dia menjadi material yang kuat. Kandungan BPA-nya sudah hampir tidak ada lagi, dan yang tersisa pun tidak mudah luruh," ujar Prof. Nugraha dalam Forum NGOBRAS, pada Selasa (10/9/2024) di Jakarta.
Lebih lanjut, Prof. Nugraha menjelaskan sisa BPA yang ada pada kemasan polikarbonat atau epoksi baru dapat berpotensi bermigrasi hanya pada kondisi ekstrem.
"Polikarbonat itu sangat tahan panas. Bahkan, tidak meleleh pada suhu 200 derajat Celcius. Proses distribusi pun misalnya terkena panas dan sinar matahari selama perjalanan, tidak akan lebih dari 50 derajat. Jadi risiko migrasi sangat kecil sebenarnya. Ingat, BPA itu adanya pada kemasan. Ga ada masuk ke dalam makanan. Kecuali, zat BPA itu diletakkan langsung pada makanan," jelasnya.

(Produk mengandung BPA antara lain kaleng, galon air, botol minum dan tempat makan. Foto: Ilustrasi. Dok. Freepik.com)
Dalam kesempatan yang sama, Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono Sp.PD-KEMD, turut menanggapi isu tentang minum air dari kemasan galon, kandungan BPA-nya akan menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan gangguan kesehatan.
Menurutnya, TDI (tolerable daily intake) yang ditetapkan yaitu 4 mg/kg BB. Jadi misal berat badan (BB) 75 kg, maka batas asupan harian BPA maksimal yaitu (4 x 75) = 300 mg. Sekalipun air minum terpapar oleh BPA, kadarnya hanya 1/1.000 bagian.
"Butuh 10.000 liter air dalam sekali minum untuk bisa mendapatkan kadar BPA yang melebihi ambang batas aman. Itu kan hal yang mustahil," ujar Dr. dr. Aswin.
Selain itu, tubuh kita akan memetabolisme berbagai zat kimia termasuk BPA. BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh, akan dibuang dan tidak terakumulasi di dalam tubuh.
"Kita punya mekanisme di liver yang memiliki kemampuan untuk mendetoksifikasi segala yang masuk ke dalam tubuh. Termasuk bahan-bahan kimia yang setelah diurai akan dibuang melalui saluran bisa dari nafas, atau lewat pencernaan melalui urin dan BAB," jelas Dr. dr. Aswin.
"Studi meta-analisis mengompilasi berbagai hasil penelitian lalu dianalisis lagi untuk melihat bagaimana hasil-hasil studi yang ada," terang ahli endokrin-metabolik ini.
Ia melanjutkan, sintesis data harus berbasis penelitian pada manusia, bukan di laboratorium pada hewan coba. BPA diberikan secara sengaja dalam dosis yang sangat besar sehingga menimbulkan risiko kesehatan pada hewan coba.
Sementara itu, BPA tidak masuk ke guideline manapun sama sekali. "Belum ada konsensus bahwa BPA menyebabkan diabetes atau kanker. Belum ada sama sekali. Belum ada bukti (penelitian ilmiah) pada manusia. Yang ada hanya penelitian di lab dengan hewan coba," tandasnya.
Ditegaskan oleh Dr. dr. Aswin, isu bahwa BPA menyebabkan diabetes, kolesterol tinggi, kanker, infertilitas dan lain-lain, adalah mitos yang menyesatkan.
"Tidak ada satu pun dari penyakit ini yang disebabkan oleh BPA. Penyebab diabetes bukanlah BPA, melainkan penurunan produksi insulin akibat gaya hidup yang kurang baik, dan usia. Demikian pula dengan kanker, infertilitas, obesitas, dan berbagai penyakit degeneratif lainnya," terangnya.
Dr. dr. Aswin maupun Prof. Nugraha mengingatkan, jangan mudah termakan isu yang beredar dan tidak bisa dipercaya kebenarannya.
"Jangan khawatir berlebihan dengan isu-isu seperti itu. Banyak sekali bahan kimia yang lebih berisiko, misalnya asap rokok, sedangkan BPA belum masuk kategori karsinogen. Bijaklah memilih informasi yang benar. Jangan sampai terlalu cemas sampai tidak mau minum air. Hiduplah yang baik-baik saja," pungkas Dr. dr. Aswin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(yyy)
Isu yang berkembang menyebutkan bahwa BPA sangat berdampak buruk bagi kesehatan. Mulai dari menyebabkan infertilitas, pubertas dini pada anak perempuan hingga gangguan metabolisme tubuh seperti kanker, obesitas dan diabetes.
Menyikapi isu tersebut, Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA - Guru Besar dalam bidang ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan, Teknologi Pangan IPB, sekaligus ahli polimer mengatakan BPA adalah bahan baku pembuatan jenis plastik polikarbonat dan epoksi.
Produk mengandung BPA antara lain kaleng, galon air, botol minum dan tempat makan. BPA berfungsi sebagai pembatas antara makanan dan bahan kaleng atau plastiknya supaya tidak terkontaminasi.
"BPA diproses dengan bahan lain untuk menjadi polikarbonat. Kalau sudah jadi polikarbonat, dia menjadi material yang kuat. Kandungan BPA-nya sudah hampir tidak ada lagi, dan yang tersisa pun tidak mudah luruh," ujar Prof. Nugraha dalam Forum NGOBRAS, pada Selasa (10/9/2024) di Jakarta.
Lebih lanjut, Prof. Nugraha menjelaskan sisa BPA yang ada pada kemasan polikarbonat atau epoksi baru dapat berpotensi bermigrasi hanya pada kondisi ekstrem.
"Polikarbonat itu sangat tahan panas. Bahkan, tidak meleleh pada suhu 200 derajat Celcius. Proses distribusi pun misalnya terkena panas dan sinar matahari selama perjalanan, tidak akan lebih dari 50 derajat. Jadi risiko migrasi sangat kecil sebenarnya. Ingat, BPA itu adanya pada kemasan. Ga ada masuk ke dalam makanan. Kecuali, zat BPA itu diletakkan langsung pada makanan," jelasnya.

(Produk mengandung BPA antara lain kaleng, galon air, botol minum dan tempat makan. Foto: Ilustrasi. Dok. Freepik.com)
Dalam kesempatan yang sama, Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono Sp.PD-KEMD, turut menanggapi isu tentang minum air dari kemasan galon, kandungan BPA-nya akan menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan gangguan kesehatan.
Menurutnya, TDI (tolerable daily intake) yang ditetapkan yaitu 4 mg/kg BB. Jadi misal berat badan (BB) 75 kg, maka batas asupan harian BPA maksimal yaitu (4 x 75) = 300 mg. Sekalipun air minum terpapar oleh BPA, kadarnya hanya 1/1.000 bagian.
"Butuh 10.000 liter air dalam sekali minum untuk bisa mendapatkan kadar BPA yang melebihi ambang batas aman. Itu kan hal yang mustahil," ujar Dr. dr. Aswin.
Selain itu, tubuh kita akan memetabolisme berbagai zat kimia termasuk BPA. BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh, akan dibuang dan tidak terakumulasi di dalam tubuh.
"Kita punya mekanisme di liver yang memiliki kemampuan untuk mendetoksifikasi segala yang masuk ke dalam tubuh. Termasuk bahan-bahan kimia yang setelah diurai akan dibuang melalui saluran bisa dari nafas, atau lewat pencernaan melalui urin dan BAB," jelas Dr. dr. Aswin.
BPA Sebabkan Penyakit Degeneratif: Isu Menyesatkan!
Dr. dr. Aswin menyampaikan pedoman dunia kedokteran dan kesehatan yaitu evidence-based medicine (kedokteran berbasis bukti). Tingkat tertinggi dalam pembuktian ilmiah yaitu studi meta-analisis."Studi meta-analisis mengompilasi berbagai hasil penelitian lalu dianalisis lagi untuk melihat bagaimana hasil-hasil studi yang ada," terang ahli endokrin-metabolik ini.
Ia melanjutkan, sintesis data harus berbasis penelitian pada manusia, bukan di laboratorium pada hewan coba. BPA diberikan secara sengaja dalam dosis yang sangat besar sehingga menimbulkan risiko kesehatan pada hewan coba.
Sementara itu, BPA tidak masuk ke guideline manapun sama sekali. "Belum ada konsensus bahwa BPA menyebabkan diabetes atau kanker. Belum ada sama sekali. Belum ada bukti (penelitian ilmiah) pada manusia. Yang ada hanya penelitian di lab dengan hewan coba," tandasnya.
Ditegaskan oleh Dr. dr. Aswin, isu bahwa BPA menyebabkan diabetes, kolesterol tinggi, kanker, infertilitas dan lain-lain, adalah mitos yang menyesatkan.
"Tidak ada satu pun dari penyakit ini yang disebabkan oleh BPA. Penyebab diabetes bukanlah BPA, melainkan penurunan produksi insulin akibat gaya hidup yang kurang baik, dan usia. Demikian pula dengan kanker, infertilitas, obesitas, dan berbagai penyakit degeneratif lainnya," terangnya.
Dr. dr. Aswin maupun Prof. Nugraha mengingatkan, jangan mudah termakan isu yang beredar dan tidak bisa dipercaya kebenarannya.
"Jangan khawatir berlebihan dengan isu-isu seperti itu. Banyak sekali bahan kimia yang lebih berisiko, misalnya asap rokok, sedangkan BPA belum masuk kategori karsinogen. Bijaklah memilih informasi yang benar. Jangan sampai terlalu cemas sampai tidak mau minum air. Hiduplah yang baik-baik saja," pungkas Dr. dr. Aswin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(yyy)