FITNESS & HEALTH

Diabetes Tipe 2 pada Anak Meningkat, IDAI Soroti Ini

Medcom
Kamis 06 Juli 2023 / 17:11
Jakarta: Diabetes tipe 2 bukan lagi penyakit orang dewasa. Kini, anak-anak juga rentan mengidap penyakit ini akibat pola konsumsi yang salah.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan bahwa kejadian diabetes tipe 2 pada anak meningkat. Fenomena itu diiringi dengan meningkatnya obesitas.

"Anak-anak yang obesitas 77 persennya itu mengalami diabetes melitus. Jadi kalau obesitasnya meningkat, maka kemudian sekitar 77 persen itu akan menjadi diabetes tipe 2," tutur Ketua IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), dalam forum diskusi Denpasar, Rabu, 5 Juli 2023.

Menurut dr. Piprim, diabetes tipe 2 pada anak biasanya didahului dengan obesitas. Padahal, penyakit ini seharusnya baru terjadi pada usia 40 tahun ke atas.

"Yang harusnya diabetes tipe 2 ini dulu sekitar umur 40 tahun baru terjadi. Karena gaya hidup yang salah sekarang 6-7 tahun sudah menderita diabetes tipe 2 yang didahului dengan obesitas," ujarnya.

Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup masyarakat Indonesia sudah sangat tidak sehat. Salah satu faktor utamanya adalah konsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula, tepung, dan karbohidrat.

"Yang jadi masalah anak-anak kita itu sekarang diserbu dengan ultra proses food yang sangat tinggi high glycemic index. Ini yang menyebabkan cikal bakal obesitas yang membuat diabetes melitus tipe 2," jelasnya.

Dr Piprim menegaskan bahwa hampir ratusan makanan dan minuman di supermarket mengandung pemanis buatan seperti sirup fruktosa (high fructose syrup/HFS). Bahan ini sangat merusak kesehatan dan memiliki sifat adiktif.

"Ini beredar luas dan dengan mudah didapatkan oleh anak-anak kita. Tentunya dengan mudah diminum karena mempunyai sifat adiktif," kata dr. Piprim.

Selain itu, banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa makanan seperti roti, biskuit, kerupuk, kripik, dan mie juga mengandung gula meskipun tidak manis. Padahal, menurut World Health Organization (WHO), anak-anak sehari maksimal hanya boleh mengonsumsi 24 gram gula.

"Jadi kalau dia kemudian diberi gula minumannya sudah manis diberi pula roti biskuit mie kerupuk kripik dan sebagainya itu makin dobel gulanya," ucapnya.

Akibatnya, sangat mudah ditemui anak-anak yang mengalami obesitas berat, khususnya pasca pandemi Covid-19. Kebiasaan snacking saat belajar online menjadi salah satu penyebabnya.

"Karena kebiasaan snacking. Jadi menurut saya pemerintah mesti juga hadir bagaimana mengontrol asupan anak-anak kita ini supaya makanan-makanan yang tinggi gula bisa dikendalikan," tuturnya.

Kemudian, dr. Piprim menambahkan bahwa harga makanan dan minuman yang tinggi gula sangat murah, sehingga menyasar ekonomi bawah. Minuman softdrink dan sejenisnya sangat berpotensi merusak kesehatan anak dan lebih berbahaya daripada kurang olahraga.

"Kita sering menyalahkan kurang olahraga kurang olahraga padahal peran dari olahraga itu menurun setelah anaknya menjadi obesitas dan obesitas itu sangat mudah terjadi karena pola snacking yang tinggi gula, karbohidrat," paparnya.

Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga kesehatan anak-anak Indonesia dari ancaman diabetes tipe 2.

"Ini sebuah wake up call buat kita semua. Seperti apa negeri ini kedepannya kalau pasien diabetes nya makin meningkat. Jadi ini sesuatu yang sangat mengerikan dan itu dimulai dari snacking yang tinggi gula tinggi tepung tinggi karbohidrat dan ini mungkin jadi pekerjaan rumah buat kita semua," pungkasnya.

Fauzi Pratama Ramadhan

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH