Peran Penting Resiliensi untuk Meredam Parental Burnout pada IRT
Jakarta: Fenomena yang terjadi di masyarakat adalah banyak wanita berpendidikan tinggi rela meninggalkan karir gemilangnya demi kembali menjadi Stay-at-home mother(SAHM) atau ibu rumah tangga (IRT) penuh waktu.
Menjadi seorang ibu adalah sebuah anugerah, namun bukan sesuatu yang mudah terutama bagi IRT penuh waktu. IRT penuh waktu tidak memiliki pekerjaan formal, walau begitu seorang IRT penuh waktu perlu siaga selama 24 jam dalam pekerjaan mengatur rumah tangga dan mengasuh anak yang tidak pernah ada habisnya. Seiring berjalannya waktu, IRT penuh waktu ini mengalami kejenuhan dengan rutinitasnya yang baru, perasaan ini disebut parental burnout.
Dalam sebuah artikel yang berjudul “Is Burnout Solely Job Related?” dipertanyakan apakah burnout hanya terjadi pada orang-orang yang bekerja saja. Karena stres yang menyebabkan burnout pada pekerjaan juga bisa terjadi pada orang tua terutama IRT penuh waktu.
Parental burnout adalah sindrom kelelahan yang diakibatkan oleh stres kronis berlebihan dalam menjalankan peran dalam pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga dalam keseharian, serta tidak adanya waktu pribadi dan berkurangnya kehidupan sosial di luar rumah. Kondisi parental burnout ini ditandai dengan kewalahan, kelelahan, berhubungan dengan peran sebagai orang tua, jarak emosional dari anak-anak, dan rasa tidak efektif sebagai orang tua.
Dampak dari Parental burnout di antaranya dapat mengakibatkan pemikiran untuk bunuh diri, kecanduan obat, gangguan tidur dan gangguan kesehatan. Terhadap anak-anak, mereka menjadi agresif dan bahkan melakukan kekerasan.
Anak-anak juga dapat mengalami burnout secara akademis dan masalah lainnya. Ketika mereka bertumbuh dewasa, risiko anak untuk mengalami kecemasan, kesepian, perilaku agresif, depresi dan gejala masalah mental lainnya meningkat. Dengan pasangan, hal ini akan meningkatkan frekuensi dan intensitas konflik.
Resiliensi jadi solusi
Resiliensi merupakan kunci sukses stay-at-home mother. IRT penuh waktu yang memiliki resiliensi akan dapat mengatasi perasaan parental burnout dan dapat menciptakan kesejahteraan keluarganya.
Resiliensi sebagai daya lenting yang dapat membantu IRT penuh waktu untuk dapat mengenali dan mengatasi emosinya dengan seimbang. IRT penuh waktu yang tidak memiliki resiliensi akan rentan mengalami kekecewaan serta frustrasi akan kebutuhan psikologis dasar sehingga menurunkan kepuasan hidup. Resiliensi sebagai salah satu mediator dalam mengatasi gejala parental burnout.
Enam kunci utama dari resiliensi IRT penuh waktu:
1. Penerimaan atau Acceptance
Penerimaan bukan berarti menyerah. Penerimaan diri seutuhnya, baik menerima suatu keadaan saat ini yang sesuai harapan maupun menerima sesuatu yang mengecewakan. Menerima pikiran dan perasaan dengan hati yang lapang dan legowo.
2. Menghargai hidup atau Appreciate Life
Menghargai diri berarti juga menghargai keadaan dan diri sendiri sebagai makhluk ciptaan yang Maha Kuasa yang paling sempurna.
3. Bersyukur atau Gratitude
Menghargai hidup akan menciptakan rasa bersyukur. Mensyukuri hal-hal baik dalam hidup kita, misalnya dengan membuat jurnal syukur atau meditasi. Mensyukuri yang kita miliki saat ini, bahkan sesederhana mensyukuri napas yang masih dimiliki.
4. Pandangan yang sehat terhadap dirinya atau Healthy Self Esteem
Menerima, menghargai dan mensyukuri hidup akan menciptakan sikap dan tidak menghakimi diri sendiri. Merasakan bahwa diri kita berharga, berdamai dengan diri dan bersyukur akan menciptakan ego yang sehat.
5. Sikap Optimis atau Optimisme
Memisahkan antara apa yang dilakukan dengan nilai diri sendiri sebagai seorang manusia, contohnya: Jika usaha kita gagal, yang gagal adalah usahanya bukan diri kita. Sikap optimis dibangun dengan menyadari bahwa masa depan masih bisa diusahakan dan ada kemungkinan menciptakan hasil yang baik. Karena diri sendiri berharga maka masa depan pun dapat diperjuangkan.
6. Fokus pada solusi dan bukan pada masalah atau Solution Focus
Dengan nilai diri yang baik dan sikap optimis fokus untuk mencari solusi dan jalan keluar dari masalah. Solusi selalu berada di dalam setiap masalah. Setiap orang bertanggung jawab untuk mencari solusi terbaik bagi dirinya sendiri.
Beberapa dampak bagi IRT penuh waktu memiliki resiliensi adalah:
1. Meningkatkan ketahanan diri dan dapat mencapai sesuatu yang lebih baik pada tingkat selanjutnya.
2. Mampu melewati tantangan yang dihadapinya.
3. Terjadinya pemulihan diri dari stres.
4. menghindari perilaku yang dapat merusak atau menyakiti diri sendiri dalam menghadapi tekanan.
Seorang IRT penuh waktu yang mempunyai kemampuan untuk dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan dan hambatan hidup atau yang disebut dengan resiliensi, maka IRT penuh waktu ini akan dapat menghasilkan kesejahteraan keluarga dan dapat mendidik anak-anaknya untuk menjadi generasi yang kuat dan berkarakter.
Penulis adalah Dosen Mahasiswa Magister Psikologi Universitas Tarumanagara:
Liuciana Handoyo Kirana, Fransisca Iriani Roesmala Dewi, Riana Sahrani
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)