FITNESS & HEALTH

Studi: Kinerja Daur Ulang Plastik di Indonesia Cukup Baik

A. Firdaus
Rabu 30 April 2025 / 11:10
Jakarta: Sampah plastik masih menjadi tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia. Melalui Peraturan Menteri LHK No. 75 Tahun 2019, pemerintah menargetkan pengurangan timbulan sampah dari produsen sebesar 30% pada tahun 2029.

Target ini didorong melalui upaya daur ulang, penarikan kembali kemasan, hingga pemanfaatan ulang. Industri daur ulang di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari konektivitas infrastruktur pengumpulan yang belum merata, ketidakseimbangan geografis, dampak fluktuasi harga plastik global, ketergantungan pada impor plastik, hingga kesulitan dalam mendaur ulang jenis plastik tertentu.

Keterbatasan data juga masih menjadi kendala dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang tepat sasaran. Untuk menjawab kondisi tersebut, Sustainable Waste Indonesia (SWI) bersama Indonesian Plastic Recyclers (IPR) menyusun studi RRI untuk memberikan landasan berbasis data.

Baca juga: Sampah Plastik Kemasan Gelas Mendominasi, Gubernur Bali Siapkan Sanksi

Studi dilakukan selama periode Juli hingga Desember 2024 dengan pendekatan hulu-hilir. Metode pengumpulan data melalui wawancara sekitar 700 pelaku rantai nilai plastik dan data sekunder berdasarkan data pemerintah, BPS, dan literatur.

Salah satu temuan dari studi ini menunjukkan kinerja daur ulang plastik di Indonesia yang cukup baik, dengan tingkat daur ulang plastik total dari sampah pasca konsumsi (PCR) yang tergolong moderat. Bahkan tingkat daur ulang sampah pasca konsumsi (PCR) termasuk tinggi untuk PET botol di 71% dan HDPE rigid di 60%.

Angka tingkat daur ulang ini berada dalam tingkat yang baik dan telah meningkat secara signifikan berkat kolaborasi yang terjadi lintas pemangku kepentingan, termasuk berbagai inisiatif yang telah dilakukan industri.

Dini Trisyanti selaku Director dari SWI dan peneliti utama menilai inisiatif studi RRI sebagai langkah penting. Ia percaya data yang akurat sangat krusial untuk memahami kondisi nyata di lapangan dan menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih tepat.

Studi ini menunjukkan kontribusi daur ulang plastik dalam produksi resin plastik mencapai 19% dengan total nilai ekonomi mulai dari pengumpulan, agregasi hingga daur ulang plastik setidaknya mencapai Rp 19 triliun/tahun.

"Melihat dampak perekonomian dan pentingnya peran daur ulang plastik dalam pengelolaan sampah, diperlukan kolaborasi aktif lintas sektor—termasuk edukasi konsumen dalam memilah sampah dari sumber, transparansi pelaporan daur ulang secara nasional, serta inovasi teknologi untuk mendorong daur ulang plastik," ungkap Dini.

Drs. Ade Palguna Ruteka, Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, mengapresiasi hadirnya studi ini sebagai bentuk kontribusi nyata dari sektor non-pemerintah. Ia menilai bahwa studi yang dijalankan oleh SWI tidak hanya melengkapi upaya yang telah dilakukan pemerintah, tetapi juga memberikan wawasan tambahan melalui hasil identifikasi dan analisa yang komprehensif. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan sebagai kunci untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang inklusif dan berkelanjutan.

"Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional menargetkan penyelesaian 100 persen permasalahan sampah pada tahun 2029," ujar Ade.

"Untuk mencapai target ambisius tersebut, telah disiapkan berbagai strategi pengurangan dan penanganan sampah, termasuk mendorong penerapan prinsip ekonomi sirkular dalam sistem daur ulang serta mendorong produsen untuk menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR). Tentunya, target ini tidak akan tercapai tanpa dukungan dari seluruh sektor," sambungnya.

Inisiatif pengelolaan sampah telah berkembang di berbagai sektor, namun diperlukan kolaborasi dan sinergi lintas lembaga dan sektor untuk mengintegrasikan seluruh upaya tersebut dalam bentuk konkret. Beberapa diantaranya adalah keterbukaan data dan insentif kebijakan, baik fiskal maupun regulasi, yang akan sangat menentukan kemajuan industri daur ulang.

Maya Tamimi, Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation menyampaikan bahwa Perusahaan terus berkomitmen untuk mengambil peran aktif dalam menangani sampah plastik di seluruh rantai nilai bisnisnya.

Pada 2024, Unilever Indonesia telah mengumpulkan dan mengelola 90,000 ton sampah plastik, lebih banyak dari yang digunakan untuk menjual produk-produknya. Upaya ini dicapai melalui jaringan bank sampah binaan, pengepul, TPS3R, dan Refuse-Derived Fuel (RDF).

"Kami percaya kolaborasi adalah kunci menuju masa depan yang bebas sampah," ucap Maya.

Maruli Sitompul, Sustainability Delivery Lead Nestle Indonesia juga menyampaikan langkah-langkah konkret yang telah diambil perusahaan, seperti penggunaan sedotan kertas di seluruh RTD (ready-to-drink) dan mendesain kemasan mereka menjadi kemasan daur ulang (monomaterial packaging).

"Selain itu, kami juga melakukan pengumpulan sampah plastik sejumlah kemasan plastik yang mereka produksi/pakai. Untuk ini, mereka bekerja dengan para pengepul, pendaur ulang, dan TPS3R," kata Maruli.

"Ada juga infrastruktur pengelolaan sampah dengan 10 MRF/TPS3R di Karawang melalui kolaborasi dengan KSM Sahabat Lingkungan dan pemerintah lokal. TPS3R ini mampu melayani hingga 6,000 rumah tangga di sekitar Karawang," sambungnya.

Di kesempatan yang sama, Astri Wahyuni, Public Affairs and Sustainability Director Aqua, menyampaikan bahwa ekosistem daur ulang di Indonesia terus berkembang di tengah tantangan seperti kualitas input dari sampah tercampur, harga produk RPET yang masih tinggi, dan kebutuhan insentif bagi pelaku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)

MOST SEARCH