FITNESS & HEALTH

Meski Jarang Terjadi, Penyintas Covid-19 Mungkin Bisa Mengembangkan Psikosis

Raka Lestari
Kamis 31 Desember 2020 / 08:11
Jakarta: Beberapa pasien covid-19 di seluruh dunia, pada kasus yang jarang terjadi mengembangkan gejala psikotik. Mulai dari delusi yang mengganggu, hingga halusinasi yang jelas beberapa minggu setelah timbulnya penyakit mereka.

Para ahli berpikir, kemungkinan kasus psikosis atau kasus-kasus lain yang berkaitan dengan gejala neurologis pada covid-19 mungkin terkait dengan peradangan. Kemudian meluas di tubuh yang terkait dengan sindrom atau efek samping dari respons kekebalan tubuh terhadap virus.

"Peradangan besar-besaran yang ditimbulkan oleh covid-19 pada seseorang seringkali mengakibatkan sedikit disfungsi organ dari kepala sampai kaki. Gejala otak ini cenderung berakar pada delirium," kata Panagis Galiatsatos, dokter perawatan paru dan kritis di Johns Hopkins Bayview Medical Center.

Galiatsatos mengatakan 'delirium' adalah istilah medis untuk gejala neurologis mulai dari psikosis parah hingga gangguan kognitif yang lebih ringan. Gejala-gejala ini bisa terjadi lama setelah gejala fisik hilang. Bahkan setelah peradangan mereda, otak masih belum pulih dari cedera.

Untungnya, psikosis parah akibat covid-19 tampaknya jarang terjadi. Pencarian cepat dari laporan kasus di British Medical Journal menyebutkan bahwa, ada tujuh kasus psikosis yang terkait dengan covid-19 sejak Juni 2020.

Satu studi mengidentifikasi terdapat 10 pasien covid-19 di Inggris yang dirawat mengalami “onset” psikosis pertama kali. Dan, studi lainnya menemukan 10 pasien serupa di satu rumah sakit di Spanyol.

Berdasarkan sebuah makalah yang dipublikasikan oleh NIH National Library of Medicine, pada September lalu menuliskan secara rinci bahwa, ada seorang pria paruh baya yang kemudian menjadi paranoid dan melakukan percobaan bunuh diri setelah terinfeksi covid-19. Dan, sama seperti pasien lainnya, ia tidak memiliki riwayat sakit mental.

Gejala covid-19 terkait gangguan pada otak lainnya yang didokumentasikan di antaranya stroke, kesulitan berkonsentrasi atau 'brain fog', dan hilangnya kemampuan indra perasa dan penciuman.

Sebuah tinjauan penelitian yang diterbitkan dalam Annals of Neurology pada Oktober, menemukan lebih dari 80 persen pasien virus korona yang dirawat di rumah sakit mengalami beberapa gejala neurologis.

Pemerintah melalui #satgascovid19 tak bosan-bosannya mengampanyekan #ingatpesanibu. Jangan lupa selalu menerapkan 3M, yakni #pakaimasker, #jagajarak dan #jagajarakhindarikerumunan, serta #cucitangandan #cucitanganpakaisabun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH