FITNESS & HEALTH
Kenali Gejala dan Cara Mencegah Sindrom Ovarium Polikistik
Elang Riki Yanuar
Sabtu 23 September 2023 / 22:06
Jakarta: Siloam Hospitals Sriwijaya melalui unit Blatula IVF melanjutkan edukasi mengenai PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome) atau Sindrom Ovarium Polikistik dalam acara bincang-bincang bertajuk "Kupas Tuntas PCOS".
Acara ini menghadirkan Dr. Oriza Z., SpOG(K)-FER dan Dr. Dwi Silvia, SpOG(K)-FER, yang merupakan dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan dari Rs Siloam Sriwijaya di kota Palembang.
Menurut data epidemiologi, sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovarian syndrome/ PCOS dialami oleh lebih dari 116 juta atau sekitar 3,4% wanita di seluruh dunia. PCOS diperkirakan merupakan penyakit metabolik yang paling sering dialami wanita usia subur.
"PCOS ini yang dalam bahasa Indonesianya Sindrom Ovarium Polikistik, bukanlah penyakit, tetapi merupakan gangguan hormon yang mempengaruhi ovarium atau indung telur dari organ wanita," kata Dr. Dwi Silvia.
"Gangguan ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk ketidakseimbangan hormon seks wanita, infertilitas atau sulit hamil, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan pertumbuhan rambut berlebihan pada wajah dan tubuh," lanjutnya.
Sejumlah gejala yang mengindikasikan seorang wanita mengidap PCOS seperti siklus menstruasi tidak teratur bahkan terjadi pendarahan hebat. Ada pula masalah pada kulit seperti jerawat yang parah, begitu juga dengan kelebihan berat badan dan sulit mengendalikannya.
"Penting untuk diingat bahwa tidak semua wanita dengan PCOS akan mengalami semua gejala ini. Diagnosis PCOS biasanya dibuat oleh dokter berdasarkan kombinasi gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah untuk mengukur tingkat hormon, dan pemeriksaan ultrasonografi ovarium," kata Dr. Oriza.
Sindrom Ovarium Polikistik atau PCOS secara umum dapat diketahui setelah tiga tahun, yaitu sejak siklus menstruasi pertama kali dialami para wanita. Sehingga diperlukan tahap evaluasi jika merasakan sejumlah gejala yang telah disebutkan.
"Namun para wanita tidak perlu khawatir karena saat ini PCOS dapat dicegah dan diobati yang tentunya harus sesuai dengan gejala dan saran dari dokter setelah dilakukan pemeriksaan," katanya.
Bagi wanita, harus memodifikasi gaya hidup menjadi lebih baik seperti pola makan yang sehat, istirahat dan olahraga dengan intensitas cukup sekaligus pentingnya mengendalikan stres. Poin utama pencegahan ini selain memperlancar siklus menstruasi dan mencegah PCOS, sekaligus mencegah penyakit penyakit lainnya.
"Mengubah gaya hidup menjadi sangat penting di kalangan wanita untuk mencegah PCOS. Hanya saja, bagi yang terpapar sindrom ovarium polikistik, maka diperlukan pengobatan atau terapi hormonal, yang biasanya ditempatkan sebagai pilihan pertama untuk mengelola PCOS ini", tutur dr. Oriza.
Menurut dr. Oriza, ada beberapa kasus dari PCOS diperlukan tindakan operasi, melalui Laparoskopi yaitu dengan melakukan drilling ovarium Kateterisasi ovarium dan pengecilan ovarium dibuang sehingga diharapkan dapat menurunkan kondisi hiperandrogennya.
"Perlu diingat bahwa tindakan ini dapat menjadi pilihan apabila penderita pcos menginginkan adanya suatu kehamilan. Selain tindakan laparoskopi ini, adapun pilihan terakhir Yang dapat ditempuh oleh penderita pcos dalam menginginkan suatu kehamilan yaitu dengan melakukan IVF (bayi tabung)," tutup dr. Dwi Silvia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ELG)
Acara ini menghadirkan Dr. Oriza Z., SpOG(K)-FER dan Dr. Dwi Silvia, SpOG(K)-FER, yang merupakan dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan dari Rs Siloam Sriwijaya di kota Palembang.
Menurut data epidemiologi, sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovarian syndrome/ PCOS dialami oleh lebih dari 116 juta atau sekitar 3,4% wanita di seluruh dunia. PCOS diperkirakan merupakan penyakit metabolik yang paling sering dialami wanita usia subur.
"PCOS ini yang dalam bahasa Indonesianya Sindrom Ovarium Polikistik, bukanlah penyakit, tetapi merupakan gangguan hormon yang mempengaruhi ovarium atau indung telur dari organ wanita," kata Dr. Dwi Silvia.
"Gangguan ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk ketidakseimbangan hormon seks wanita, infertilitas atau sulit hamil, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan pertumbuhan rambut berlebihan pada wajah dan tubuh," lanjutnya.
Sejumlah gejala yang mengindikasikan seorang wanita mengidap PCOS seperti siklus menstruasi tidak teratur bahkan terjadi pendarahan hebat. Ada pula masalah pada kulit seperti jerawat yang parah, begitu juga dengan kelebihan berat badan dan sulit mengendalikannya.
"Penting untuk diingat bahwa tidak semua wanita dengan PCOS akan mengalami semua gejala ini. Diagnosis PCOS biasanya dibuat oleh dokter berdasarkan kombinasi gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah untuk mengukur tingkat hormon, dan pemeriksaan ultrasonografi ovarium," kata Dr. Oriza.
Sindrom Ovarium Polikistik atau PCOS secara umum dapat diketahui setelah tiga tahun, yaitu sejak siklus menstruasi pertama kali dialami para wanita. Sehingga diperlukan tahap evaluasi jika merasakan sejumlah gejala yang telah disebutkan.
"Namun para wanita tidak perlu khawatir karena saat ini PCOS dapat dicegah dan diobati yang tentunya harus sesuai dengan gejala dan saran dari dokter setelah dilakukan pemeriksaan," katanya.
Pencegahan dan Pengobatan Sindrom Ovarium Polikistik
Bagi wanita, harus memodifikasi gaya hidup menjadi lebih baik seperti pola makan yang sehat, istirahat dan olahraga dengan intensitas cukup sekaligus pentingnya mengendalikan stres. Poin utama pencegahan ini selain memperlancar siklus menstruasi dan mencegah PCOS, sekaligus mencegah penyakit penyakit lainnya.
"Mengubah gaya hidup menjadi sangat penting di kalangan wanita untuk mencegah PCOS. Hanya saja, bagi yang terpapar sindrom ovarium polikistik, maka diperlukan pengobatan atau terapi hormonal, yang biasanya ditempatkan sebagai pilihan pertama untuk mengelola PCOS ini", tutur dr. Oriza.
Menurut dr. Oriza, ada beberapa kasus dari PCOS diperlukan tindakan operasi, melalui Laparoskopi yaitu dengan melakukan drilling ovarium Kateterisasi ovarium dan pengecilan ovarium dibuang sehingga diharapkan dapat menurunkan kondisi hiperandrogennya.
"Perlu diingat bahwa tindakan ini dapat menjadi pilihan apabila penderita pcos menginginkan adanya suatu kehamilan. Selain tindakan laparoskopi ini, adapun pilihan terakhir Yang dapat ditempuh oleh penderita pcos dalam menginginkan suatu kehamilan yaitu dengan melakukan IVF (bayi tabung)," tutup dr. Dwi Silvia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)