FITNESS & HEALTH
Vaksinasi Bisa Jadi Solusi Utama dari Respiratory Syncytial Virus (RSV)
A. Firdaus
Kamis 04 Desember 2025 / 10:10
Jakarta: Respiratory Syncytial Virus (RSV) telah menjadi masalah kesehatan global yang signifikan. Dengan adanya kondisi tersebut, mendorong kesadaran masyarakat untuk lebih memperhatikan virus pernapasan ini yang sering kali dianggap sepele.
Berdasarkan data penelitian internasional, menjelaskan bahwa 3-7% populasi umum terinfeksi RSV dalam satu waktu, dengan angka yang lebih tinggi sebesar 4-10% pada kelompok risiko tinggi seperti lansia atau orang dewasa dengan penyakit penyerta.
Dari mereka yang terinfeksi, 17-28% mencari pertolongan medis, 4-10% dirawat inap, 6-15% masuk ICU, dan 1-10% meninggal dunia.
"RSV bukan penyakit batuk pilek biasa yang berakhir dengan jalan-jalan di mal. Ini bisa berakhir dengan komplikasi ICU, bahkan kematian, terutama jika kita hitung dari populasi dunia yang besar," kata dr. Robert Sinto, SpPD, K-PTI, DPhil, FINASIM, FHEA, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialisasi di bidang penyakit tropik dan infeksi dalam acara Pfizer 'Menjaga Napas di Usia Senja: Mengulik Bahaya RSV Pada Lansia dan Cara Mencegahnya" di World Trade Centre 3, Karet Sudirman, Rabu (03/12/25).
Kemudian, dr. Robert juga membagikan studi dari Singapura, di mana sekitar 5% kasus infeksi saluran napas atas yang negatif influenza disebabkan oleh RSV dengan risiko meningkat seiring usia. Di negara lain, RSV menyumbang sekitar 10% kasus infeksi paru komunitas.
Lebih lanjut, dr. Robert menyoroti bahwa RSV tidak hanya menyebabkan gejala ringan pada kebanyakan orang, tetapi dapat memicu komplikasi serius pada kelompok risiko tinggi. Kelompok ini meliputi:
1. Orang dengan komorbiditas seperti PPOK, penyakit kardiovaskular, immunocompromised, diabetes, gangguan neurologis, ginjal, hati, dan darah.
2. Lansia, bahkan yang sehat dengan risiko masuk rumah sakit 6X lipat jika berusia di atas 75 tahun.
"Pasien dengan gagal ginjal memiliki risiko 6,5X lipat untuk masuk rumah sakit akibat RSV dibandingkan yang tidak," jelas dr. Robert.
Selain itu, RSV dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang, seperti gagal jantung dengan prevalensi 25% pada pasien dengan komorbid kardiovaskular, serangan jantung, dan gangguan paru. Pada pasien immunocompromised, risiko gagal transplantasi juga meningkat.
Di Amerika Serikat, perbandingan antara influenza dan Respiratory Syncytial Virus (RSV) menunjukkan bahwa kedua penyakit ini memiliki dampak kesehatan yang serupa. Misalnya, persentase pasien influenza yang harus dirawat di rumah sakit adalah sekitar 12%, sedangkan untuk RSV angkanya sedikit lebih tinggi, yaitu 15%.
Selain itu, ketika melihat kebutuhan ventilator, pasien influenza membutuhkan ventilator sebanyak 13%, sementara pasien RSV hanya 10%. Setelah pulang dari rumah sakit, sekitar 5% pasien RSV memerlukan perawatan jangka panjang, sedangkan untuk influenza angkanya 6%.
“Tingkat kematian juga hampir sama, yaitu 8% untuk RSV dan 7% untuk influenza yang berarti RSV tidak lebih ringan atau lebih baik daripada influenza karena sama buruknya,” ujar dr. Robert.
Karena tidak ada obat efektif untuk RSV seperti ribavirin yang tidak tersedia di Indonesia, pencegahan melalui vaksinasi menjadi fokus.
Kemudian, dr. Robert menjelaskan vaksin RSV memiliki efektivitas sekitar 80% dalam mencegah infeksi gejala dan hospitalisasi yang bertahan hingga tahun kedua hingga 77%.
Vaksin ini terbukti aman dengan lebih dari 8 miliar dosis diberikan global. Risiko efek samping seperti Guillain-Barré Syndrome (GBS) sangat rendah (0-18 kasus), dan risiko stroke pasca-vaksinasi lebih kecil dibandingkan risiko setelah infeksi alami.
"Vaksin RSV dapat diberikan bersamaan dengan vaksin influenza, COVID-19, pneumonia, atau zoster tanpa mengurangi efektivitas," tambah dr. Robert.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Berdasarkan data penelitian internasional, menjelaskan bahwa 3-7% populasi umum terinfeksi RSV dalam satu waktu, dengan angka yang lebih tinggi sebesar 4-10% pada kelompok risiko tinggi seperti lansia atau orang dewasa dengan penyakit penyerta.
Dari mereka yang terinfeksi, 17-28% mencari pertolongan medis, 4-10% dirawat inap, 6-15% masuk ICU, dan 1-10% meninggal dunia.
"RSV bukan penyakit batuk pilek biasa yang berakhir dengan jalan-jalan di mal. Ini bisa berakhir dengan komplikasi ICU, bahkan kematian, terutama jika kita hitung dari populasi dunia yang besar," kata dr. Robert Sinto, SpPD, K-PTI, DPhil, FINASIM, FHEA, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialisasi di bidang penyakit tropik dan infeksi dalam acara Pfizer 'Menjaga Napas di Usia Senja: Mengulik Bahaya RSV Pada Lansia dan Cara Mencegahnya" di World Trade Centre 3, Karet Sudirman, Rabu (03/12/25).
Kemudian, dr. Robert juga membagikan studi dari Singapura, di mana sekitar 5% kasus infeksi saluran napas atas yang negatif influenza disebabkan oleh RSV dengan risiko meningkat seiring usia. Di negara lain, RSV menyumbang sekitar 10% kasus infeksi paru komunitas.
Komplikasi RSV lebih dari sekadar infeksi akut
Lebih lanjut, dr. Robert menyoroti bahwa RSV tidak hanya menyebabkan gejala ringan pada kebanyakan orang, tetapi dapat memicu komplikasi serius pada kelompok risiko tinggi. Kelompok ini meliputi:
1. Orang dengan komorbiditas seperti PPOK, penyakit kardiovaskular, immunocompromised, diabetes, gangguan neurologis, ginjal, hati, dan darah.
2. Lansia, bahkan yang sehat dengan risiko masuk rumah sakit 6X lipat jika berusia di atas 75 tahun.
"Pasien dengan gagal ginjal memiliki risiko 6,5X lipat untuk masuk rumah sakit akibat RSV dibandingkan yang tidak," jelas dr. Robert.
Selain itu, RSV dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang, seperti gagal jantung dengan prevalensi 25% pada pasien dengan komorbid kardiovaskular, serangan jantung, dan gangguan paru. Pada pasien immunocompromised, risiko gagal transplantasi juga meningkat.
Perbandingan influenza dengan RSV sama buruknya
Di Amerika Serikat, perbandingan antara influenza dan Respiratory Syncytial Virus (RSV) menunjukkan bahwa kedua penyakit ini memiliki dampak kesehatan yang serupa. Misalnya, persentase pasien influenza yang harus dirawat di rumah sakit adalah sekitar 12%, sedangkan untuk RSV angkanya sedikit lebih tinggi, yaitu 15%.
Selain itu, ketika melihat kebutuhan ventilator, pasien influenza membutuhkan ventilator sebanyak 13%, sementara pasien RSV hanya 10%. Setelah pulang dari rumah sakit, sekitar 5% pasien RSV memerlukan perawatan jangka panjang, sedangkan untuk influenza angkanya 6%.
“Tingkat kematian juga hampir sama, yaitu 8% untuk RSV dan 7% untuk influenza yang berarti RSV tidak lebih ringan atau lebih baik daripada influenza karena sama buruknya,” ujar dr. Robert.
Pencegahan: vaksinasi sebagai solusi utama
Karena tidak ada obat efektif untuk RSV seperti ribavirin yang tidak tersedia di Indonesia, pencegahan melalui vaksinasi menjadi fokus.
Kemudian, dr. Robert menjelaskan vaksin RSV memiliki efektivitas sekitar 80% dalam mencegah infeksi gejala dan hospitalisasi yang bertahan hingga tahun kedua hingga 77%.
Vaksin ini terbukti aman dengan lebih dari 8 miliar dosis diberikan global. Risiko efek samping seperti Guillain-Barré Syndrome (GBS) sangat rendah (0-18 kasus), dan risiko stroke pasca-vaksinasi lebih kecil dibandingkan risiko setelah infeksi alami.
"Vaksin RSV dapat diberikan bersamaan dengan vaksin influenza, COVID-19, pneumonia, atau zoster tanpa mengurangi efektivitas," tambah dr. Robert.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)