FITNESS & HEALTH

Wamenkes Soroti Penggunaan Antibiotik yang Harus Sesuai Indikasi Medis

Yatin Suleha
Kamis 08 Agustus 2024 / 10:16
Jakarta: Antibiotik merupakan jenis obat yang secara khusus digunakan untuk melawan infeksi akibat bakteri pada tubuh manusia maupun hewan. Ia adalah golongan senyawa antimikroba yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia pada organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. 

Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, termasuk bahan antibakteri paling penting. Antibiotik hanya melawan infeksi bakteri dan tidak bekerja melawan infeksi virus, seperti flu, pilek, sakit tenggorokan, gondok, bronkhitis, dan lainnya. 

Penggunaan antibiotik yang berlebihan, tidak tepat waktu, dan tidak sesuai indikasi medis berpotensi menyebabkan resistensi antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR). Akibatnya, infeksi pada pasien bertambah parah dan dapat menyebabkan angka kematian tinggi.

Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa resistensi antimikroba telah menjadi ancaman besar. 

Dengan data global pada tahun 2019 menunjukkan 1,2 juta kematian disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap antimikroba. Lebih mengkhawatirkan lagi, sebuah studi memprediksi bahwa tanpa pengendalian yang efektif, akan ada 10 juta kematian per tahun pada 2050.


(Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan, situasi resistensi antimikroba di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Terdapat lebih dari 400 ribu orang meninggal akibat sepsis, dengan 34 ribu di antaranya disebabkan oleh resistensi antimikroba. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)

“Inilah mengapa AMR disebut sebagai silent pandemic,” kata Prof. Dante dalam acara Navigating Antimicrobial Stewardship in Indonesia and Diabetic Foot Ulcer (DFU) Infections Management pada Rabu, 7 Agustus 2024.

Dalam sambutannya di rumah dinas Duta Besar Swedia di Jakarta, Prof. Dante menambahkan, situasi resistensi antimikroba di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Terdapat lebih dari 400 ribu orang meninggal akibat sepsis, dengan 34 ribu di antaranya disebabkan oleh resistensi antimikroba.

Data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online menunjukkan bahwa 25 persen kematian akibat sepsis berasal dari pasien rawat inap pada 2023, dengan Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah kasus tertinggi.

Untuk mengatasi ancaman ini, lanjut Prof. Dante, prinsip pengendalian resistensi antimikroba adalah dengan mencegah infeksi dan menerapkan penggunaan antimikroba secara bijaksana atau dikenal dengan penatagunaan antimikroba (antimicrobial stewardship).

Kementerian Kesehatan juga aktif dalam mempromosikan pengendalian resistensi antimikroba untuk meningkatkan kesadaran di antara semua pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan dan regulator.

“Inisiatif GeMa CerMat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat) di masyarakat juga menjadi bagian penting dari upaya ini,” ujar Prof. Dante.

GeMa CerMat merupakan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menggunakan obat dengan benar, meningkatkan kemandirian dan perubahan perilaku masyarakat dalam memilih dan menggunakan obat secara benar.

Prof. Dante menyoroti pentingnya pendekatan One Health dan keterlibatan mitra, sektor swasta, dan masyarakat untuk memperkuat penggunaan antimikroba secara bijak di Indonesia. Perjuangan melawan resistensi antimikroba bukan hanya tantangan ilmiah atau medis, tetapi juga tanggung jawab bersama.

“Dengan bekerja sama, kita dapat menjaga efektivitas penggunaan antimikroba secara bijak dan melindungi kesehatan generasi masa depan kita,” tegas Prof. Dante.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH