FITNESS & HEALTH

Klaim Rokok Elektrik Dapat Bantu Perokok Berhenti Dinilai Keliru

A. Firdaus
Rabu 07 Mei 2025 / 15:13
Jakarta: Klaim bahwa rokok elektrik dapat membantu perokok berhenti merokok dinilai keliru oleh Dr. dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P(K), M.Pd.Ked dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Penelitian terbaru yang dirilis pada April 2025 oleh para peneliti dari Johns Hopkins University mengungkapkan bahwa hanya 0,08% pengguna yang berhasil berhenti menggunakan semua produk tembakau dengan bantuan rokok elektrik - angka yang sangat kecil.

Sementara itu, risiko yang ditimbulkan dari penggunaan rokok elektrik bagi generasi masa depan sangat besar, di mana sebagian besar pengguna baru adalah anak muda, dan 77,8% di antaranya sebelumnya belum pernah menggunakan produk tembakau apa pun.

"Bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan rokok elektrik jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya bagi generasi masa depan Indonesia," kata Dr. Feni.

Baca juga: Ingin 'Tobat' nge-Vape? Kamu Bisa Lakukan 5 Trik Ini

Senada dengan PDPI, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT) Kementerian Kesehatan RI, Benget Saragih, menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan tidak menganggap rokok elektrik, termasuk produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product), sebagai solusi untuk berhenti merokok atau strategi efektif dalam menurunkan prevalensi perokok.

"Fokus utama kami tetap pada pencegahan dan penghentian penggunaan semua produk tembakau, bukan pada substitusi antar produk yang tetap mengandung risiko seperti pendekatan pengurangan risiko (harm reduction)," ujar Benget.

Lebih jauh, Mohammad Ainul Maruf, Sekretaris Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), mengingatkan tentang potensi kuat campur tangan industri rokok dalam membentuk narasi publik.

"Industri tembakau terus berupaya membentuk opini bahwa produk mereka lebih aman, padahal risiko kesehatannya tetap nyata. Kita harus waspada terhadap upaya manipulasi ini dan melindungi proses pembuatan kebijakan dari pengaruh korporasi yang hanya mengejar keuntungan," tegas Maruf.

Sejalan dengan temuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rokok elektronik tetap mengandung berbagai zat berbahaya, termasuk nikotin, logam berat, dan senyawa karsinogenik. WHO juga memperingatkan bahwa produk ini dapat menjadi pintu masuk bagi generasi muda untuk kemudian beralih ke penggunaan rokok konvensional.

Organisasi kesehatan dan masyarakat sipil menekankan pentingnya menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam seluruh kebijakan yang berkaitan dengan produk tembakau alternatif. Mereka menyerukan agar Indonesia tidak terjebak dalam narasi yang dibangun industri, dan tetap berkomitmen untuk melindungi generasi mudanya.

"Generasi Emas Indonesia 2045 hanya dapat terwujud jika kita membangun manusia Indonesia yang sehat, bebas dari ketergantungan terhadap nikotin dan zat adiktif lainnya," tutup Maruf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH