Jakarta: Belakangan, banyak orang yang fokus mencegah penuaan dari bagian luarnya saja, salah satunya mencegah kulit yang keriput. Padahal kita juga perlu menjaga kesehatan dari dalam, seperti menghindari penurunan fungsi otak.
Padahal otak merupakan organ tubuh yang paling berpengaruh dari kehidupan seseorang. Jika tidak dirawat, maka muncul berbagai keluhan yang di antaranya adalah demensia.
Dalam diskusi yang diadakan Rumah Sakit Pondok Indah, Dr. dr. Gea Pandhita, M.Kes, Sp. N mengatakan, seiring bertambahnya usia, seperti kulit, otak kita juga mengkerut. Pada saat otak mengkerut berlebihan, pada saat itu pula terjadi perubahan fungsi otak yang memburuk.
"Bahkan kalau berlebihan lagi bisa terjadi kedahsyatan dan ini prosesnya lambat dan tidak bisa kembali. Yang harus kita jaga adalah jangan sampai otak kita mengkerut," ujar Dr. Gea.
Baca juga: Beda dengan Pikun, Apa Itu Demensia?
Diketahui, otak seperti komputer yang mengendalikan seluruh tubuh. Otak juga rumit karena setiap bagian ada fungsi tersendiri. Ada fungsi motorik yang menggerakkan anggota tubuh, ada fungsi sensorik untuk perasa, dan ada juga fungsi kognitif yang dan punya lima fungsi sendiri.
"Kaitan dengan pengkerutan tergantung bagaimana otak mengalami degenaritf. Kalau degeneratif ada di substansi maka muncul gejala parkinson dan ada juga muncul gejala demensia," ucap Dr. Gea.
Ada beberapa jenis demensia yang dialami lansia, namun yang paling sering ditemukan kasusnya adalah Alzheimer, di mana rata-rata dialami orang yang berusia di atas 65 tahun.
Biasanya, penderita Alzheimer bakal mengalami penurunan fungsi kognitif. Di antaranya penderita akan sulit mengingat, berkurangnya kosa kata dalam berbicara, serta sulit mengambil keputusan. Parahnya lagi, ia akan mengalami kemunduran bersosialisai akibat semua gejala tersebut.

Dr. dr. Gea Pandhita, M.Kes, Sp. N. Dok. A. Firdaus/Medcom
Orang bisa dikatakan mengalami demensia jika mengalami dua gejala ini, di antaranya penurunan fungsi kognitif seperti penurunan memori, kemampuan bahasa, dan pengambilan keputusan. Selain itu penderita juga mengalami terganggunya aktivitas harian.
"Jika penurunan kognitifnya sudah mengganggu aktivitas harian, seperti orang tua gampang memakai kompor, tapi tiba-tiba lupa. maka orang tersebut mengalami demensia. Jadi kita harus waspada," ungkap dokter yang aktif di komunitas Alzheimer Indonesia.
Orang tua akan mengalami demensia yang lebih parah jika punya behavioral and Psychological Sympstoms. Seperti gampang curiga, sensitif dan halusinasi.
Kamu bisa mencegah penurunan fungsi otak dengan beberapa cara, mulai dari melakukan deteksi dini kesehatan otak. Pemeriksaan ada tidaknya demensia bisa kamu lakukan dengan mengisi kuisioner terstandar, yaitu Mental State Examination (MMSE) dengan 11 item penilaian.
"Kita juga bisa memeriksakan fisik dengan MRI untuk mengetahui volume area otak hipocampus dan pembuluh darah otak," ungkap Dr. Gea.
Pemeriksaan ini lebih mendalam termasuk PET/Scan untuk melihat apakah ada deposit plak di sel otak yang menjadi penyebab demensia. Jika ada, maka dokter akan memberikan obat untuk memperlambat pengecilan volume otak.
Sementara bagi kita yang belum mencapai kategori Lansia, bisa mencegah risiko demensia alzheimer dengan mengendalikan penyakit yang mengganggu aliran darah ke otak seperti, hipertensi, diabetes, atau obesitas.
"Kita juga harus meningkatkan aktivitas yang dapat menstimulasi otak, seperti banyak membaca, mengaji bagi yang muslim, hingga belajar hal baru agar otak terus dipakai," saran Dr. Gea.
Selain itu, rutin berolahraga selama setengah jam juga menjadi cara untuk meningkatkan aliran darah ke otak. Kemudian, tidur yang cukup dan berkualitas.
"Nah, untuk tidur juga harus tepat pada waktunya yaktu jam 9 malam sampai jam 3 pagi," kata Dr. Gea.
Mengapa begitu? Sebab saat waktu tersebut tubuh akan memproduksi hormon melatonin yang dapat memperbaiki sel-sel, termasuk sel otak. Dan pada saat itu hormon produksinya memang sangat tinggi.
Jika kamu menerapkan semua gaya hidup di atas, bukan tak mungkin kamu bisa menghambat penurunan fungsi otak. Dan, tentunya kamu bisa menua tanpa demensia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Padahal otak merupakan organ tubuh yang paling berpengaruh dari kehidupan seseorang. Jika tidak dirawat, maka muncul berbagai keluhan yang di antaranya adalah demensia.
Dalam diskusi yang diadakan Rumah Sakit Pondok Indah, Dr. dr. Gea Pandhita, M.Kes, Sp. N mengatakan, seiring bertambahnya usia, seperti kulit, otak kita juga mengkerut. Pada saat otak mengkerut berlebihan, pada saat itu pula terjadi perubahan fungsi otak yang memburuk.
"Bahkan kalau berlebihan lagi bisa terjadi kedahsyatan dan ini prosesnya lambat dan tidak bisa kembali. Yang harus kita jaga adalah jangan sampai otak kita mengkerut," ujar Dr. Gea.
Baca juga: Beda dengan Pikun, Apa Itu Demensia?
Diketahui, otak seperti komputer yang mengendalikan seluruh tubuh. Otak juga rumit karena setiap bagian ada fungsi tersendiri. Ada fungsi motorik yang menggerakkan anggota tubuh, ada fungsi sensorik untuk perasa, dan ada juga fungsi kognitif yang dan punya lima fungsi sendiri.
"Kaitan dengan pengkerutan tergantung bagaimana otak mengalami degenaritf. Kalau degeneratif ada di substansi maka muncul gejala parkinson dan ada juga muncul gejala demensia," ucap Dr. Gea.
Ada beberapa jenis demensia yang dialami lansia, namun yang paling sering ditemukan kasusnya adalah Alzheimer, di mana rata-rata dialami orang yang berusia di atas 65 tahun.
Biasanya, penderita Alzheimer bakal mengalami penurunan fungsi kognitif. Di antaranya penderita akan sulit mengingat, berkurangnya kosa kata dalam berbicara, serta sulit mengambil keputusan. Parahnya lagi, ia akan mengalami kemunduran bersosialisai akibat semua gejala tersebut.

Dr. dr. Gea Pandhita, M.Kes, Sp. N. Dok. A. Firdaus/Medcom
Orang bisa dikatakan mengalami demensia jika mengalami dua gejala ini, di antaranya penurunan fungsi kognitif seperti penurunan memori, kemampuan bahasa, dan pengambilan keputusan. Selain itu penderita juga mengalami terganggunya aktivitas harian.
"Jika penurunan kognitifnya sudah mengganggu aktivitas harian, seperti orang tua gampang memakai kompor, tapi tiba-tiba lupa. maka orang tersebut mengalami demensia. Jadi kita harus waspada," ungkap dokter yang aktif di komunitas Alzheimer Indonesia.
Orang tua akan mengalami demensia yang lebih parah jika punya behavioral and Psychological Sympstoms. Seperti gampang curiga, sensitif dan halusinasi.
Saatnya mencegah demensia Alzheimer
Kamu bisa mencegah penurunan fungsi otak dengan beberapa cara, mulai dari melakukan deteksi dini kesehatan otak. Pemeriksaan ada tidaknya demensia bisa kamu lakukan dengan mengisi kuisioner terstandar, yaitu Mental State Examination (MMSE) dengan 11 item penilaian.
"Kita juga bisa memeriksakan fisik dengan MRI untuk mengetahui volume area otak hipocampus dan pembuluh darah otak," ungkap Dr. Gea.
Pemeriksaan ini lebih mendalam termasuk PET/Scan untuk melihat apakah ada deposit plak di sel otak yang menjadi penyebab demensia. Jika ada, maka dokter akan memberikan obat untuk memperlambat pengecilan volume otak.
Sementara bagi kita yang belum mencapai kategori Lansia, bisa mencegah risiko demensia alzheimer dengan mengendalikan penyakit yang mengganggu aliran darah ke otak seperti, hipertensi, diabetes, atau obesitas.
"Kita juga harus meningkatkan aktivitas yang dapat menstimulasi otak, seperti banyak membaca, mengaji bagi yang muslim, hingga belajar hal baru agar otak terus dipakai," saran Dr. Gea.
Selain itu, rutin berolahraga selama setengah jam juga menjadi cara untuk meningkatkan aliran darah ke otak. Kemudian, tidur yang cukup dan berkualitas.
"Nah, untuk tidur juga harus tepat pada waktunya yaktu jam 9 malam sampai jam 3 pagi," kata Dr. Gea.
Mengapa begitu? Sebab saat waktu tersebut tubuh akan memproduksi hormon melatonin yang dapat memperbaiki sel-sel, termasuk sel otak. Dan pada saat itu hormon produksinya memang sangat tinggi.
Jika kamu menerapkan semua gaya hidup di atas, bukan tak mungkin kamu bisa menghambat penurunan fungsi otak. Dan, tentunya kamu bisa menua tanpa demensia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)