FITNESS & HEALTH
Wamenkes: Indonesia Butuh Upaya yang Inovatif dalam Penanganan DBD
A. Firdaus
Kamis 18 Januari 2024 / 13:12
Jakarta: Sebagai negara endemik dengue, Indonesia masih menghadapi permasalahan yang sama setiap tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, hingga minggu ke-52 pada tahun 2023, terdapat 98.071 kasus di Indonesia, dengan kematian sebanyak 764 jiwa.
Dengue atau biasa dikenal dengan DBD, merupakan penyakit dengan urgensi yang tinggi di Indonesia, di mana semua orang memiliki risiko yang sama untuk terjangkit, terlepas dari usia, strata sosial, atau di mana mereka tinggal. Penyakit ini dapat sangat berbahaya karena menyebabkan kematian. Namun, sampai dengan saat ini belum ada pengobatan khusus yang spesifik untuk mengobati DBD.
Dibutuhkan sinergi yang kuat di antara seluruh pemangku kepentingan, serta peran aktif masyarakat untuk dapat menanggulangi DBD secara menyeluruh. Hal ini perlu dilakukan dari satuan unit terkecil di masyarakat, yaitu keluarga. Keluarga memegang peranan yang krusial dalam pencegahan penyebaran virus dengue dan meningkatkan perlindungan terhadap komunitas.
Menurut Wakil Menteri Kementerian Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD., Ph.D., dalam 10 tahun terakhir, kasus dengue/DBD di Indonesia meningkat seiring dengan pergantian iklim. Biasanya mulai naik di bulan November, dan puncaknya terjadi sekitar bulan Februari. Apalagi dengan suhu panas yang sekarang dibawa oleh El Nino.
"Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara endemik dengan kasus tertinggi. Sebagian besar kabupaten/kota mempunyai incidence rate >10/100.000, tetapi ada 26 kabupaten/kota yang sudah mencapai incidence rate >10/100.000.," ungkap Prof. Dante secara daring dalam diskusi publik tentang: Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue/DBD.
Pemerintah telah merumuskan strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025 yang mencakup manajemen vektor, surveilans, tatalaksana, partisipasi masyatrakat, komitmen pemerintah dan kajian. Oleh karena itu, Pemerintah secara aktif melakukan sosialisasi terkait gerakan masyarakat seperti program 3M Plus.
Baca juga: Kemenkes Jadwalkan Introduksi Vaksin Dengue pada 2025
Sejauh ini, 3M Plus masih menjadi program yang cukup efektif. Namun memang, selain dengan memperkuat program pemberdayaan masyarakat, dibutuhkan upaya yang lebih inovatif untuk pengendalian DBD di Indonesia, seperti pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin.
"Pemerintah menyambut baik intervensi inovasi melalui vaksin dalam penanganan DBD. Untuk itu, kami berkomitmen untuk menjalin kerja sama yang berkesinambungan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti FNM Society dan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR), guna mencapai target utama ‘Indonesia Nol Kematian Akibat Dengue 2030’," ungkap Wamenkes Prof. Dante.
"Maka, kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta dalam upaya pencegahan dengue di lingkungannya masing-masing," tutup Prof. Dante.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, DR. dr. Maxi Rein Rondonuwu DHSM MARS. menyampaikan, pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020-2024 berkomitmen untuk mengendalikan DBD sebagai bagian dari strategi peningkatan pengendalian penyakit.
"Cakupan aktivitasnya seperti: pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit; penguatan health security; peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan; serta pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat," Dr. Maxi mengusulkan.
"Program introduksi vaksin dengue oleh pemerintah bisa dimulai paling lambat tahun depan (2025)," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Dengue atau biasa dikenal dengan DBD, merupakan penyakit dengan urgensi yang tinggi di Indonesia, di mana semua orang memiliki risiko yang sama untuk terjangkit, terlepas dari usia, strata sosial, atau di mana mereka tinggal. Penyakit ini dapat sangat berbahaya karena menyebabkan kematian. Namun, sampai dengan saat ini belum ada pengobatan khusus yang spesifik untuk mengobati DBD.
Dibutuhkan sinergi yang kuat di antara seluruh pemangku kepentingan, serta peran aktif masyarakat untuk dapat menanggulangi DBD secara menyeluruh. Hal ini perlu dilakukan dari satuan unit terkecil di masyarakat, yaitu keluarga. Keluarga memegang peranan yang krusial dalam pencegahan penyebaran virus dengue dan meningkatkan perlindungan terhadap komunitas.
Menurut Wakil Menteri Kementerian Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD., Ph.D., dalam 10 tahun terakhir, kasus dengue/DBD di Indonesia meningkat seiring dengan pergantian iklim. Biasanya mulai naik di bulan November, dan puncaknya terjadi sekitar bulan Februari. Apalagi dengan suhu panas yang sekarang dibawa oleh El Nino.
"Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara endemik dengan kasus tertinggi. Sebagian besar kabupaten/kota mempunyai incidence rate >10/100.000, tetapi ada 26 kabupaten/kota yang sudah mencapai incidence rate >10/100.000.," ungkap Prof. Dante secara daring dalam diskusi publik tentang: Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue/DBD.
Pemerintah telah merumuskan strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025 yang mencakup manajemen vektor, surveilans, tatalaksana, partisipasi masyatrakat, komitmen pemerintah dan kajian. Oleh karena itu, Pemerintah secara aktif melakukan sosialisasi terkait gerakan masyarakat seperti program 3M Plus.
Baca juga: Kemenkes Jadwalkan Introduksi Vaksin Dengue pada 2025
Sejauh ini, 3M Plus masih menjadi program yang cukup efektif. Namun memang, selain dengan memperkuat program pemberdayaan masyarakat, dibutuhkan upaya yang lebih inovatif untuk pengendalian DBD di Indonesia, seperti pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin.
"Pemerintah menyambut baik intervensi inovasi melalui vaksin dalam penanganan DBD. Untuk itu, kami berkomitmen untuk menjalin kerja sama yang berkesinambungan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti FNM Society dan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR), guna mencapai target utama ‘Indonesia Nol Kematian Akibat Dengue 2030’," ungkap Wamenkes Prof. Dante.
"Maka, kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta dalam upaya pencegahan dengue di lingkungannya masing-masing," tutup Prof. Dante.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, DR. dr. Maxi Rein Rondonuwu DHSM MARS. menyampaikan, pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020-2024 berkomitmen untuk mengendalikan DBD sebagai bagian dari strategi peningkatan pengendalian penyakit.
"Cakupan aktivitasnya seperti: pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit; penguatan health security; peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan; serta pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat," Dr. Maxi mengusulkan.
"Program introduksi vaksin dengue oleh pemerintah bisa dimulai paling lambat tahun depan (2025)," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)