FITNESS & HEALTH
Penyebab dan Risiko yang Dialami Penyandang Mata Juling
A. Firdaus
Minggu 13 November 2022 / 07:04
Jakarta: Sebuah studi terbaru melaporkan prevalensi strabismus atau biasa disebut mata juling
secara global diperkirakan mencapai 1,93 persen. Angka ini menunjukan bahwa setidaknya 148 juta orang di seluruh dunia menyandang strabismus.
Sementara, hasil pemeriksaan mata lengkap terhadap 3.009 anak usia 6-72 bulan di Singapura
memperlihatkan bahwa 15% di antaranya mengalami strabismus. Mata Juling selain dialami penderita dari internal, juga akan berdampak pada faktor psikologinya.
Saat mengalami strabismus, seseorang akan memiliki pandangan mata yang mendua. Jika yang mengalami strabismus mata kanan ke dalam, maka mata kanannya tak memiliki pandangan yang sama dengan mata kiri.
Keluhan yang dirasakan si penyandang strabismus di antaranya:
1. Pandangan kabur.
2. Penglihatan ganda yang hilang timbul.
3. Sakit kepala.
4. Memicingkan salah satu mata untuk memfokuskan penglihatan.
5. Kelelahan dalam proses belajar atau bekerja.

Kondisi mata juling. (Ilustrasi JEC)
Strabismus terjadi akibat gangguan atau kelemahan pada kontrol otak terhadap otot mata, sehingga bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain atau istilah medisnya neuromuscular weakness.
Terjadinya strabismus pada anak juga berisiko memengaruhi perkembangan fungsi penglihatannya. Bahkan, tanpa penanganan yang tepat, penyandang strabismus bisa berisiko terkena mata malas (ambliopia) dan gangguan perkembangan binokularitas, yakni gangguan pada pembentukan kemampuan penglihatan tiga dimensi atau binokular.
"Penyandang mata juling tidak hanya berisiko terdampak dari sisi kesehatan penglihatannya saja! Strabismus juga memberi impak yang menyulitkan penyandangnya mendapatkan hidup berkualitas," ujar Dr. Gusti G. Suardana, SpM(K) selaku Direktur Medik RS Mata JEC @ Kedoya.
"Masyarakat masih melihat penyandang strabismus sebagai kelompok yang ‘berbeda’. Prasangka, kesalahpahaman, dan perlakuan negatif akibat stigma yang keliru turut meningkatkan tekanan sosial yang mau tak mau sering penyandang strabismus alami," papar Dr. Gusti yang juga Ketua Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC dan Dokter Subspesialis Konsultan Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
secara global diperkirakan mencapai 1,93 persen. Angka ini menunjukan bahwa setidaknya 148 juta orang di seluruh dunia menyandang strabismus.
Sementara, hasil pemeriksaan mata lengkap terhadap 3.009 anak usia 6-72 bulan di Singapura
memperlihatkan bahwa 15% di antaranya mengalami strabismus. Mata Juling selain dialami penderita dari internal, juga akan berdampak pada faktor psikologinya.
Saat mengalami strabismus, seseorang akan memiliki pandangan mata yang mendua. Jika yang mengalami strabismus mata kanan ke dalam, maka mata kanannya tak memiliki pandangan yang sama dengan mata kiri.
Keluhan yang dirasakan si penyandang strabismus di antaranya:
1. Pandangan kabur.
2. Penglihatan ganda yang hilang timbul.
3. Sakit kepala.
4. Memicingkan salah satu mata untuk memfokuskan penglihatan.
5. Kelelahan dalam proses belajar atau bekerja.

Kondisi mata juling. (Ilustrasi JEC)
Strabismus terjadi akibat gangguan atau kelemahan pada kontrol otak terhadap otot mata, sehingga bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain atau istilah medisnya neuromuscular weakness.
Terjadinya strabismus pada anak juga berisiko memengaruhi perkembangan fungsi penglihatannya. Bahkan, tanpa penanganan yang tepat, penyandang strabismus bisa berisiko terkena mata malas (ambliopia) dan gangguan perkembangan binokularitas, yakni gangguan pada pembentukan kemampuan penglihatan tiga dimensi atau binokular.
"Penyandang mata juling tidak hanya berisiko terdampak dari sisi kesehatan penglihatannya saja! Strabismus juga memberi impak yang menyulitkan penyandangnya mendapatkan hidup berkualitas," ujar Dr. Gusti G. Suardana, SpM(K) selaku Direktur Medik RS Mata JEC @ Kedoya.
"Masyarakat masih melihat penyandang strabismus sebagai kelompok yang ‘berbeda’. Prasangka, kesalahpahaman, dan perlakuan negatif akibat stigma yang keliru turut meningkatkan tekanan sosial yang mau tak mau sering penyandang strabismus alami," papar Dr. Gusti yang juga Ketua Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC dan Dokter Subspesialis Konsultan Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)