FITNESS & HEALTH

Teknologi Ligamen Buatan Jadi Alternatif Baru Atasi Cedera Lutut

A. Firdaus
Rabu 17 Desember 2025 / 14:11
Jakarta: Cedera lutut akibat putusnya ligamen menjadi salah satu kasus yang paling sering ditemui dalam dunia olahraga. Selama ini, penanganan cedera tersebut umumnya dilakukan dengan mengganti ligamen yang putus menggunakan jaringan urat dari bagian tubuh pasien sendiri, seperti dari paha belakang atau betis.

Ahli Bedah Ortopedi dan Trauma sekaligus Konsultan Cedera Olahraga, dr. Sapto Hardjosworo, Sp.OT, Subsp.CO, menjelaskan metode tersebut kerap menimbulkan konsekuensi tambahan karena harus 'mengorbankan' jaringan tubuh lain yang sebenarnya masih sehat.

“Selama ini, kalau ada kejadian putus urat di dalam lutut, kita selalu mengambil urat dari bagian tubuh lain untuk menggantikannya. Biasanya dari paha belakang atau betis. Artinya, ada bagian tubuh lain yang dikorbankan,” ujar dr. Sapto.
 
Alternatif lain sebenarnya adalah menggunakan ligamen donor dari orang yang telah meninggal. Namun, menurut dr. Sapto, opsi ini belum dapat diterapkan secara luas di Indonesia karena keterbatasan teknologi serta risiko yang cukup tinggi, seperti infeksi dan reaksi penolakan tubuh.

Seiring perkembangan teknologi medis, dunia kedokteran kini mulai mengembangkan ligamen buatan (artificial ligament) sebagai solusi baru untuk menangani kasus putus ligamen lutut.

“Sekarang di dunia sudah dikembangkan ligamen buatan untuk menggantikan urat yang putus tersebut,” jelasnya.
 

Kasus cedera lutut terus meningkat


Kasus putus ligamen di lutut sendiri tergolong sangat tinggi, terutama pada olahraga yang mengandalkan kecepatan dan kelincahan, seperti sepak bola, basket, dan bulu tangkis. Meski belum ada data nasional yang pasti, dr. Sapto menyebut jumlah kasus di lapangan sangat besar.

“Kalau mengacu pada praktik sehari-hari, hampir tidak ada hari tanpa operasi cedera lutut. Begitu banyaknya kasus putus urat di dalam lutut,” ungkap dr. Sapto.
 

Aman dan dirancang menyatu dengan tubuh


Ligamen buatan yang dikembangkan memiliki bentuk menyerupai serabut benang yang dianyam menyerupai pita, dengan struktur yang meniru karakteristik ligamen alami.

“Kalau dilihat, bentuknya seperti tali sepatu dengan diameter tertentu. Intinya, bahan apa pun yang ditanamkan ke dalam tubuh harus memenuhi syarat tidak menimbulkan reaksi penolakan, sehingga aman digunakan,” kata dr. Sapto.
 

Pemulihan lebih cepat, biaya lebih efisien


Penggunaan ligamen buatan diharapkan mampu mempercepat proses pemulihan pasien. Jika sebelumnya waktu pemulihan untuk kembali berolahraga (return to sport) membutuhkan sekitar enam bulan, teknologi ini memungkinkan pasien pulih lebih cepat.

“Dengan teknologi ini, yang biasanya enam bulan, diharapkan dalam tiga bulan pasien sudah bisa kembali berolahraga,” jelasnya.

Selain itu, percepatan masa pemulihan juga berdampak pada efisiensi biaya perawatan. “Karena pemulihannya lebih cepat, tentu biaya yang dibutuhkan bisa lebih kompetitif,” tambahnya.
 

Pertama kali diterapkan di Indonesia


Teknologi artificial ligament ini menjadi yang pertama kali diperkenalkan di Indonesia. RS Premier Bintaro mengadopsi teknologi tersebut dari China dengan menghadirkan Prof. Tao Kun untuk mendemonstrasikan prosedur operasi kepada para dokter bedah ortopedi di Tanah Air.

“Kami memilih teknologi dari China karena di sana sudah banyak dilakukan. Harapannya, ligamen buatan ini bisa menjadi alternatif opsi baru bagi pasien cedera lutut di Indonesia,” pungkas dr. Sapto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH