FITNESS & HEALTH
Cek Faktanya! Ini 3 Hoaks Nyamuk ber-Wolbachia yang Perlu Diluruskan
Aulia Putriningtias
Selasa 28 November 2023 / 20:05
Jakarta: Teknologi Wolbachia mulai ramai dibicarakan masyarakat. Pasalnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebarkan nyamuk ber-Wolbachia di lima kota besar. Hal ini tentu tak jauh dari pro-kontra, termasuk hoaks yang terbesar.
Nyamuk ber-Wolbachia sendiri adalah teknologi ini pada prinsipnya memanfaatkan bakteri alami Wolbachia yang banyak ditemukan pada 60 persen serangga. Bakteri itu selanjutnya dimasukkan dalam nyamuk Aedes aegypti.
Kemudian, telur dari nyamuk akan menetas dan menghasilkan nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia. Dengan demikian, perlahan populasi aedes aegypti berkurang dan berganti menjadi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia.
Bila menggigit, nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia tidak akan menularkan virus demam berdarah kepada manusia. Sebab, perkembangan virus dengue tersebut berhasil dihambat oleh bakteri Wolbachia.
Nyamuk ber-Wolbachia dikabarkan disebar pada lima kota besar, yakni Kota Semarang, Kota Bontang, Kota Kupang, Kota Jakarta Barat, dan Kota Bandung. Inovasi Wolbachia sendiri dinilai aman dalam jangka panjang.
Hal ini disampaikan oleh Entomolog Institut Pertanian Bogor, Prof. Damayanti Buchori, di mana melakukan analisa terkait inovasi Wolbachia dalam jangka panjang. Hasilnya adalah penerapan teknologi nyamuk ber-wolbachia untuk menekan penyebaran virus demam berdarah aman.
Sayangnya, masih banyak yang termakan hoaks mengenai nyamuk ber-Wolbachia ini. Dilansir dari Antara, berikut beberapa hoaks yang melebar di masyarakat, antara lain:

(Kemenkes menerangkan bahwa nyamuk Aedes aegypti yang berteknologi wolbachia, tidak akan menularkan virus demam berdarah kepada manusia. Foto: Dok. Birkom Kemenkes)
Masih banyak yang mengira nyamuk ber-Wolbachia ini adalah jenis terbaru yang bisa membuat masyarakat alami sakit. Padahal, Kementerian Kesehatan telah menegaskan bahwa ini adalah teknologi Wolbachia, bukan jenis nyamuk.
Sebelum disebarkan pada lima kota besar, nyamuk ber-Wolbachia ini telah disebarkan mulai dari dusun kecil, hingga Kota Yogyakarta. Hasilnya, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia untuk mengurangi demam berdarah terbukti efektif menurunkan angka kejadian dengue hingga 77 persen dan angka perawatan di rumah sakit sebesar 86 persen. Penggunaan fogging atau pengasapan perlahan juga turun.
Hal mengejutkan datang dari sebuah postingan Facebook yang menyebarkan hoaks tentang nyamuk ber-Wolbachia ini. Seseorang tersebut mengatakan, nyamuk ber-Wolbachia membawa virus yang membentuk genetik lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau biasa disebut LGBT.
"Penyebaran nyamuk wolbachia adalah misi bill gates sebagai bapak LGBT sedunia,utk membentuk genetik LGBT melalui nyamuk tsb," tulis seseorang itu.
Tentu ini adalah hoaks! Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad tergabung dalam riset Wolbachia selama lebih dari 10 tahun, memastikan tidak ada rekayasa genetik baik terhadap bakterinya maupun terhadap nyamuknya.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga memastikan gigitan nyamuk aedes aegypti dengan kandungan bakteri wolbachia tidak berbahaya bagi manusia dan ramah lingkungan. Hasil penelitian juga memperlihatkan bakteri wolbachia ini juga aman bagi serangga lainnnya.
Sebuah unggahan Facebook menuai hoaks tentang nyamuk ber-Wolbachia. Pasalnya, seorang pemilik akun menuliskan nyamuk ber-Wolbachia dapat menimbulkan penyakit lain yaitu radang otak Japanese ecephalitis.
"Apa mau negara ni ya pake sebar-sebar nyamuk apa, saya secara pribadi menolak penyebaran nyamuk wolbachia. Efeknya sangat berbahaya bisa menimbulkan penyakit lain seperti penyakit radang otak Japanese Encephalitis," tulis seorang tersebut.
Dilansir dari Antara, peneliti dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Prof. DR. Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD, mengatakan tidak ada kaitan antara radang otak Japanese Encephalitis dengan teknologi Wolbachia.
"Ternyata Japanese Encephalitis (JE) ini nyamuknya berbeda (Culex) dan penyakitnya juga berbeda. Tidak ada kaitannya dengan teknologi Wolbachia," ungkap DR. Uut.
Nyamuk ber-Wolbachia sendiri sebenarnya aman untuk manusia. Hal ini sudah disampaikan oleh Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ngabila Salama, di mana ia mengatakan ini aman untuk manusia dan lingkungan.
Itulah tiga hoaks yang beredar di masyarakat tentang nyamuk ber-Wolbachia dan perlu diluruskan. Kementerian Kesehatan sendiri telah mengimbau untuk tidak langsung memercayai hoaks menyimpang terkait nyamuk ber-Wolbachia ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Nyamuk ber-Wolbachia sendiri adalah teknologi ini pada prinsipnya memanfaatkan bakteri alami Wolbachia yang banyak ditemukan pada 60 persen serangga. Bakteri itu selanjutnya dimasukkan dalam nyamuk Aedes aegypti.
Kemudian, telur dari nyamuk akan menetas dan menghasilkan nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia. Dengan demikian, perlahan populasi aedes aegypti berkurang dan berganti menjadi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia.
Bila menggigit, nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia tidak akan menularkan virus demam berdarah kepada manusia. Sebab, perkembangan virus dengue tersebut berhasil dihambat oleh bakteri Wolbachia.
Nyamuk ber-Wolbachia dikabarkan disebar pada lima kota besar, yakni Kota Semarang, Kota Bontang, Kota Kupang, Kota Jakarta Barat, dan Kota Bandung. Inovasi Wolbachia sendiri dinilai aman dalam jangka panjang.
Hal ini disampaikan oleh Entomolog Institut Pertanian Bogor, Prof. Damayanti Buchori, di mana melakukan analisa terkait inovasi Wolbachia dalam jangka panjang. Hasilnya adalah penerapan teknologi nyamuk ber-wolbachia untuk menekan penyebaran virus demam berdarah aman.
Sayangnya, masih banyak yang termakan hoaks mengenai nyamuk ber-Wolbachia ini. Dilansir dari Antara, berikut beberapa hoaks yang melebar di masyarakat, antara lain:

(Kemenkes menerangkan bahwa nyamuk Aedes aegypti yang berteknologi wolbachia, tidak akan menularkan virus demam berdarah kepada manusia. Foto: Dok. Birkom Kemenkes)
1. Varian nyamuk baru tidak aman
Masih banyak yang mengira nyamuk ber-Wolbachia ini adalah jenis terbaru yang bisa membuat masyarakat alami sakit. Padahal, Kementerian Kesehatan telah menegaskan bahwa ini adalah teknologi Wolbachia, bukan jenis nyamuk.
Sebelum disebarkan pada lima kota besar, nyamuk ber-Wolbachia ini telah disebarkan mulai dari dusun kecil, hingga Kota Yogyakarta. Hasilnya, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia untuk mengurangi demam berdarah terbukti efektif menurunkan angka kejadian dengue hingga 77 persen dan angka perawatan di rumah sakit sebesar 86 persen. Penggunaan fogging atau pengasapan perlahan juga turun.
2. Membawa virus LGBT
Hal mengejutkan datang dari sebuah postingan Facebook yang menyebarkan hoaks tentang nyamuk ber-Wolbachia ini. Seseorang tersebut mengatakan, nyamuk ber-Wolbachia membawa virus yang membentuk genetik lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau biasa disebut LGBT.
"Penyebaran nyamuk wolbachia adalah misi bill gates sebagai bapak LGBT sedunia,utk membentuk genetik LGBT melalui nyamuk tsb," tulis seseorang itu.
Tentu ini adalah hoaks! Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad tergabung dalam riset Wolbachia selama lebih dari 10 tahun, memastikan tidak ada rekayasa genetik baik terhadap bakterinya maupun terhadap nyamuknya.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga memastikan gigitan nyamuk aedes aegypti dengan kandungan bakteri wolbachia tidak berbahaya bagi manusia dan ramah lingkungan. Hasil penelitian juga memperlihatkan bakteri wolbachia ini juga aman bagi serangga lainnnya.
3. Menyebabkan radang otak
Sebuah unggahan Facebook menuai hoaks tentang nyamuk ber-Wolbachia. Pasalnya, seorang pemilik akun menuliskan nyamuk ber-Wolbachia dapat menimbulkan penyakit lain yaitu radang otak Japanese ecephalitis.
"Apa mau negara ni ya pake sebar-sebar nyamuk apa, saya secara pribadi menolak penyebaran nyamuk wolbachia. Efeknya sangat berbahaya bisa menimbulkan penyakit lain seperti penyakit radang otak Japanese Encephalitis," tulis seorang tersebut.
Dilansir dari Antara, peneliti dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Prof. DR. Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD, mengatakan tidak ada kaitan antara radang otak Japanese Encephalitis dengan teknologi Wolbachia.
"Ternyata Japanese Encephalitis (JE) ini nyamuknya berbeda (Culex) dan penyakitnya juga berbeda. Tidak ada kaitannya dengan teknologi Wolbachia," ungkap DR. Uut.
Nyamuk ber-Wolbachia sendiri sebenarnya aman untuk manusia. Hal ini sudah disampaikan oleh Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ngabila Salama, di mana ia mengatakan ini aman untuk manusia dan lingkungan.
Itulah tiga hoaks yang beredar di masyarakat tentang nyamuk ber-Wolbachia dan perlu diluruskan. Kementerian Kesehatan sendiri telah mengimbau untuk tidak langsung memercayai hoaks menyimpang terkait nyamuk ber-Wolbachia ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)